Saturday, 23 August 2014

TAUHIDUL AF’AL

TAUHIDUL AF’AL

      3 VotesTauhidul Af’al“ Segala Puji bagi Allah semata yang telah memuliakan Anak cucu Adam (Manusia) dan memilih dari jumlah manusia itu sejumlah Ulama-ulama. Dan Allah memilih pula dari golongan itu mereka yang zahid. Para Ahli Hikmat dan Para Ahli Karomah.”            Allah utamakan dari golongn-glongan tersebut mereka yang Arifin (Ahli Ma’rifat ) kepda Allah, sifat-sifatNya serta asmaNya. Allah rasakan pula buat mereka kelezatan cinta kasih dan Allah tunjukkan pula untuk mereka hakekat segala sesuatu di bumi dan di langit. Sholawat dan salam terhadap junjungan kita Muhammad s.a.w  penutup segala Nabi-nabi yang Ia ciptakan NUR MUHAMMAD itu dari ZAT-NYA dan Ia ciptakan pula segala sesuatu itu daripada NUR MUHAMMAD itu. Salawat dan salam pula untuk seluruh Sahabat Beliau sebagai Pimpinan Para Auliya. Demikian juga selanjutnya solawat dan salam untuk para Tabi’in dan Tabi’ittabi’in semoga kebaikan selalu buat mereka sampai Hari Pembalasan.”Menjelaska Hal-hal yang Bisa Merusakkan dan Menggagalkan Seseorang Sampai Kepada Allah S.W.THendaklah anda ketahui, bahwa yang terpenting, anda harus memelihara diri anda agar jangan sampai jatuh ke lembah maksiat, maupun maksiat lahir ataupun batin.Begitu juga hendaknya anda dpat melepaskan diri anada dari hal-hal yang dapt merusakkan perjalanan cita-cita menuju keredaan Allah, atau yang dapat menggagalkan maksud anda kearah yang dimaksud.Hal-hal yang dapat “merusakkan” perjalanan menuju Allah s.w.t. itu banyak sekali, diantaranya :a)      KASAL (Malas), malas untuk mengerjakan ibadat kepada Allah s.w.t. padahal sebenarnya anda dapat dan sanggup  untuk melakukan ibadat tersebut.b)     FUTUR (Bimbang/lemah pendirian), tidak memiliki tekad yang kuat karena terpengaruh oleh kehidupan duniawi.c)      MALAL (Pembosan), cepat merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan ibadah karena merasa terlalu sering dilakukan, padahal tujuan belum juga tercapai.Timbulnya hal-hl tersebut di atas adalah disebabkan kurang kuatnya rasa keimanan, kurang mantapnya keyakinan, dan banyk terpengaruh oleh hawanafsunya sendiri.Selanjutnya hala yang mengakibatkan “Gagalnya” untuk mencapai tujuan, antara lain SYIRIK KHOFI (syirik tersembunyi) atau dengan kata lain timbul suatu tanggapan dalam hatinya, bahwa golongannyalah yang paling benar yang paling diterima ibadahnya, golongan lain di luar golongannya itu semua salah dan menyalahkan semua hukum dan akidah yang tidak sesuai dengan golongannya, padahal mereka tidak berpegang pada satu mas’af pun, dan beranggapan bahwa semua amal ibadah yang dia lakukan adalah sepenuhnya dari kemampuannya sendiri, tidak dirasakannya  dan diyakininya, bahwa apa yang dilakukannya itu semua, pada Hakekatnyadari pada Allah s.w.t.Segala sesuatu yang Allah ciptakan ini (Mahkluk) pada dasarnya/hakikatnya adalah seakan-akan alat belaka dari Allah, namun Mahasuci Allah daripada memerlukan alat.Hal-hal yang tergolong dalam syirik-khofi antara lain adalah sebagai berikut :RIA’ (Memamerkan) Sengaja mempertontonkan, menampak-nampakkan ibadah atau amalnya kepada orang lain atau ada suatu maksud tertentu “yang lain daripada Allah”  misalnya beramal semata-mata mengharapkan Sorga.SUM’AH (Memperdengar-dengarkan) Sengaja menceritakan tentang amal ibadahnya kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ihklas karena Allah dengan suatu maksud agar orang lain memberikan pujian dan sanjungan kepadanya.UJUB (Membanggakan diri) Rasa Hebat sendiri yang timbul dari dalam hatinya karena banyak amal ibadahnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu adalah semata-mata karena karunia dan Rahmat Allah s.w.t.ﺳﻘﻃ۱ۅله  ۅقوڧﻣﻊ۱ﻟﻌﺒﺎدة( Suqut awwaluhu wuquf ma’al-ibadah)“Gugur permulaannya karena terhenti pada ibadahnya semata-mata”HAJBUN (Hijab/Dinding)Dinding yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya (syuhudnya) kepada kekaguman itu semata-mata, atau dengan kata lain, terpengaruh kepada keindahan amal ibadahnya sendiri, tidak dirasakannya bahwa semua itu adalah karunia Allah s.w.t.Oleh sebab itu, agar anda dapat terlepas dari hal-hal/penyakit tersebut-hal mana dapat membahayakan perjalanan anada,maka tidak ada jalan lain, kecuali memantapkan pandangn batin (musyahadah) dengan penuh keyakinan, bahwa “segala apapun yang terjadi pada hakekatnya/dasarnya adalah dari Allah s.w.t.” sebagaimana yang akan diuraikan pada bagian berikut ini.Tauhidul Af’al(Ke-Esaan perbuatan)Hendaklah anda ketahui bahwa segala apapun juga yang terjadi didalam alam ini pada hakekatnya adalah AF’AL (Perbuatan ) Allah s.w.t.Yang terjadi didalam alam ini dapat digolongkan pada 2 (dua) golongan :a)      Baik pada bentuk (rupa) dan isi (hakekatnya) seperti Iman dan Taat.b)      Jelek pada bentuk (rupa) namun baik pada pengertian isi (hakekat) seperti KUPUR dan MAKSIAT. Dikatakan ini    jelek pada bentuk karena adanya ketentuan hukum/syara yang mengatakan demikian. Dikatakan baik pada pengertian isi (hakekat) karena hal itu adalah suatu ketentuan dan perbuatan dari Allah Yang Maha Baik.Maka “Kaifiyat” (cara) untuk melakukan pandangan (Syuhud/musyahadah) sebagaimana dimaksudkan di atas ialah :“Setiap apapun yang disaksikan oleh mata hendaklah di tanggapi oleh hati, bahwa semua itu adalah AF’AL (perbuatan) dari pada Allah s.w.t.”Bila ada sementara anggapan tentang ikut sertanya “ yang lain pada Allah” di dalam proses kejadian sesuatu, maka hal tersebut tidak lain hanya dalam pengertian majazi (bayangan) bukan menurut pengertian hakiki.Catatan :            Misalnya si A bekerja untuk mencari makan dan/atau memberi makan anak-anaknya. Maka si A tergolong dalam pengertian “yang lain dari pada Allah” dan juga dapat dianggap “ikut serta dalam proses” memberi makan anaknya. Fungsi si A dalam keterlibatannya ini hanya majaz (Bayangan) saja, bukan dalam arti hakiki. Karena menurut pengertian hakiki yang memberi makan dan minum pada hakekatnya ialah Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an S. As-Syu’ara ayat 79.“DIALAH ALLAH YANG MEMBERI MAKAN DAN MINUM KEPADAKU”Segala macam “perbuatan” (sikap atau laku) apakah perbuatan diri sendiri ataupun perbuatn yang terjadi diluar dirinya, adalah termasuk dalam 2 macam pengertian. Pengertian Pertama dinamakan MUBASYARAH dan pengertian ke dua dinamakan TAWALLUD. Kedua macam pengertian ini tidak terpisah satu sama lain.Contohnya adalah sebagai berikut :a)      Gerakan Pena ditangan seorang penulis, ini dinamakanMUBASYARAH (terpadu) karena adanya “perpaduan” dua kemampuan kodrati yaitu kemampuan kodrati gerak tangan dan kemampuan kodrati gerak pena.b)      Gerakan batu yang lepas dari tangan pelempar. Hal ini dinamakan TAWALLUD (terlahir) karena lahirnya gerakan batu yang dilemparkan itu adalah kemampuan kodrati gerak tangan.Namun pada hakekatnya kedua macam pengertian itu (Mubasyarah dan Tawallud) adalah af’al Allah s.w.t., didasarkan kepada dalil/nas Al Qur’an :وﷲﺧﻠﻘﻜﻢوﻣﺎﺗﻌﻤﻠﯣن(Wallahu Kholaqakum wa maa ta’maluun)Artinya : Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu lakukan            Syekh Sulaiman Al Jazuli r.a. menyebutkan dalam syarah/penjelasan Kitab Dala-ilul Khairat bahwa apapun juga yang dilakukan oleh hamba, perkataan, tingkah laku, gerak dan diam, namun semua itu sudah lebih dahulu pada Ilmu, Qodo dan Qodar/Takdir Allah s.w.t.Firman Allah di dalam Al Quran :وﻣﺎرﻣﻴﺖإذ رﻣﻴﺖ وﻟﻜن ﷲرﱉ(Wa ma ramaita idz ramaita walaakunnallahu ramaa)Artinya : Tidaklah Engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi Allah-lah yang melemparkan ketika Engkau melemparﻻﺣول وﻻﻗوۃ١ﻻﺑﺎﷲ١ﻟﻌﻠﻲ١ﻟﻌﻆﻴﻢ (La haula wa la quwwata illaa Billahil’aliyyil azhiem)Artinya : Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan) Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agungﻻﺗﺘﺤﺮك ذرۃإﻻﺑﺎءذنﷲHadist Rasulullah s.a.w.(La Tataharru dzarratun illaa bi idznillaahi)Artinya : Tidak bergerak satu zarrah juapun melainkan atas izin Allah.Penjelasan :”  “ﻻ”  Lam AlifDalam Ayat dan Hadist Rasullah tersebut diatas terdapat Alif Lam yang dinamakan Alif Lam “Istigraqil Jinsiyah” yang artinya “La” (Tidak) atau (ketidak mampuan) mahluk dalam pengertian yang sebenar-benarnya, bukan pengertian majas yang bisa berubah ataupun diberi pengertian yang berbeda. Alif lam tersebut  (Qadim) mutlak adalah hanya Allah yang Maha berkehendak, Maha memberi Gerak, Maha Berkuasa atas apapun, dalam artian, manusia atau mahluk tak dapat melakukan apapun, kecuali atas kehendak Allah atas mahluknya, jadi gerak dan diamnya seluruh mahluk dan alam semesta ini terlebih dahulu telah berada pada ketentuan Qadar/Qadanya Allah, maka sesungguhnya yang di maksud usaha ataupun ihktiar pada mahluk (manusia) tak lain adalah datangnya dari ketentuan Allah juga, bukan atas kehendak mahluk (manusia) nya itu sendiri.Atas pandangan tersebut (musyahadah) inilah, maka Rasulullah s.a.w. tidak mendoakan kehancuran bagi kaumnya yang telah menyakiti Beliau.Catatan :Bermacam macam hinaan, cacian, bahkan siksaan yang dilancarkan oleh golongan Jahiliyah kepada Rasullullah s.a.w. namun beliau balas dengan doaﻟﻠﻬﻢ۱ﻫﺪﻗﻮﻣﻲٳﻧﻬﻢﻻﯾﻌﻠﻤﻮن(Allahummah diiqaumi innahum la ya’lamuun)Artinya : “Ya Allah, Tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui”            Apabila anda tetap selalu atas pandangan (Musyahadah) Tauhidul Af’al dengan penuh yakin (Tahkik) maka terlepaslah anda dari pada penyakit dan bahaya Syirik Khofi sebagaimana tersebut diatas.Sehingga akhirnya anda dapat menyaksikan dengan jelas bahwa ygang berupa UJUD MAJASI (Ujud bayangan) ini lenyap dan hilang sirna, dengan nyatanya NUR UJUDULLAH yang hakiki.Catatan :Apalah artinya cahaya pelita yang dinyalakan disiang hari, dibandingkan dengan cahaya mentari yang cerah memancar.Apabila secara terus menerus anda melati dengan pandangan/musyahadah demikian sedikit demi sedikit dengan tidak tercampur baur antara pandangan lahir dan pandangan batin, maka sampailah anda pada suatu “Maqom (Tingkatan)” yang dinamakan MAQOM WIHDATUL AF’AL.Pada tingkatan ini, berarti Fana (lenyap) segala perbuatan mahluk-perbuatana anda sendiri ataupun perbuatan yang lain dari anda –  karena “nyatanya” perbuatan Allah Yang Maha Hebat.Jahat/jelek ataupun baik pada hakekatnya dari pada Allah.Sebagaimana Saya kemukakan di atas berkali kali bahwa segala macam perbuatan, kejadian, peristiwa apapun yang terjadi pada hakekatnya adalah perbuatan Allah s.w.t., yang jahat ataupun yang baik.Dapat dikatakan demikian, karena didasarkan atas keterangan Hadis Rasulullah s.a.w. di dalam doa Beliau :١ﻟﻟﻬﻢٳﻧﻲ١ءﻮذڊﻚﻣﻨك(Allahumma Inni A’udzubika minka) “Ya Allah, Hamba berlindung kepadaMu dari segala kejahatan yang datang dari padaMu”Catatan :Dalam Hadis lain ada pula isti’adzah (permohonan berlindung diri) yang diajakarkan oleh Rasulullah s.a.w. “Allahumma inni a’udzubika min syarri ma kholakta” artinya : Ya Allah hamba berlindung kepadaMu dari segala kejahatan yang Engkau ciptakan.Kalau sekiranya kejahatan/kejelekan itu bukan dari pada Allah pada hakekatnya, maka tidak mungkin Beliau mengucapkan doa demikian.Allah berfirman : ﻗﻞﻛﻞﻣﻦﻋﻨﺪﷲ(Qul Kullun Min Indillahi)“Katakanlah olehmu (hai Muhammad) segala-galanya adalah dari sisi Allah”Sebagian dari Arif Billah memberikan sebuah maisal (contoh) untuk sekedar mendekatkan paham- namun bukan berarti tepat demikian hubungan hamba dengan Allah, Ialah :“Laksana wayang yang dimainkan oleh dalang dengan bermacam gerak dan laku”Namun semua gerak dan laku si wayang itu adlah suatu “kenyataan” (mashhar) dari pada perbuatan dan laku pak dalang semata-mata, bukanlah gerak dan laku dari wayang itu sendiri.Meskipun demikian bahwa segala macam perbuatan, peristiwa, kejadian dan sebagainya dalam arti hakiki adalah Af’al Allah- tapi janganlah anda tafsirkan “gugur taklif syara” artinya hilang bagi anda kewajiban hukum. Jangan pula hendaknya di itikadkan, lalu melepaskan Syariat Muhammad (ketentuan hukum Islam)Apabila sekiranya anda sampai berkeyakinan/beritikad, gugur taklif syara (atau tidak perlu bersyariat lagi) maka jatuhlah anda kedalam golongan yang dinamakan Kafir Zindik(na’udzubillahi min dzalik).Oleh sebab itu pegang teguhlah Syariat Muhammad tetap dan terus menerus musyahadah Af’al sehingga anda selamat dalam arti yang sebenarnya.Bila mana tidak dengan musyahadah Af’al, meskipun anda sudah lepas dari pada Syirik Jali (Syirik yang nyata) namun belum tentu ana lepas dari pada syirik khofi.Allah berfirman :ﻮﻣﺎﻳﺆﻣﻦ۱ﻛﺜﺮﻫﻢﻮﻫﻢﻣﺸﺮﻛﻮن ( Wa maa yu’minu akstarahum wa hum musyrikun)“Sebagian besar antara mereka masih tidak beriman kepada Allah, malah berlaku syirik”Sayyid Umar bin Al Farid r.a. berkata dengan dua bait syairnya:ﻮﻟﺆﺧﻂﺮٺﱄﰱﺳﻮ۱ك۱ر۱دۃﲈﻰﺧﺎطريﺳﻬواﻗﻀﻴﺖﺑردﺗﻰ        (Wa lau khothorat lii fi siwaaka iraadatun alaa khotirii sahwan qodloitu bi riddatii)‘Andaikata terlintas kilas khatarku, getaran hati di dalam dada, suatu kehendak yang selain padaMu Ya Tuhan,disadari ataupun tidak. Wahai celakanya diri ini remuk hancur dilumpur murtad.Dengan pandangan, tanggapan dan anggapan yang keliru itu, menyebabkan anda tidak termasuk dalam golongan Mukmin yang sempurna.Tetapi bila Musyahadah anda benar.“Tidak ada yang berbuat pada hakikatnya melainkan Allah, tidak ada yang hidup pada hakikatnya melainkan Allah dan tidak ada yang Maujud pada hakikatnya melainkan Allah”Maka  dengan demikian, termasuklah anda dalam golonganAhli Tauhid Yang Benar, suatu golongan yang dijanjikan Allah dengan 2 surga, surga yang pertama adalah surgaMakrifatullah di dunia, dan surga kedua adalah Surga Akhiratyang sudah di kenal berdasarkan dalil dan nas.Syeikhuna ‘Alimul Allamah Al-Bahru ‘arieq Abdullah ibnu Hijazi As-syarqowi al- Mishrie r.a. telah berkata : “siapa yang memasuki surga makrifatullah di dunia, niscaya tidak berhasrat dia kepada surga akhirat yang berupa bidadari, istana, pakaian, makanan dan lain-lain. Hasratnya hanyalah ingin sedekat-dekatnya pada Hadirat Allah dengan Rukyatullah (Melihat Allah dengan nyata) di akhirat kelak”.Nikamat yang paling tinggi di akhirat adalah Ru’yatullah. Jauh sekali beda nilai antara nikmat itu dibandingkan dengan nikmat surga dalam pengertian yang sering dikemukakan.Demikin juga dengan kenyatan melihat Allah dalam artian Makrifatullah di dunia ini yang telah terbuka pada hati orang yang telah Arifbillah, hanya sebagian kecil saja dibandingkan dengan Rukyatullah di akhirat kelak, namun mereka akan mendapatkannya karena mereka telah memuliakanya. Bermusyahadahlah Wihdatul Af’al yang memungkinkan anda untuk dapat memandang keindahan Dzat Wajibal Ujud.Penjelasan penting :Berkata Syekh Abdul Wahab Sya’rani qaddasallahu sirahu dalam kitab Jawahiru wad-Durar beliau memetik ucapan Syehk Mahyudi ibnu Araby r.a. :bahwa Syekh Ibnu Araby telah mencantumkan dalam kitab beliau yang benama Futuhatul Makkiya  pda bab 422 dimana beliau menjelaskan apa yang dimaksud segala perbuatan dari pada Allah dan hamba sebagai sandaran perbuatanNya, karena memng si hamba inilah yang menanggung beban siksa dan pahala.Bila sekiranya kita terhenti pada suatu dakwan (perkiraan) bahwa segala amal perbuatan itu pada hakikatnya dari pada perbuatan kita sendiri, maka berarti Allah telah menyandarkan (meletakkan) dakwan demikian terhadap diri kita sebagai suatu cobaan allah.Catatan :Berdoalah kita semoga dakwan demikian jangan sampai datang kepada kita karena berarti suatu kerugian yang amat besar.Namun demikian bila sekiranya Allah hendak memasukkan kita kedalam Hidrat Ihsan (Maksudnya : beribadat seakan akan melihat Tuhan) maka berarti tipislah hijab (dinding) itu dan kita saksikan selanjutnya bahwa segala amal pada hakikatnya adalah dari pada Allah, sedang kita sendiri tidak mempunyai amal apa apa.Demikian selanjutnya bila Musyahadah menurut mestinya niscaya akan timbul rasa takut kita, kalau kalau tergelincir“Qidam” (Pendirian) kita.Sebagian dari kesempurnaan adab (ahlak/tertib hukum) untuk menyatakan bahwa suatu amal dari kita sendiri sepanjang apa yang kita ketahui, hanya  sekedar untuk mengamalkan apa yang difirmankan Allah s.w.t. :( Ma Ashobaka Min Hasanatin Faminallah, Wa maa Ashobaka Min Salatin Famin Nafsika )Artinya : “apa saja yang menimpa dirimu dari pada yang baik, adalah dari pada Allah, dan apa saja yang menimpa dirimu dari pada yang jelek (buruk) maka hal itu datang dari dirimu sendiri”Syekhuna Al-Allamah Maulana Syekh Yusuf Abu Zarrah Al Mishrie , berkata, ketika Beliau memberikan pelajaran di Masjidil Haram; “Tidak seharusnya berkata bahwa kejahatan itu dari Allah, kecuali dalam waktu dan tingkat belajar/mengajar (maqom ta’lim) dalam jurusan ilmu ini (Tasawwuf).Catatan :Kata-kata “perbuatan dari pada Allah” adalah khusus dalam pengertian hakekat yang seharusnya hanya ada pada suara batin. Tetapi boleh diucapkan dalam saat-saat belajar/mengajar.Syekhuna Ibnu Hajar r.a.  dalam syarah Arba’in, menjelaskan perkataan Nabi s.a.w. yang tercantum pada bagian doa iftitah yang berbunyi “wassyaru laisa ilaik” (kejelekan/kejahatan bukan untukMu) tidak lain maksudnya, ialah untuk mengajar/mendidik adab, karena tidak seharusnya berkata dalam bentuk dan arti yang menghina terhadap Allah, seperti perkataan “ Ya allah yang menjadikan anjing” atau “Ya Allah yang menjadikan babi” meskipun sebenarnya diakui dengan pasti bahwa anjing dan babi itu adalah makhluk (yang dijadikan) Allah. Pengertian dimaksud sehubungan pula dengan Firman Allah tersebut diatas.Syehk abdul Wahab Sya’rani q.s. pernah mengajukan pertanyaan kepada Guru beliau. Syehk Ali Al Khawwas.Tanya : Apa maksud yang sebenarnya pengertian “usaha/Ihktiar” yang dinyatakan oleh Imam Asy’ari (Asy’ariyah)?.Jawab :  Yang dimaksud dengan pengertian “usaha/Ihktiar” adalah ta’alluq iradat mumkin (hubungan kehendak simahkluk) dengan segala kejadian/peristiwa yang dalam hal itu sesuai dengan Takdir Ilahi (Ketentuan Tuhan) . Manakala terjadi “Ta’alluq iradat” (hubungan kehendak) dengan takdir Tuhan, mereka sebutkan itu dengan Usaha/ihktiar bagi mumkin/mahkluk, pada ma’na, sedang mengambil manfaat dari usaha ihktiar itu sendiri, adalah sudah ada pada takdir.Selanjutnya Syekh Abdul Wahab Sya’rani q.s. berkata: “aku pernah mendengar perkataan guruku Syekh Ali Al-Khawwas,kata beliau : semestinya setiap orang harus sudah mengerti“perbuatan mahkluk tidak memberi bekas” (menentukan) itu, adalah sepanjang keadaan (takwin) menurut hukum semata mata.Maka untuk itu hendaklah anda pahami dengan benar karena pada umumnya masih banyak yang belum mengerti perbedaan antara Hukum dan Astar (bekas/kekuatan).“Allah s.w.t. berkeinginan untuk mengadakan harkat (gerak) atau ma’na (arti/nilai) terhadap pekerjaan apapun, tidak bisa terjadi itu (tidak sah wujudnya) kecuali pada “maddahnya”(materi pekerjaan itu sendiri). Karena mustahil pekerjaan itu akan terjadi dengan sendirinya, pasti pada Mahallun (objek) yang dapat menimbulkan takwin (keadaan/peristiwa).Objek (mahallun) yang dimaksud adalah Hamba yang mana dapat pula diartikan “si Mumkin” yang melakukannya, namun sebenarnya apa yang dilakukan oleh si mumkin tadi tidak sekali kali memberi bekas (menentukan), semoga anda bisa memahaminya, karna ini sangat rumit.Syekh Abdul Wahab Sya’rani q.s. berkata lagi : “Aku mendengar saudaraku Afdaluddin Rahimahullah berkata : Bagi mumkin ini sama sekali tidak memiliki kodrat tetapi hanya sekedar menerima Astar Ilahi (bekas/ketentuan Tuhan). Karena sifat Kodrat itu sebenarnya adalah suatu sifat yang tidak pernah terpisah-cerai (infikak) dengan sifat-sifat Ketuhanan. Oleh sebab itu menetapkan adanya “kodrat bagi mumkin” adalah suatu dakwan yang tidak berdasar/dalil.Catatan : salah satu guru saya berkata, bahwa hamba ini sebenarnya hanya mustanir (menerima cahaya). Inilah yang dimaksud dengan kata “hanya sekedar menerima astar Ilahi” seperti yang tersebut diatas.  (Dikutif dari annafiz.wordpress.com

TAUHIDU DZAT

TAUHIDU DZAT

      3 VotesTauhidu ZatKetika semua makhluk belum ada, bumi dan langit belum diciptakan, surga dan neraka belum ada. Kondisi itu oleh kalangan para ahli tasawuf di dikenal dengan sebutan “ Alam Sunyi“.Pada keadaan  Alam Sunyi tersebutlah Zat berdiri  dengan nur-Nya dan dengan Nur-Nya itu Zat berdiri dengan sendirinya , tanpa sebab yang menyebabkannya.Tahap selanjutnya dari Nur-Nya timbullah sifat Ujud dari Zat yang berarti Ada, Dan mulai saat itu Zat tersebut menjadi ada dengan sifat Ujudnya atau Adanya Zat tersebut dengan sifat ujud-Nya tersebut. Sehingga tanpa sifat ujud itu, Zat hanyalah Zat semata-mata karena belum ada sifat yang menyebabkan adanya. Dengan telah adanya sifat Ujud yang berarti Ada, Ada-Nya Zat itu dimulai dengan terpancarnya Nur dari Zat, sehingga Nur  yang terpancar dari Zat adalah sesuatu yang membuktikan Adanya Zat. Tanpa Nur yang memancar dari Zat, sifat Ujud dari Zat tidak boleh dibuktikan.Ini merupakan pemahaman yang sangat penting, karena sebagai makhluk, kita tidak diberi hak atau kita tidak diberi kuasa ilmu untuk membicarakan tentang Zat Tuhan. Sebagai makhluk, kita hanya diberi wewenang sebatas kajian tentang Perbuatan Tuhan ( Zat ) saja. iaitu sesuatu yang sudah diciptakan dan atau dilahirkan oleh Tuhan ( Zat ) atau sesuatu yang sudah ada dan diadakan, sehingga apabila sesuatu itu telah ada, kita boleh dan diberi hak untuk melakukan kajian dan pembahasan sesuai dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki.Kembali kepada pancaran Nur yang menjadi bukti dari Adanya Zat yang sebelumnya Zat berdiri sendiri dengan Nur-Nya, maka selanjutnya Nur tersebutlah yang melahirkan sifat-sifat dari Zat secara keseluruhan.Nur yang memancar dari Zat itulah yang kemudian difahami sebagai Nur Muhammad.Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak ( pula yang ) dibiarkannya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu Cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan  (n QS : 005.  : Al Maa-idah : Ayat : 015 ]Cahaya Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dan Kitab Maksudnya: Al Quran.Jabir ibn `Abd Allah r.a. berkata kepada Rasullullah s.a.w:“Wahai Rasullullah, biarkan kedua ibu bapa ku dikorban untuk mu, khabarkan perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua benda.” Baginda berkata: “Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan ialah cahaya Rasulmu daripada cahaya-Nya, dan cahaya itu tetap seperti itu di dalam Kekuasaan-Nya selama Kehendak-Nya, dan tiada apa, pada masa itu  ( Hr : al-Tilimsani, Qastallani, Zarqani ) `Abd al-Haqq al-Dihlawi mengatkan bahwa hadist ini sahihKemudian dari Nur Muhammad terciptalah Lauh, Arasy , Qalam. Qalam kemudian diperintah untuk menulis ‘la ilaha illa’Allah Muhammadun Rasulullah’ selanjutnya Qalammelanjutkan penulisan penciptaan seperti bumi dan langit, surga dan neraka, malaikat dan iblis serta semua makhluk lainnya termasuk manusia dan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul serta umatnya yang tunduk dan umat yang durhaka sampai hari kiamat kelak yang kemudia dikenal dengan Qadha dan Qadar serta dari Nur Muhammad itu jugalah kemudian terciptaAdam AS.“ Bila Tuhan menjadikan Adam, Dia menurunkan aku dalam dirinya ( Adam ). Dia meletakkan aku dalam Nuh semasa di dalam bahtera dan mencampakkan aku ke dalam api dalam diri Ibrahim. Kemudian meletakkan aku dalam diri yang mulia-mulia dan memasukkan aku ke dalam rahim yang suci sehingga Dia mengeluarkan aku dari kedua ibu-bapa ku. Tiada pun dari mereka yang terkeluar “. ( HR  : Hakim, Ibn Abi `Umar al-`Adani )Dari pemahaman yang singkat di atas, dapat kita membuat suatu kesimpulan dengan pemahaman bahwa, sebelum Allah di sebut Tuhan, maka yang ada pada saat itu hanyalah Zat semata-mata yang terdiri dengan sendirinya, dengan Nur-Nya dan  Allah baru menyatakan dirinya sebagai Tuhan setelah Allah melahirkan sifat-sifatnya melalui Nurnya tersebut. Nur Allah itu kemudian dinyatakan sebagai Nur Muhammad, sehingga melalui Nur Muhammad tersebutlah Allah melahirkan sifat-sifat ketuhanan pada makhluk-Nya.Selanjutnya melalui risalah yang singkat ini, dapatlah kiranya dipahami sedikit lebih tentang tentang konsep pemahaman yang menyatakan bahwa “ Zat pada Allah, Sifat Pada Muhammad, Rupa pada Adam dan Rahasia pada Diri Kita “Sebagai catatan dari risalah ini perlu disampikan bahwa kalimat “ Zat berdiri dengan Nur-Nya “ bukan difahami dengan kosep “ Zat “ dan “ Nur “ yang terpisah. Pemisahan dilakukan hanyalah semata-mata untuk membangun pengertian dan pemahaman tentang Kelahiran Sifat dari Zat. Terakhir, saya berharap semoga kajian ini boleh menambah konsep pemahaman kita dan sebagai tambahan bahan dalam diskusi pada majelis masing-masing.Allah SWT adalah wajibul-wujud bagi zatNya, dan sifat wujud Allah SWT adalah wajib dan lazim dalam zatNya.Oleh karena itu wujud zat Allah tidak boleh terhalang oleh tidak ada.Allah wujud karena zatNya dan bukan karena yang lain.Wajibul-wujud Allah adalah wajibul-wujud bagi zatNya yang tidak membutuhkan sesuatu pun selain Allah.Sebaliknya, wujudnya sesuatu selain Allah membutuhkan kepada wujud zat Allah.Dengan demikian, zat Allah adalah Esa, dan tidak ada yang menyerupainya.Allah adalah Zat yang bersifat Ujud  (Wujud)  yang berarti ada. Allah ada dengan sendirinya. Tidak disebabkan oleh sesuatu sebab dan tidak diakibatkan oleh suatu akibat. Dialah Tuhan yang awal dan yang akhir dan daripada-Nya tersebab adanya segala sesuatu. Sehingga dengan tersebab karena Allahadanya segala sesuatu itu, maka tidak ada segala sesuatu itu yang tidak berasal dari pada Allah. Dan tidak ada segala sesuatu itu melainkan hanya Allah yang wajib Wujud saja.Wujud adalah sifat yang utama yang dilahir dari Zat sebagai bukti keber-ada-an-Nya. Dari sifat Ujud tersebutlah dilahirkan sekalian sifat yang dikandung oleh Sifat Zat, karena mustahilZat itu mempunyai sifat Kuasa dan atau Maha Kuasa apabila Zat itu tidak bersifat Wujud.Sehingga ketika lenyap sifat Wujud tersebut pada diri makhluk karena hanya Allah saja yang wajib Wujud, maka lenyap pulalah seluruh sifat yang diakibatkan oleh sifat Wujud tersebut pada diri makhluk. Yang tinggal hanyalah Sifat Zatsemata-mata, yaitu Allah. Dengan memahami terminologi bahasa bahwa, sifat adalah sesuatu yang menjadi pertanda dari keberadaan suatu zat, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan suatu zat dapat dirasakan dengan merasakan keberadaan sifatnya, Dimana ada zat, maka disanalah juga berada sifatnya. panas di utara apabila apinya ada di selatan. Apabila panasnya terasa diutara, maka apinya pasti ada di utara , Dimana ada Sifat disitulah Zat berada. Tidak mungkin kita merasakan juga. ” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. “. ( QS : 02. Al Baqarah : Ayat : 186 ).” dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya “, ( QS : 50. Qaaf : Ayat : 16 )Mungkin hanya sampai disini saya bisa menjelaskan tentang ,Hakikat Tuhan , dalam Blog Kajian Hakikat Tauhid ini, karenaapabila tanpa didasari dengan kekuatan ibadah lahir dan ibadah batin yang sempurna, maka pemahaman ini justru bisa dimanfaatkan oleh iblis untuk menyesatkan aqidah, sebagaimana yang telah terjadi pada faham  Wahdatul Ujud yang memahami bahwa Makhluk bisa bersatu dengan Tuhannya. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)

4 MAQAM MUSYAHADAH

4 MAQAM MUSYAHADAH

      5 Votes“ Segala Puji bagi Allah semata yang telah memuliakan Anak cucu Adam (Manusia) dan memilih dari jumlah manusia itu sejumlah Ulama-ulama. Dan Allah memilih pula dari golongan itu mereka yang zahid. Para AhliHikmat dan Para Ahli Karomah.            Allah utamakan dari golongn-glongan tersebut mereka yang Arifin (Ahli Ma’rifat ) kepda Allah, sifat-sifatNya serta asmaNya. Allah rasakan pula buat mereka kelezatan cinta kasih dan Allah tunjukkan pula untuk mereka hakekat segala sesuatu di bumi dan di langit. Solawat dan salam terhadap junjungan kita Muhammad s.a.w  penutup segala Nabi-nabi yang Ia ciptakan NUR MUHAMMAD itu dari ZAT-NYA dan Ia ciptakan pula segala sesuatu itu daripada NUR MUHAMMAD itu. Salawat dan salam pula untuk seluruh Sahabat Beliau sebagai Pimpinan Para Auliya. Demikian juga selanjutnya solawat dan salam untuk para Tabi’in dan Tabi’ittabi’in semoga kebaikan selalu buat mereka sampai Hari Pembalasan.”MENJELASKAN TENTANG HAL-HAL YANG BISA MERUSAKKAN DAN MENGGAGALKAN SESEORANG SAMPAI KEPADA ALLAH S.W.T            Hendaklah anda ketahui, bahwa yang terpenting, anda harus memelihara diri anda agar jangan sampai jatuh ke lembah maksiat, maupun maksiat lahir ataupun batinBegitu juga hendaknya anda dpat melepaskan diri anada dari hal-hal yang dapt merusakkan perjalanan cita-cita menuju keredaan Allah, atau yang dapat menggagalkan maksud anda kearah yang dimaksud.Hal-hal yang dapat “merusakkan” perjalanan menuju Allah s.w.t. itu banyak sekali, diantaranya :a)      KASAL(Malas), malas untuk mengerjakan ibadat kepada Allah s.w.t. padahal sebenarnya anda dapat dan sanggup untuk melakukan ibadat tersebut.b)     FUTUR(Bimbang/lemah pendirian), tidak memiliki tekad yang kuat karena terpengaruh oleh kehidupan duniawi.c)      MALAL(Pembosan), cepat merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan ibadah karena merasa terlalu sering dilakukan, padahal tujuan belum juga tercapai.Timbulnya hal-hl tersebut di atas adalah disebabkan kurang kuatnya rasa keimanan, kurang mantapnya keyakinan, dan banyk terpengaruh oleh hawanafsunya sendiri.Selanjutnya hala yang mengakibatkan “Gagalnya” untuk mencapai tujuan, antara lain SYIRIK KHOFI (syirik tersembunyi) atau dengan kata lain timbul suatu tanggapan dalam hatinya, bahwa golongannyalah yang paling benar yang paling diterima ibadahnya, golongan lain di luar golongannya itu semua salah dan menyalahkan semua hukum dan akidah yang tidak sesuai dengan golongannya, padahal mereka tidak berpegang pada satu mas’af pun, dan beranggapan bahwa semua amal ibadah yang dia lakukan adalah sepenuhnya dari kemampuannya sendiri, tidak dirasakannya  dan diyakininya, bahwa apa yang dilakukannya itu semua, pada Hakekatnyadari pada Allah s.w.t.Segala sesuatu yang Allah ciptakan ini (Mahkluk) pada dasarnya/hakikatnya adalah seakan-akan alat belaka dari Allah, namun Mahasuci Allah daripada memerlukan alat.Hal-hal yang tergolong dalam syirik-khofi antara lain adalah sebagai berikut :RIA’ (Memamerkan)Sengaja mempertontonkan, menampak-nampakkan ibadah atau amalnya kepada orang lain atau ada suatu maksud tertentu “yang lain daripada Allah”  misalnya beramal semata-mata mengharapkan Sorga.SUM’AH (Memperdengar-dengarkan)Sengaja menceritakan tentang amal ibadahnya kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ihklas karena Allah dengan suatu maksud agar orang lain memberikan pujian dan sanjungan kepadanya.UJUB (Membanggakan diri)Rasa Hebat sendiri yang timbul dari dalam hatinya karena banyak amal ibadahnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu adalah semata-mata karena karunia dan Rahmat Allah s.w.t.ﺳﻘﻃ۱ۅله  ۅقوڧﻣﻊ۱ﻟﻌﺒﺎدة( Suqut awwaluhu wuquf ma’al-ibadah)“Gugur permulaannya karena terhenti pada ibadahnya semata-mata”HAJBUN (Hijab/Dinding)Dinding yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya (syuhudnya) kepada kekaguman itu semata-mata, atau dengan kata lain, terpengaruh kepada keindahan amal ibadahnya sendiri, tidak dirasakannya bahwa semua itu adalah karunia Allah s.w.t.Oleh sebab itu, agar anda dapat terlepas dari hal-hal/penyakit tersebut-hal mana dapat membahayakan perjalanan anada,maka tidak ada jalan lain, kecuali memantapkan pandangn batin (musyahadah) dengan penuh keyakinan, bahwa “segala apapun yang terjadi pada hakekatnya/dasarnya adalah dari Allah s.w.t.” sebagaimana yang akan diuraikan pada bagian berikut ini.TAUHIDUL AF’AL(Ke-Esaan perbuatan)Hendaklah anda ketahui bahwa segala apapun juga yang terjadi didalam alam ini pada hakekatnya adalah AF’AL (Perbuatan ) Allah s.w.t.Yang terjadi didalam alam ini dapat digolongkan pada 2 (dua) golongan :a)      Baik pada bentuk (rupa) dan isi (hakekatnya) seperti Iman dan Taat.b)      Jelek pada bentuk (rupa) namun baik pada pengertian isi (hakekat) seperti KUPUR dan MAKSIAT. Dikatakan ini jelek pada bentuk karena adanya ketentuan hukum/syara yang mengatakan demikian. Dikatakan baik pada pengertian isi (hakekat) karena hal itu adalah suatu ketentuan dan perbuatan dari Allah Yang Maha Baik.Maka “Kaifiyat” (cara) untuk melakukan pandangan (Syuhud/musyahadah) sebagaimana dimaksudkan di atas ialah :“Setiap apapun yang disaksikan oleh mata hendaklah di tanggapi oleh hati, bahwa semua itu adalah AF’AL (perbuatan) dari pada Allah s.w.t.”Bila ada sementara anggapan tentang ikut sertanya “ yang lain pada Allah” di dalam proses kejadian sesuatu, maka hal tersebut tidak lain hanya dalam pengertian majazi (bayangan) bukan menurut pengertian hakiki.Catatan :            Misalnya si A bekerja untuk mencari makan dan/atau memberi makan anak-anaknya. Maka si A tergolong dalam pengertian “yang lain dari pada Allah” dan juga dapat dianggap “ikut serta dalam proses” memberi makan anaknya. Fungsi si A dalam keterlibatannya ini hanya majaz (Bayangan) saja, bukan dalam arti hakiki. Karena menurut pengertian hakiki yang memberi makan dan minum pada hakekatnya ialah Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an S. As-Syu’ara ayat 79.“DIALAH ALLAH YANG MEMBERI MAKAN DAN MINUM KEPADAKU”Segala macam “perbuatan” (sikap atau laku) apakah perbuatan diri sendiri ataupun perbuatn yang terjadi diluar dirinya, adalah termasuk dalam 2 macam pengertian. Pengertian Pertama dinamakan MUBASYARAH dan pengertian ke dua dinamakan TAWALLUD. Kedua macam pengertian ini tidak terpisah satu sama lain.Contohnya adalah sebagai berikut :a)      Gerakan Pena ditangan seorang penulis, ini dinamakanMUBASYARAH (terpadu) karena adanya “perpaduan” dua kemampuan kodrati yaitu kemampuan kodrati gerak tangan dan kemampuan kodrati gerak pena.b)      Gerakan batu yang lepas dari tangan pelempar. Hal ini dinamakan TAWALLUD (terlahir) karena lahirnya gerakan batu yang dilemparkan itu adalah kemampuan kodrati gerak tangan.Namun pada hakekatnya kedua macam pengertian itu (Mubasyarah dan Tawallud) adalah af’al Allah s.w.t., didasarkan kepada dalil/nas Al Qur’an :وﷲﺧﻠﻘﻜﻢوﻣﺎﺗﻌﻤﻠﯣن(Wallahu Kholaqakum wa maa ta’maluun)Artinya : Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu lakukan            Syekh Sulaiman Al Jazuli r.a. menyebutkan dalam syarah/penjelasan Kitab Dala-ilul Khairat bahwa apapun juga yang dilakukan oleh hamba, perkataan, tingkah laku, gerak dan diam, namun semua itu sudah lebih dahulu pada Ilmu, Qodo dan Qodar/Takdir Allah s.w.t.Firman Allah di dalam Al Quran :وﻣﺎرﻣﻴﺖ إذ رﻣﻴﺖ وﻟﻜنﷲ رﱉ(Wa ma ramaita idz ramaita walaakunnallahu ramaa)Artinya : Tidaklah Engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi Allah-lah yang melemparkan ketika Engkau melemparﻻﺣول وﻻﻗوۃ١ﻻﺑﺎﷲ١ﻟﻌﻠﻲ١ﻟﻌﻆﻴﻢ (La haula wa la quwwata illaa Billahil’aliyyil azhiem)Artinya : Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan) Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agungﻻﺗﺘﺤﺮك ذرۃإﻻﺑﺎءذنﷲHadist Rasulullah s.a.w.(La Tataharru dzarratun illaa bi idznillaahi)Artinya : Tidak bergerak satu zarrah juapun melainkan atas izin Allah.Penjelasan :”  ﻻ ”    Lam lifADalam Ayat dan Hadist Rasullah tersebut diatas terdapat Alif Lam yang dinamakan Alif Lam “Istigraqil Jinsiyah” yang artinya “La” (Tidak) atau (ketidak mampuan) mahluk dalam pengertian yang sebenar-benarnya, bukan pengertian majas yang bisa berubah ataupun diberi pengertian yang berbeda. Alif lam tersebut  (Qadim) mutlak adalah hanya Allah yang Maha berkehendak, Maha memberi Gerak, Maha Berkuasa atas apapun, dalam artian, manusia atau mahluk tak dapat melakukan apapun, kecuali atas kehendak Allah atas mahluknya, jadi gerak dan diamnya seluruh mahluk dan alam semesta ini terlebih dahulu telah berada pada ketentuan Qadar/Qadanya Allah, maka sesungguhnya yang di maksud usaha ataupun ihktiar pada mahluk (manusia) tak lain adalah datangnya dari ketentuan Allah juga, bukan atas kehendak mahluk (manusia) nya itu sendiri.Atas pandangan tersebut (musyahadah) inilah, maka Rasulullah s.a.w. tidak mendoakan kehancuran bagi kaumnya yang telah menyakiti Beliau.Catatan :Bermacam macam hinaan, cacian, bahkan siksaan yang dilancarkan oleh golongan Jahiliyah kepada Rasullullah s.a.w. namun beliau balas dengan doa :۱ﻟﻠﻬﻢ۱ﻫﺪﻗﻮﻣﻲٳﻧﻬﻢﻻﯾﻌﻠﻤﻮن(Allahummah diiqaumi innahum la ya’lamuun)Artinya : “Ya Allah, Tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui”Apabila anda tetap selalu atas pandangan (Musyahadah) Tauhidul Af’al dengan penuh yakin (Tahkik) maka terlepaslah anda dari pada penyakit dan bahaya Syirik Khofi sebagaimana tersebut diatas.Sehingga akhirnya anda dapat menyaksikan dengan jelas bahwa ygang berupa UJUD MAJASI (Ujud bayangan) ini lenyap dan hilang sirna, dengan nyatanya NUR UJUDULLAH yang hakiki.Catatan :Apalah artinya cahaya pelita yang dinyalakan disiang hari, dibandingkan dengan cahaya mentari yang cerah memancar.Apabila secara terus menerus anda melati dengan pandangan/musyahadah demikian sedikit demi sedikit dengan tidak tercampur baur antara pandngan lahir dan pandangan batin, maka sampailah anda pad suatu “Maqom (Tingkatan)” yang dinamakan MAQOM WIHDATUL AF’AL.Pada tingkatan ini, berarti Fana (lenyap) segala perbuatan mahluk-perbuatana anda sendiri ataupun perbuatan yang lain dari anda –  karena “nyatanya” perbuatan Allah Yang Maha Hebat. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)

Tauhid Zat Bukan Kunhi Zat

9Tauhid Zat Bukan Kunhi Zat

      2 VotesPengertian tauhid zat adalah mengesakan Allah pada zat. Maqam tauhid zat merupakan maqam tertinggi dan merupakan puncak pengetahuan dan musyahadah orang yang Arif.Bagi Arifin yang telah sampai pada maqam ini, mereka merasakan kelezatan spiritual yang tiada tara. Dan maqam ini juga merupakan batas akhir pencarian (seluruh makhluk), dalam perjalanan menuju kepada-Nya.Batas PengetahuanTauhid Zat itu berbeda dengan Kunhi Zat. Karena itu, tidak ada seorang pun yang sampai pada maqam ini yaitu maqam Kunhi Zatullah  termasuk para Nabi Mursal dan Malaikat muqarrabin. Dalam firman Allah dijelaskan:وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ .“Dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. “ (Ali Imran: 30).Namun dalam ayat tersebut para ulama ahli hakikat memiliki penafsiran sebagai berikut “Yakni Allah memperingatkamu bahwa ma’rifahmu tidak akan sampai kepada Kunhi Zat-Nya.”Pendapat tersebut telah diperkuat dengan hadits Nabi Muhammad Saw.:كُلُّكُمْ فِى ذَاتِ اللهِ اَحْمَقُ .“Kamu semua tidak akan sampai pada Kunhi Zat Allah.”Dalam hal ini, Syekh Abdul Wahab as-Sya’rani qs. dalam kitabal-Jawahir wa al-Durar, menerjemahkan perkataan Syekhnya Sayyidi Ali al-Khawas ra. sebagai berikut: “Bahwa pengetahuan makhluk terhadap Allah tidak akan sampai kepada zat-Nya, karena Ia (Allah) bukan ’ain (wujud materi) yang dihukumkan oleh akal, dan bukan pula ’ain yang dihukumkan oleh syuhud dalam hati dan mata. Melainkan Ia dibalik semua itu. Dengan demikian, Allah bukan’ain yang dikenal oleh manusia dan bukan pula Ia ’ain yang tidak diketahui. Karena itu, bagi siapapun yang mengetahui hal itu, maka ia wajib menyembah kepada zat yang suci lagi gaib. Dan yang demikian itulah yang disebut ibadah yang paling sempurna”.Jadi, tidak ada yang sampai pada maqam ini (tauhid zat) kecuali Nabi kita Muhammad Saw. Dan para Anbiya’ dan Aulia’ yang berada di bawah bimbingan-Nya. Karena hanya Nabi Muhammad Saw. yang diciptakan dari Zat-Nya. sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ra.Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Jabir! Yang pertama kali diciptakan Allah adalah Cahaya Nabimu. Dari Cahaya itulah kemudian diciptakan segala sesuatu, termasuk engkau di dalam segala sesuatu itu.”Tauhid & CaranyaCara mengesakan Allah pada zat, adalah dengan memandang melalui mata kepala dan mata hati, bahwa tiada yang maujud di dalam wujud ini kecuali hanya Allah. Dengan kata lain, dalam maqam tauhid zat ini seorang hamba fana’ dari segala zat di bawah zat Allah. Tiada zat yang maujud melainkan wujudullah, sedangkan wujud makhluk adalah ma’dum (yang ditiadakan). Karena wujud selain Allah bukan wujud itu sendiri, melainkan ia wujud dengan Allah. Artinya, wujud makhluk berdiri dengan wujud Allah, dan tidak berdiri sendiri. Karena itu, wujud makhluk sebenarnya bersifat khayal (imajinatif) dan waham (menciptakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada).Dalam hal ini, Syekh Arif billah Maulana as-Syekh Shidiq bin Umar Khan ra. menjelaskan: “Segala wujud selain Allah bagaikan wujud yang kita lihat di dalam mimpi, yang segera sirna saat kita terjaga. Demikianlah gambaran tentang wujud gairullah (selain Allah).”Karenanya, untuk dapat merasakan pandangan bahwa tiada wujud di alam semesta ini kecuali wujud Allah, maka kita harus mematikan diri.Mati & MaknanyaMengenai mati, menurut ulama ahli tasawuf, dibagi menjadi dua, yakni Mati hissi yaitu berpisahnya ruh dari jasad. Dan Mati ma’nawi yaitu mati secara makna, yang berarti jasadnya masih hidup akan tetapi nafsunya mati.Ketika seseorang mati, baik secara hissi maupun ma’nawi maka hilanglah wujud gairullah. Karena saat itulah sesungguhnya kita baru betul-betul terjaga. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:النَّاسُ نِيَامٌ فَاِذَا مَاتُوْا إِنْتَبَهُوْ“Manusia dalam keadaan tidur maka apabila mereka mati maka mereka baru jaga (dari tidurnya).”Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. juga menjelaskan:مُوْتُوْا قَبْلَ اَنْ تَمُوْتُوْا وَمَنْ اَرَادَ اَنْ يَنْظُرَ اِلَى مَيِّتٍ يَمْشِى عَلَى وَجْهِ اْلاَرْضِ فَلْيَنْظُر اِلَى اَبِى بَكْرٍ“Matikanlah dirimu sebelum kamu mati dan barang siapa ingin melihat mayat berjalan di atas bumi maka lihatlah Abu Bakar.”Orang yang sampai pada tahap mati ma’nawi, seluruh nafsunya seperti nafsu ammarah, lawwamah dan sawwalat telah mengalami proses kematian. Sehingga dalam pandangannya meyakini bahwa segala wujud gairullah (selain Allah) fana’ dan hakikatnya tidak ada. Karena itu, Wujudullah adalah wujud yang sebenarnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:اَلاَ كُلُّ شَيْئٍ مَا خَلاَ اللهُ بَاطِلٌ .“Ingatlah ! Tiap-tiap sesuatu selain Allah adalah batil (adanya).” Adapun dalil yang memperkuat pendapat tersebut banyak sekali. Seperti firman Allah SWT.كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ .“Semua yang ada di bumi itu akan binasa Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 26-27)Para ulama ahli hakikat menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut: “Bermula tiap-tiap sesuatu baik semua hewan atau yang tersusun dari zat dan sifat semuanya binasa pada masa dahulu dan masa sekarang dan masa yang akan datang. Dan yang kekal hanya zat Tuhanmu, yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”Dalam ayat lain juga dijelaskan:كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ اِلاَّ وَجْهَهُ .“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (Al Qashash: 88)Ayat tersebut ditafsirkan oleh ulama ahli hakikat sebagai berikut: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, baik pada masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, kecuali Zat Allah yang tiada binasa.”Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. juga dijelaskan:كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْئٌ مَعَهُ .“Yang ada hanya Allah dan tidak ada sesuatu serta-Nya.”Selain itu, juga ada maqalah Ulama yang menambahkan:وَهُوَ اْلاَنَ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ كَانَ .“Dan Dia (Allah) pada masa sekarang ini adalah ada pada-Nya masa yang telah lampau..”Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. juga dijelaskan:وَالَّذِيْ نَفْسٌ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ اَنَّكُمْ دَلَيْتُمْ بِحَبْلٍ اِلَى اْلاَرْضِ لَهَبِطَ عَلَى اللهِ ثُمَّ قَرَأَ هُوَ اْلاَوَّلُ وَاْلاَخِرُ ……. اْلاَيَة“Demi Zat yang jiwa Muhammad ada pada Qudrat-Nya, jikalau kamu ulurkan tali dari langit ke bumi niscaya turun dari awal hingga akhirnya Wujudullah kemudian membaca “HUWAL AWWALU WAL AKHIRU…… (hingga akhir ayat 3 Surat Al Hadid).”Kesimpulannya adalah, bahwa segala wujud yang disandarkan kepada Wujudullah yang hakiki, itu hanya khayal (imajinatif), waham (ilustratif) dan majazi (metaforis). Karena wujudnya antara dua ’adam (tidak ada) sedangkan wujud di antara dua ’adam itu ’adam. Tidak ada wujud yang berdiri sendiri, kecuali dengan Wujudullah. Artinya, wujud alam semesta berdiri dengan Wujudullah. Karena itu, tidak ada wujud yang sesungguhnya, kecuali hanya wujud Allah SWT. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)

Ketiadaan Diri

Ketiadaan Diri

      4 VotesTitik penting seorang sâlikîn yang sedang berjalan menuju Allah SWT adalah ketika ia telah sampai pada maqâm fanâ’. Sebuah keadaan dimana ke-diri-an (kehambaan) seseorang telah “tiada”. Dalam situasi demikian bagi sâlikîn yang bersangkutan tidak ada lagi yang hidup kecuali Allah SWT, dan sirnalah semua yang tampak.Yang dimaksud dengan fanâ’ (hilang) di sini bukan fanâ’ fi al-jism atau fanâ’ secara lahiriah. Tapi fanâ’ secara maknawiah, yaitu fanâ’ atau hilang dari wilayah akidah. Fanâ’ fillâh dengan baqâ’ billâh. Fanâ’ fillâh konsep dasarnya adalah Lâ ilâha Illâ Allâh. Semua hal hanya untuk diri-Nya dan tidak untuk yang lainnya. Sebagai bukti konkret orang yang telah fanâ’ adalah ia senantiasa meyakini konsep lâ hawla wa lâquwwata illâ billâh al ‘aliyy al adzîm. Tak ada kekuatan diri, tak ada kemampuan diri, kecuali kekuatan dan kemampuan diri Allah SWT. Pada diri Rasulullah SAW kondisi fana tampak pada periode Mekkah. Semua ketakwaan beliau dan berbagai mukjizat yang terjadi selama periode Mekkah merupakan bukti kuat akan hal itu.Seorang sâlikîn yang tengah fanâ’ tampak jelas dalam sifat kesehariannya. Berbagai emosi dan reaksi negatif yang biasa bersemayam dalam diri telah berubah menjadi sebaliknya. Tenang, kuat, dan sabar ketika menghadapi gelombang kehidupan merupakan bukti kuat bahwa seseorang telah fana. Bahkan, ketika dicaci-maki oleh banyak orang pun ia tidak serta merta balas memaki atau membenci. Karena, baginya yang penting Allah SWT tidak murka dan membencinya. Konsentrasinya hanya pada Sang Khalik. Semua yang dilakukannya senantiasa berangkat dari kesadaran kehambaan yang harus senantiasa memiliki catatan baik di sisi Allah SWT.Dalam keseharian, orang yang fanâ’ sepertinya tampak masa bodoh dan asyik dengan dirinya sendiri. Berbagai hal di luar dirinya hanya mendapat sedikit perhatian dan sedikit memberi dampak padanya. Bahkan ketika ia tengah dalam keadaan serba berkekurangan, ia tetap bergeming. Ia tetap bersyukur dan senantiasa mengucap alhamdulillâh.Fanâ’ bagi seseorang yang belum berkeluarga barangkali tidak menjadi masalah. Tapi lain halnya bila ia telah menikah atau bahkan harus menanggung jawabi orang seisi rumah. Karena sikap kesehariannya terkesan santai dan tidak peduli, sudah barang tentu membuat khawatir banyak orang. Meski, sesungguhnya fana yang benar adalah fanâ’yang tetap pada kesadaran kemanusiaannya, dan tetap sadar pada tanggung jawab sosialnya.Seseorang yang masih termasuk dalam kategori seorang sâlikîn, fana-nya masih kerap tidak stabil. Ia sering fanâ’ hanya untuk hal-hal yang enak baginya, tapi tidak fanâ’ ketika menghadapi hal buruk yang tidak sesuai dengan kehendak hatinya. Karena itu, agarfanâ’ yang terjadi pada seorang salikin adalah fanâ’ yang benar menurut agama dan fanâ’nya stabil, dibutuhkan bimbingan seorang Mursyid. Tidak hanya fanâ’ ketika dalam kesenangan, tapi juga mampu fanâ’ dalam kesulitan. Karena fanâ’ dalam bimbingan seorang Mursyid adalah fanâ’ yang terstruktur, yakni dengan ilmu dan amal yang disebut jalan mutawasith pertengahan). Sehingga yang terjadi adalah fanâ’ yang tidak membuat orang disekelilingnya menjadi gelisah dan marah. Karena ia tetap hidup normal dan menjalankan kewajiban sosialnya dengan baik, namun orientasinya tetap pada hati nurani.Zaman dahulu, proses fanâ’ dilalui lewat berbagai proses yang terkadang sulit diterima oleh akal, seperti khalwat di gua hingga ditidurkan selama ratusan tahun. Namun tentu saja hal itu bisa terjadi karena situasi dan kondisi zamannya memang berbeda dengan sekarang. Maka, proses pembelajaran dan laku olah spiritualnya pun berbeda. Contohnya, di zaman sekarang bayak orang lebih mengutamakan syariatnya daripada tauhidnya. Sehingga, akhirnya keislamannya pun hanya di permukaan, tidak menyentuh keislaman yang mendalam-Islam yang sesungguhnya.Tantangan lain, kalau dulu orang melakukan khalwat dengan jalan menyendiri di tempat-tempat sepi macam di gua, maka sekarang orang dituntut untuk bisa khalwat dan ‘uzlah di tengah-tengah masyarakat ramai. Artinya, hati kita tetap terpaut dengan Allah SWT meski fisik jasmaniah kita sibuk dengan kegiatan kemasyarakatan, bekerja mencari nafkah, dan kesibukan mengurus keluarga.Harus disadari betul bahwa yang khalwat itu adalah khalwat hati bukan jasad. Dan kesadaranpun harus terusdijaga, bahwa pengamalan ma’rifah, pengamalan hakikat, dan pengamalan aqidah merupakan bagian dari perjalanan kita menuju Allah SWT, dan kemampuan kita melakukan khalwat juga merupakan anugerah-Nya. Maka, semua itu harus dikembalikan kepada Allah SWT. Jadi, yang khalwat itu benar-benar bukan jasadnya, melainkan hati dan pikirannya. Hati harus senantiasa menghadirkan Allah SWT, belajar pada setiap keadaan, dan belajar pada setiap persoalan, serta mengembalikan semua yang terjadi pada Allah SWT. Bahkan, bagi seorang mursyid pun khalwat juga merupakan anugerah. Tidak ada seorang pun yang bisa khalwat kalau bukan karena mendapat anugerah-Nya.Kata Syaikh Abd al-Qâdir al-Jailanî, banyak orang yang tersesat oleh jin dan iblis ketika berkhalwat. Hal itu bisa terjadi karena minimnya ilmu pengetahuan dan tidak mendapat bimbingan dari seorang Mursyid. Syaikh Abd al-Qâdir al-Jailanî demikian khusyuk dan bergeming ketika tengah ber-khalwat meski digoda oleh iblis. Hanya Allah, Allah dan Allah yang memenuhi ruang batin beliau. Keyakinan bahwa bukan ilmu yang ada padanya yang memberinya kekuatan, namun Allah SWT lah yang memberinya kekuatan dan kemampuan. Akhirnya, beliau pun selamat dan berhasil menyelesaikan khalwat-nya dengan baik.Di zaman yang serba sibuk sekarang ini, kita tidak perlu melakukan khalwat munfarid atau khalwat di suatu tempat yang sepi. Kita justru dituntut mampu melakukan khalwat hakiki (di dalam hati). Hati senantiasa memandang kepada Allah SWT meski fisik jasmaniah sibuk menjalani hidup keseharian.Khalifah di Muka BumiHakikatnya, manusia adalah khalifah Allah SWT di muka bumi. Namun, tidak sembarang orang bisa disebut khalifah. Yang bisa benar-benar di katakan khalifah adalah mereka yang sudah “sampai” (secara iman-hati-piki-ran) kepada Allah SWT. Sedangkan mereka yang belum sampai belum pantas menyandang khalifah, karena berarti ia belum punya bekal sebagaimana Nabi Adam AS yang diberi bekal oleh Allah SWT nama-nama di bumi dan di langit. “Barang siapa yang ma’rifatullâh maka tidak ada sesuatu apa pun yang tersembunyi di langit maupun di bumi.” Artinya, ia paham dengan basyirah al-qalbi maupun ladunni. Bahkan, bila ada sesuatu yang tersembunyi sekalipun dia paham, apa yang belum terjadipun dia tahu karena ia diberitahu oleh Allah SWT. Itulah ilmu ladunni.Ada pula orang yang disebut Âlim al-Rabbânî, yaitu orang yang ‘alim (paham-ahli) dengan Tuhannya, bukan ulama lahiriah. Seorang ulama lahiriah biasanya hanya mampu membaca kitab, sedangkan seorang professor biasanya hanya fasih berwacana tentang agama maupun tasawuf (ia tidak mengamalkan secara mendalam). Berbeda dengan orang yang Âlim al-Rabbânî, yang diberi ilmu ladunni oleh Allah SWT, yang setiap saat membutuhkan ilmu dengan mudah ia memperolehnya, namun sembari tetap mengembalikan semua ilmunya kepada Allah SWT. Orang semacam itu tidak pernah kehabisan jawaban. Semakin banyak orang bertanya padanya, makin mudah ia menjawabnya.Orang yang Âlim al-Rabbânî juga orang yang sosoknya low profile (rendah hati). Ia tidak akan mengumbar kata-kata kalau tidak ada yang bertanya. Kecuali pada waktu-waktu tertentu ketika ia menjalankan rutinitas tugasnya sebagai ulama. Seperti Rasulullah SAW yang tidak akan mengeluarkan (ilmunya) bila tidak ditanya oleh umatnya. kecuali ketika beliau harus menyampaikan wahyu. Makanya, semua asbâb al-nuzûl dan asbâb al-wurûd Al-Quran dan Al-Hadis itu merupakan hasil pertanyaan dari para sahabat. Begitu juga orang yang dekat dengan Allah SWT. Ia akan diberikan ilham yang sifatnya setingkat dengan wahyu, dan firman Allah akan jelas dan gamblang apabila penjelasannya didasari oleh ilham. Cara Allah memelihara Al-Quran tidak sebatas penjilidan. Karena, penjilidan bisa dilakukan oleh siapa saja. Tapi pemahaman Al-Quran hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang bersih hatinya dan diangkat oleh Allah SWT. Sebagaimana janji Allah SWT, “Kami yang menurunkan Al-Quran dan kami yang memelihara.” Maka Allah SWT menurunkan orang-orang yang diisi hatinya dengan ilham untuk mengurai Al-Quran yang sesungguhnya bukan semena-mena dalam bentuk ta’wil.Ilham dan WahyuTurunnya ilham itu sama seperti wahyu. Terkadang mudah dan nikmat, terkadang diterima dengan rasasakit di kepala, dan lain sebagainya. Wahyu dengan ilham tidak berbeda jauh. Bedanya kalau ilham itu tidak boleh ditulis karena akan mengganggu, sebagaimana Rasulullah SAW yang tidak pernah menyuruh sahabat untuk menulis hadis, meski bila para sahabat menulis pun tidak apa-apa, karena bukan merupakan sebuah larangan keras.Setiap salikin dianjurkan untuk menimba ilmu dari yang “hidup” , artinya ia menimba ilmu dari seorang mursyid. Sebagaimana Abu Yazid menyatakan, “Hai kamu, mengambil ilmu dari mayit ilal mayit. Kamu ambil ilmu dari buku (benda mati), kemudian diajarkan ke orang dan orang itu juga mati, maka ilmunya tidak akan berkembang dan tidak ada berkahnya.” Karena yang benar adalah mengambil ilmu dari yang “hidup” yang tidak pernah mati. Banyak ulama yang belajar dengan, katanya. Katanya kitab ini, dan katanya kitab itu. Dan, bagi siapa saja yang mengajarkan ilmu dan dia merasa bisa mengajar-berarti dia hamba, dan hamba itu mati. Lain halnya seorang Mursyid, yang tidak pernah merasa memberi sesuatu (ilmu), dan tidak pilih kasih pada murid-muridnya. Semua sâlikîn diperlakukan sama dan mendapat perhatian serta kasih sayang yang sama darinya. (Salinan dari annafiz.wordpress.com)

Surga Tercipta dari Citra Muhammad

Surga Tercipta dari Citra Muhammad

      Rate ThisCatatan ; Pahami betul metafor yang  digunakan, agar  tidak terjebak pada makna-makna simbolnya.Shurah (Citra) Muhammad adalah tajalli al Haq dengan nama-Nya al Mannan (Yang memberi nikmat). Darinya al Haq menciptakan surga-surga, kemudian Dia bertajalli dengan nama-Nya al Lathiif (Yang lemah lembut). Yang dijadikan tempat bagi segenap manusia mulia dan insan-insan yang dimuliakan oleh-Nya. Surga itu terbagi atas delapan tingkatan, setiap tingkat memiliki taman-taman surga yang banyak sekali, setiap taman memiliki tingkatan yang tidak terbilang jumlahnya. Tingkat Pertama : Surga Salaam, surga ini dinamakan jugasurga al Mujazah (balasan), al Haq menciptakan pintu surga ini dari amal shaleh (laku kabaikan), di dalamnya Dia bertajalli dengan nama-Nya al Hasiib (Yang menghitung-hitung). Penghuni surga ini murni karena perolehan pahala dari lakukebaikan, sabda Rasulullah  Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Orang seorang tidak akan masuk surga dengan amalnya, adalah beliau maksudkan khusus untuk surga Mawahib (pemberian), adapun surga al Mujazah, untuk memasukinya adalah dengan amal-amal shaleh (perbuatan baik), terkait dengan hak penghuni surga ini al Haq berfirman : Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. (Q.s. an Najm 53 : 39 – 41). Dengan demikian tidak seorangpun bisa memasuki surga ini, kecuali dengan amal (perbuatan) baik. Semantis logikanya barang siapa yang tidak berbuat amal shaleh, tidak akan bisa memasukinya. Surga ini juga dinamakan al Yusrah, al Haq berfirman : Adapun orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, dan bertaqwa. Dan membenarkan adanya pahala yang baik. Maka Kami kelak akan menyiapkan baginyajalan yang mudah. (Q.s. al Lail 92 : 5 – 7) maksudnya adalah laku perbuatan yang sedikit, tapi diterima oleh-Nya, keterkabulan itu membuat pelakunya dimudahkan memasuki surga. Tingkat Kedua : Surga Khuldi atau surga al Makasib (perolehan). Perbedaan antara surga al Mujazah dan surga al Makasib. Surga al Mujazah terkait dengan kadar perbuatan baik yang membuahkan balasan dari-Nya, sedang surga al Makasib merupakan keberuntungan murni, karena surga ini produk daripada aqidah (keyakinan) dan prasangka baik kepada al Haq. Esensinya surga balasan hasil kerja fisik sedang surga perolehan murni karena pemberian tanpa kerja fisik, al Haq menampakkan diri-Nya kepada penghuni surga ini dengan nama-Nya al Badi’ (Yang menjadikan). Dia tampakkan diri-Nya kepada para pemeluk keyakinan yang lurus dan benar yang tidak menciptakan bid’ah-bid’ah ketuhanan. Pintu surga ini terbuat dari aqidah yang benar dan prasangka baik kepada al Haq, serta Rajaa’ (Harapan) kepada-Nya, tidak akan bisa masuk surga ini kecuali mereka yang terkait dengan ketiga hal tersebut. Surga ini dinamakan dengan al Makasib, sebab lawan dari perolehan adalah kerugian, yang disebabkan oleh prasangka buruk kepada al Haq, Dia berfiman : Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orangyang merugi. (Q.s. Fushshilaat 41 : 23) Insan yang mentradisikan prasangka buruk kepada al Haq, akan terjerembab ke dalam api kerugian tak bertepi, sedangkan orang yang mentradisikan prasangka baik kepada al Haq, akan menjadi penghuni surga al Makasib. Tingkat Ketiga: Surga Mawahib (pemberian). Ketahuilah pemberian al Haq tidak berpenghabisan, Dia Maha Memberi, kadang pemberian-Nya jamak lebih banyak kepada hamba yang tiada beramal dan tidak berkeyakinan, ketimbang kepada hamba-Nya yang beramal dan berkeyakinan, ada hikmah berserak dibalik realita tersebut, yang patut direnungkan. Dalam surga ini terdapat para pemeluk setiap agama, dan jenis manusia dari berbagai bangsa dari anak cucu Adam as, mereka yang memasuki surga ini akan tampak dihadapan mereka nama-Nya al Wahhab (Yang memberi). Tidak ada satupun yang memasuki surga ini, kecuali atas pemberian al Haq, dialah sejatinya surga yang disabdakan Rasulullah  Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , Surga itu tiada satupun yang bisa masuk karena amalnya. Para sahabat bertanya, sampai engkau sekalipun wahai rasul, ? Rasul saw menjawab bahkan aku sendiripun tidak bisa, kecuali orang-orang yang beroleh rahmat pemberian-Nya, surga ini paling luas dari surga-surga yang ada, surga ini pula sejatinya dari firman-Nya, Rahmat Ku, meliputi segala sesuatu, tidak ada satupun yang mampu menjangkau rahasia dibalik kehendak pemberian-Nya, kepada mereka-mereka yang dimasukkan ke dalam surga ini sejalan dengan kehendak-Nya. Bahkan akal dan estimasi tidak akan mampu menakarnya, siapa saja yang akan beroleh nikmat pemberian-Nya dimasukkan surga ini, karena hal itu murni hak preogratif al Haq, akal dan estimasi manusia tidak mampu menakarnya. Warta ketuhanan mengabarkan, penghuni surga ini terdiri atas pemeluk agama-agama dari segala generasi (kurun) dari berbagai bangsa yang ada dalam makro kosmos, bukan semua pemeluknya tapi sebagian pemeluk agama-agama tersebut, ini jelas berbeda dengan surga al Mujazah yang dikhususkan bagi insan-insan pelaku amal shaleh. Surga al Makasib disebut surga terluas, karena tiket masuknya adalah al Ribh (keberuntungan), sedang modal keberuntungan itu diperoleh dengan prasangka baik kepada al Haq, dan kelurusan aqidah, surga ini (al Mawahib) adalah yang terluas dari surga-surga yang ada. Surga inilah sejatinya yang disebut dalam firman Qur’ani dengan al Ma’wah. al Haqberfirman : Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka bagi mereka surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Qs. as Sajdah 32 : 19). Penyebutan surga dengan redaksi tempat kediaman bukan balasan, sebagai bentuk pewartaan bahwasanya Dia memasukkan mereka ke surga pemberian, bukan surga balasan ataupun surga perolehan. Proses penurunan mereka ke surga itu adalah dengan prosedur ketuhanan yang diatur dalam pundi-pundi rahasia al Haq. Kasih pemberian dan apresiasiNya tidak terbatas melalui laku kebaikan, terlebih hanya dikhususkan bagi pelaku kebaikan saja, Pahami ini dengan jeli dan betul! Tingkatan Keempat: Surga al Istihqoq (kepemilikan), Surga al Na’im (kenikmatan), Surga al Fitroh (fitrah). Surga ini bukan merupakan balasan atau pemberian, surga ini diperuntukkan bagi orang-orang khusus, yang eksis pada ketentuan hakiki kodrat penciptaan mereka karenanya surga ini merupakan hak dan milik asli insan-insan yang pergi dari alam dunia ini sedang ruh mereka tetap pada fitrah penciptaan dasar, surga ini juga milik mereka yang menjalani kehidupan transendental sepanjang umurnya di dunia ini, sementara ruh mereka dalam naungan fitrah, yakni mereka adalah para Bahlul (cacat mental), anak-anak yang belum menginjak akil balig, orang-orang yang tidak waras (gila). Surga ini diperuntukkan bagi mereka-mereka yang mensucikan dirinya dengan amal shaleh, laku Mujahadah, Riyadlah, dan Mua’amalah yang baik bersama al Haq, sehingga ruh mereka terjernihkan dari kisi-kisi keburukan sifat kemanusiaan, dan kembali ke fitrah penciptaannya. Sedang fitrah dasar penciptaan manusia itu seperti yang difirmankan al Haq. Sesungguhnya Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (Q.s. at Tiin 95 : 4) namun ketika manusia mengotori dirinya,Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. (Q.s. at Tiin 95 : 5), sedangkan manusia-manusia yang mensucikan dirinya, merekalah itulah yang diapresiasikan al Haq dalam firman-Nya, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh : maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (Q.s. at Tiin 95 : 6).Surga ini dinamakan surga kepemilikan, karena mereka memang berhak masuk kedalamnya, tanpa proses, ganjaran, pemberian, perolehan dari laku amal kebaikan. Manusia-manusia yang mensucikan jiwa mereka hingga bisa kembali ke fitrah penciptaan, itulah yang disebut al Abraar, (para pembakti) al Haq berfirman : Sesungguhnya orang-orang banyak berbakti, benar-benarberada dalam surga yang penuh kenikmatan. (Q.s. al Infithaar 82 : 4) makna yang tersirat dari ayat ini adalah, bahwasanya al Haq bertajalli kepada para penghuni surga ini dengan nama-Nya al Haq, mereka yang tidak mensucikan fitrah penciptaannya, tidak berhak memasuki surga ini. Mereka yang berusaha mensucikan jiwanya lantas dipanggil keharibaan-Nya, ia berhak memasuki surga ini, diantara penghuninya ada juga insan yang telah dimasukkan neraka-Nya, hingga dosa-dosanya tersterilkan, dan kembali ke fitrahnya, setelah itu al Haq memasukkannya ke dalam surga ini. Atap surga ini bernama Arsy, berbeda dengan atap-atap surga sebelumnya, surga al A’lah atapnya bernama al Adna, surga Salaam atapnya bernama Khuldi, sedangkan surga Khuldi atapnya bernama surga al Ma’wah, adapun surga Ma’wah atapnya bernama surga al Istihqoq, surga al Fitrah atau surga al Na’im atapnya adalah Arsy. Tingkatan Kelima: Surga Firdaus, ia adalah surga makrifat, buminya membentang luas tak bertepi, semakin tinggi penghuninya mendaki semakin mengerucut keluasannya, bahkan puncaknya lebih kecil dibandingkan lubang jarum, tidak ada pepohonan, sungai, istana, bidadari, kecuali jika sang penghuni melihat ke surga di tingkatan bawahnya, jika mereka menginginkan kenikmatan surgawi itu ia bisa turun ke surga ditingkat bawah. Di surga makrifah ini tidak didapati bidadari, para muda tampan atau istana-istana surgawi, surga ini berada didepan pintu Arsy, penghuni surga ini selalu Musyahadah (dalam nuansa penyaksian), karena penghuninya merupakan para penyaksi, yakni penyaksi keagungan dan keindahan, serta kebagusan serta kasih kebaikan Ilahiyah (ketuhanan), mereka gugur dalam naungan rasa kasih cinta dijalan al Haq, dan Dia mencintai mereka, para penghuni surga ini adalah para pecinta al Haq yang gugur dengan pedang fana’ (ekstase) atas nasfsu-nafsu diri mereka, sehingga tidak menyaksikan kecuali kekasih sejati (al Haq) mereka. Surga ini dinamakan pula dengan surga’ Wasilah’ (penghubung) karena makrifah merupakan penghubung antara orang yang arif dengan yang dimakrifahi Dia-lah al Haq, penghuni surga ini paling sedikit dibanding surga-surga lainnya, demikian halnya semakin tinggi dakian surga ini semakin sedikit pula penghuni puncaknya. Tingkat Keenam: Surga Fadhilah (Keutamaan). Penghuninya adalah para Shidiqin (insan-insan yang mentradisikan kebenaran dan kelurusan), al Haq memberi apresiasi yang tinggi kepada mereka dan menempatkan mereka di Sisi Tuhan Yang Berkuasa surga ini disebut surga asma (nama-nama)-Nya, yang terhamparkan diatas tingkatan-tingkatan Arsy, penghuninya lebih sedikit ketimbang surga Firdaus atau Makrifat, namun kedudukannya paling tinggi dihadapan al Haq, karenanya penghuninya disebut penikmat kelezatan Ilahiyah (ketuhanan). Tingkat Ketujuh : dinamakan surga al Darajah al Rafi’ah (tingkatan tinggi). la merupakan surga sifat-sifat-Nya dari dimensi nama-nama-Nya, ia surga dzat-Nya dari dimensi bentuk, buminya adalah dasar Arsy, penghuninya disebut ahli hakekat dan ahli makrifah hakekat-hakekat ke-Tuhan-an, penghuninya paling sedikit dibanding surga-surga-Nya yang lain, penghuninya merupakan al Muqorrobin (insan-insan paling dekat) dengan al Haq dan para khalifah (pengganti) ketuhanan. Mereka adalah insan-insan yang menyembunyikan diri dan memiliki hasrat kuat dalam mengarungi samudera kehakikian al Haq. Dalam pengembaraan ruhiyahku, aku melihat Ibrahim al Kholil (sang terkasih) berdiri disebelah kanan surga ini, melihat ke arah tengah, aku melihat komunitas para rasul dan nabi serta para kekasih Allah (wali), di sebelah kiri surga ini, mereka memfokuskan perhatian mereka ke arah tengah surga ini, aku melihat Rasulullah  Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di tengah-tengah surga ini, sambil mengarahkan pandangan ke tiang pancang Arsy, memohon keharibaan-Nya maqom Mahmud (kedudukan mulia) dan al Haq mengabulkan permohonan baginda Rasulullah  Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam Tingkat Kedelapan : dinamakan surga Maqom Mahmud (Kedudukan Mulia). Ia merupakan surga dzat, buminya dari atap Arsy, yang tiada seorangpun bisa sampai kepadanya, setiap penghuni surga ini berusaha bisa Wushul (sampai) ke atap Arsy ini, sebagian orang berasumsi surga ini ditegakkan hanya dengan hakekat asma-Nya, prediksi mereka tidaklah salah, surga ini diperuntukkan bagi Rasulullah  Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam , sejalan dengan sabdanya dalam sebuah hadist Sesungguhnya Maqom Mahmud, merupakan tempat tertinggi di dalam surga, ia diperuntukkan hanya untuk satu orang saja, aku berharap satu-satunya orang itu adalah diriku. al Haq lantas mewartakan bahwasanya Dia mengabulkan permintaan Muhammad saw tersebut, dan mengkhususkan surga untuk beliau seorang. Kita wajib percaya dengan sabda Rasulullah  Muhammad  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut, Dan tiadalah yang dia ucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (Q.s. an Najm 53  : 4 – 5) Bahwa al Haq menciptakan dari citra Muhammad ini surga yang multi kenikmatan bagi para mukminin dan neraka dengan ragam siksa yang ada di dalamnya, al Haq juga menciptakan dari citra Muhammad ini citra Adam, sebagai bentuk duplikat dari citra Muhammad tersebut, ketika Adam diusir dari surga-Nya, maka terpisah pula citra dirinya, karena keterpisahannya dengan alam ruh. Pahamilah ketika Adam berada disurga, eksistensi fisiknya belum diwujudkan secara Lahiriyah seperti tubuh yg digunakan didalam dunia, ia hanya di-ada-kan al Haq dalam bentuk rasa, karenanya orang seorang tidak akan bisa memasuki surga-Nya, kecuali bila ia bisa menemukan rasa fitri-nya, ketika Adam diusir ke bumi rasa fitri-nya tetap tinggal di surga, karena kehidupan-nya di surga bercitrakan rasa yang lahir dari nafs-nya, sedang kehidupannya di dunia bercitrakan ruh, ia bakal mati kecuali yang dikekalkan al Haq, melihat kepada-Nya dengan pandangan dzat-Nya, hak-hak-Nya, sifat-sifat-Nya dan asma-asma-Nya. Nasibnya dalam kehidupan dunia ini bercitrakan Qudrah al Haq yang menentukan wajah kehidupannya di kampung akhirat, al Haq tidak memberi citra kepada nafs (jiwa) hamba-Nya, kecuali dalam ‘rasa’Tingkat Kesembilan : Disebut surga Musyahadah ( Memandang Wajah Allah ” Kadzuljalali Wal Ikram “ ) , akan kita jelaskan  nanti dalam penjelasan tersendiri . (Disalin dari annafiz.wordpress.com)

Penciptaan Tubuh Muhammad

Penciptaan Tubuh Muhammad

      4 VotesKa’ab al Ahbaar radhiy-Allahu ‘anhu mengatakan, “Ketika Allah SWT menginginkan untuk menciptakan Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Ia memerintahkan Malaikat Jibril untuk membawa kepada-Nya tanah liat yang menjadi jantung dari bumi, yang menjadi kemegahan dan cahayanya. Jibril pun turun, ditemani beberapa malaikat dari Tempat Tertinggi di Surga. Ia mengambil segenggam tanah untuk penciptaan Nabisall-Allahu ‘alaihi wasallam dari suatu tempat yang kini menjadi makam suci beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam; tanah itu berkilau putih cerah. Kemudian ia meramas dan mengadun tanah itu dengan air ciptaan terbaik dari Air Terjun SyurgawiTasniim, yang berada dalam sungai-sungai jernih yang mengalir di Syurga. Ia mengaduninya sampai tanah itu menjadi suatu mutiara putih dengan pancaran warna putihnya yang cemerlang. Para malaikat membawanya, mengelilingi ‘Arasy Syurgawi dan gunung-gunung dan samudera. Dengan begitu, para malaikat dan seluruh makhluq menjadi tau akan keberadaan junjungan kita Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam dan kehormatan beliau; sebelum mereka mengetahui Adam.”Ibn ‘Abbas radhiy-Allahu ‘anhumengatakan, “Asal usul dari tanah liat Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam adalah dari pusat bumi, di Makkah, di titik di mana Ka’bah berdiri. Kerana itu pula, Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallammenjadi asal usul penciptaan, dan semua makhluq ciptaan adalah pengikut-pengikut beliau.”Pengarang Awarif al Ma’arif [al-Suhrawardi], berkata bahawa ketika Banjir meluap, menebarkan buih ke seluruh penjuru, esensi dari Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam berhenti hingga ke suatu tempat di dekat tanah kubur beliau di Madinah, sehingga beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam menjadi seseorang yang termasuk dalam Makkah maupun Madinah.Diriwayatkan bahawa ketika Allah Subhanahu Wa Ta’alamenciptakan Adam ‘alaihissalam, Ia Subhanahu Wa Ta’alamengilhamkan kepada Adam untuk bertanya, “Wahai Tuhan, mengapakah Engkau memberiku nama panggilan, Abu Muhammad (ayah dari Muhammad)?” Allah menjawab, “Wahai Adam, angkat kepalamu.” Adam pun mengangkat kepalanya dan ia melihat cahaya dari Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam dalam kubah ‘Arsy. Adam kemudian bertanya lagi, “Wahai Tuhan, cahaya apakah ini?” Allah menjawab, “Ini adalah cahaya dari seorang Nabi keturunanmu. Namanya di Syurga adalah Ahmad, dan di Bumi namanya Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam. Jika bukan demi dirinya, tentu Aku tidak akan menciptakan dirimu, tidak pula Langit, tidak pula Bumi.”‘Abd al-Razzaq meriwayatkan, dari Jabir bin ‘Abdullah radhiy-Allahu ‘anhu, bahwa ia berkata, “Ya RasulAllah, semoga ayahku dan ibuku dikorbankan demi dirimu, ceritakan padaku tentang hal pertama yang Allah ciptakan, sebelum yang lain-lainnya.” Beliau menjawab, “Wahai Jabir, Allah menciptakan, sebelum apa pun yang lain, cahaya Nabimu dari cahaya-Nya. Cahaya itu mulai bergerak ke mana pun Allah kehendaki dengan Qudrat Ilahiah Allah. Pada saat itu belum ada Tablet (Lauh) belum pula Pena; belum ada Syurga mahupun Neraka, tidak ada malaikat; tidak ada Langit, tidak pula Bumi; tak ada Matahari mahupun Bulan, tak ada Jinn ataupun manusia. Ketika Allah ingin untuk menciptakan makhluq-Nya, Ia membagi cahaya itu menjadi empat bagian. Dari bagian pertama, Ia menciptakan Pena, dari yang kedua, Tablet (Lauh), dan dari yang ketiga, ‘Arasy. Kemudian, Ia membagi bagian keempat menjadi empat bagian: bagian pertama membentuk para pembawa ‘Arasy, bagian kedua menjadi penunjang kaki ‘Arasy, dan dari bagian ketiga Ia menciptakan malaikat-malaikat lainnya. Ia kemudian membagi bagian keempat menjadi empat bagian lagi: Ia menciptakan langit dari bagian pertama, bumi-bumi dari bagian kedua, Syurga dan Neraka dari bagian ketiga. Kemudian Ia membagi lagi bagian keempat sisanya menjadi empat bagian: menciptakan cahaya firasat orang-orang beriman dari bagian pertama, cahaya kalbu-kalbu mereka(iaitu ma’rifat Allah) dari bagian kedua, dan dari bagian ketiga Ia ciptakan cahaya kesenangan dan kegembiraan (Uns, yaitu Laa ilaha illa Allah, Muhammadun Rasuulullah).Suatu riwayat lain dari ‘Ali ibn Al-Husain radhiy-A llahu ‘anhudari ayahnya [iaitu Husain ibn 'Ali ibn Abi Talib, peny.] radhiy-Allahu ‘anhu, dari datuknya [iaitu 'Ali ibn Abi Talib] karram-Allahu wajhahu, dari Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam yang bersabda, “Aku adalah suatu cahaya di hadapan Tuhanku, empat belas ribu tahun sebelum penciptaan Adam.” Telah pula diriwayatkan bahwa ketika Allah menciptakan Adam‘alaihissalam, Ia Subhanahu Wa Ta’ala menaruh cahaya itu di punggung Adam, dan cahaya itu biasa berkilau dari bahagian depannya, menelan seluruh sisa cahayanya. Kemudian Allah menaruh cahaya itu ke ‘Arasy Kekuasaan-Nya, dan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya membawanya di pundak mereka, dan memerintahkan mereka pula untuk membawa Adam berkeliling di Langit dan mempertunjukkan padanya keindahan-keindahan Kerajaan-Nya.Ibn ‘Abbas radhiy-Allahu ‘anhu berkata, Penciptaan Adam adalah pada hari Jumat di sore hari. Allah kemudian menciptakan baginya Hawa’, istrinya, dari satu tulang rusuk kirinya ketika ia sedang tertidur. Saat ia bangun dan melihat Hawa’, Adam merasa tenteram dengannya, dan ia mulai merentangkan tangannya ke Hawa’. Malaikat berkata, “Berhenti, Adam.” Adam berkata, “Kenapa, tidakkah Allah menciptakannya untukku?” Mereka menjawab, “Tidak boleh hingga kau membayar mas kawin padanya”. Adam bertanya, “Apa mas kawinnya?” Para Malaikat menjawab, “Dengan membaca salawat atas Muhammad tiga kali.” [dan dalam riwayat lain, dua puluh kali].Telah pula diriwayatkan bahawa ketika Adam ‘alaihissalammeninggalkan Syurga, ia melihat tertulis di kaki ‘Arasy dan di setiap titik dalam Syurga, nama Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam di samping nama Allah. Adam bertanya, “Wahai Tuhan, siapakah Muhammad?” Allah menjawab, “Dia adalah anakmu, yang jika seandainya tidak demi dirinya, tentu Aku tidak akan menciptakanmu.” Kemudian Adam berkata, “Wahai Tuhan, demi anak ini, kurniakanlah rahmat pada ayahnya.” Allah memanggil, “Wahai Adam, seandainya engkau akan bersyafa’at melalui Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bagi seluruh penduduk Langit dan Bumi, Kami akan kabulkan permohonan syafa’atmu.”‘Umar Ibn al-Khattab radhiy-Allahu ‘anhu berkata bahawa Sayyidina Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Ketika Adam berbuat dosa, ia berkata, ‘Ya Allah, aku memohon kepadamu demi Muhammad untuk mengampuniku.’ Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman padanya, ‘Bagaimana dirimu tahu akan Muhammad padahal Aku belum menciptakannya?’ Adam menjawab, ‘Kerana ketika Engkau, Ya Tuhanku, menciptakanku dengan Tangan-Mu, dan meniupkan padaku dari Ruh-Mu, aku memandang ke atas dan melihat tertulis di kaki-kaki ‘Arasy, Laa ilaaha illallah, Muhammadun Rasuulullah. Aku tahu bahawa Engkau tidak akan menaruh  nama di samping Nama-Mu, melainkan pasti itu adalah nama seseorang yang paling Engkau-cintai dari makhluq-Mu.’ Allah berfirman, ‘Wahai, Adam, engkau telah mengatakan kebenaran: dialah yang paling Kucintai di antara makhluq ciptaan-Ku. Dan kerana engkau telah memohon pada-Ku demi dirinya, engkau kuampuni. Seandainya tidak untuk Muhammad, Aku tak akan menciptakanmu. Dialah penutup para Nabi dari keturunanmu.’”Dalam Hadits Salman radhiy-Allahu ‘anhu, diriwayatkan bahwa Jibril ‘alaihissalam turun menemui Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Tuhanmu mengatakan, ‘Jika Aku telah menjadikan Ibrahim sebagai yang Ku-cintai, sahabat dekat (khalil), Aku pun menganggapmu demikian. Tak pernah Ku-ciptakan makhluq apa pun yang lebih berharga bagi-Ku daripada dirimu, dan telah Ku-ciptakan dunia ini dan penduduknya dengan maksud untuk membiarkan mereka mengetahui kehormatanmu dan mengetahui arti keberadaanmu bagi-Ku; dan seandainya tidak untukmu, tidaklah Kuciptakan dunia ini’”.Hawa’ ‘alaihassalam melahirkan empat puluh anak dari Adam‘alaihissalam, dalam dua puluh kali kelahiran; tetapi ia melahirkan Seth [atau Syits] ‘alaihissalam secara terpisah, sebagai kehormatan bagi junjungan kita Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam, yang cahayanya berpindah dari Adam ke Seth. Sebelum wafatnya, Adam menitipkan pemeliharaan anak-anaknya kepada Seth, dan ia pun, sebagai gilirannya, mempercayakan pada anak-anak tersebut, wasiat dari Adam: untuk menaruh cahaya itu hanya pada wanita yang suci. Wasiat ini berlanjut, abad demi abad, sampai Allah memberikan cahaya itu kepada Abdul Muttalib dan puteranya, Abdullah. Dengan cara inilah, Allah menjaga kemurnian silsilah tanpa cela dari Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, dari perzinaan orang-orang bodoh.Ibn ‘Abbas radiyAllahu ‘anhu berkata, “Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tak satu pun perzinaan  menyentuh kelahiranku. Aku dilahirkan tidak lain hanya dengan pernikahan Islam.’”Hisyam ibn Muhammad Al-Kalbi meriwayatkan bahawa ayahnya berkata, “Aku menghitung bagi (silsilah) Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam ada lima ratus ribu ibu, dan tak kutemukan di antara mereka satu jejak pun perzinaan, atau apa pun dari interaksi orang-orang bodoh.”Ali radiyAllahu ‘anhu berkata bahawa Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku datang dari pernikahan, aku tidak datang dari perzinaan; dari Adam hingga diriku dilahirkan dari ayah dan ibuku, tak satu pun perzinaan orang jahil yang menyentuh diriku.”Ibn ‘Abbas radiyAllahu ‘anhu berkata bahwa Nabi Muhammadsall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang tua moyangku tak pernah melakukan perzinaan. Allah menjaga memindahkanku dari sulbi yang baik ke rahim yang suci, murni dan tersucikan; bila saja ada dua jalan untuk berpindah, aku menuju ke yang terbaik di antara mereka.”Anas radiyAllahu ‘anhu berkata bahawa Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam membaca, “La qad jaa-akum Rasuulum min Anfusikum” [QS. 9:128], dan bersabda, “Aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam silsilahku, dalam hubungan-hubungan-ku dan nenek moyangku: tak ada perzinaan pada ayah-ayahku dalam setiap tingkat hingga ke Adam.”‘Aisyah radiyAllahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam bahwa Jibril ‘alaihissalam berkata, “Aku telah meneliti Bumi dari timur ke barat, dan tak kutemui seorang manusia pun yang lebih baik dari Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam, dan tak kutemui seorang anak laki-laki dari ayah mana pun yang lebih baik dari anak-anak Hasyim (Bani Hasyim).”Dalam Sahih Al-Bukhari, Abu Hurairah radiyAllahu ‘anhumeriwayatkan bahawa Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallambersabda, “Aku telah diutus dari generasi terbaik dari Anak-anak Adam, satu demi satu hingga aku mencapai keadaanku sekarang ini.”Dalam Sahih Muslim, Watsila ibn al-Aska’ meriwayatkan bahwa Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah telah memilih Kinana dari anak-anak Isma’il, dan Quraisy dari Kinana, dan dari Quraish, anak-anak Hasyim, dan akhirnya memilihku dari Bani Hasyim.”Al ‘Abbas radiyallahu ‘anhu berkata Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah menciptakan makhluq, dan menempatkanku dalam kelompok-kelompok terbaik, dan yang terbaik dari dua kelompok; kemudian Ia memilih suku, dan menaruhku pada yang terbaik di antara keluarga-keluarga mereka. Kerana itulah, aku memiliki keperibadian terbaik, roh dan sifat terbaik, dan memiliki asal-usul terbaik di antara mereka.”Ibn ‘Umar radiyAllahu ‘anhu berkata bahawa Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah memeriksa ciptaan-Nya dan memilih Bani Adam (manusia) dari mereka; Ia memeriksa Bani Adam dan memilih orang-orang Arab darinya; Ia memeriksa kaum Arab dan memilihku dari antara mereka. Kerananya, aku selalu menjadi yang terpilih di antara yang terpilih. Lihatlah, orang-orang yang mencintai kaum Arab, adalah karana cinta kepadaku hingga mereka mencintai kaum Arab, dan mereka yang membenci kaum Arab, adalah kerana mereka membenciku hingga mereka pun membenci Arab.”Ketahuilah bahawa Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallamtidaklah terkait (memiliki) secara langsung pada saudara laki-laki atau perempuan siapa pun dari orang tua-orang tuanya; beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam adalah anak satu-satunya mereka dan silsilah mereka berhenti pada beliau. Dengan begitu, beliau secara eksklusif ‘memegang penuh’ suatu silsilah yang Allah (SWT)inginkan menjadi yang tertinggi yang dapat dicapai suatu kenabian, dan yang memegang puncak kehormatan.Jika Anda memeriksa status silsilah beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam dan mengetahui kesucian kelahiran beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Anda akan yakin bahawa silsilah beliau adalah suatu keturunan dari ayah-ayah yang terhormat, kerana beliau adalah Al-Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al ‘Arabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al Abtahi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al Harami sall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al Hasyimisall-Allahu ‘alaihi wasallam, Al Quraisyi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, elite dari Bani Hasyim, seseorang yang telah dipilih dari suku-suku terunggul bangsa Arab, dari silsilah terbaik, keturunan paling mulia, cabang yang paling subur, pilar tertinggi, asal usul terbaik, akar-akar terkuat, memiliki lidah terfasih, gaya bicara terhalus, darjat kebajikan) yang paling memberatkan, iman paling sempurna, persahabatan paling kuat, kaum kerabat paling terhormat dari kedua pihak orang tua, dan dari tanah Allah yang paling mulia. Beliau sall-Allahu ‘alaihi wasallam memiliki banyak nama dan yang paling terkemuka adalah Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam ibn (putera) Abdullah. Beliau juga adalah putera Abdul Muttalib, yang namanya adalah Syaybat-ul Hamd, anak Hasyim, yang namanya adalah Amr; anak dari Abd Manaaf, yang namanya adalah al-Mughiirah, anak dari Qusai, yang namanya adalah Mujammi’, anak dari Kilaab, yang namanya Hakiim, ibn Murra, ibn Ka’b (dari suku Quraisy), ibn Lu’ai, ibn Ghalib, ibn Fihr, yang namanya adalah Kinana, ibn Khuzaima, ibn Mudrika, ibn Ilias, ibn Mudhar, ibn Nizar, ibn Ma’add, ibn Adnan.Ibn Dihia berkata, “Para ulama setuju dan kesepakatan ulama adalah bukti bahwa Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan silsilah beliau hingga Adnan, dan tidak menyebutkan di atas itu.”Ibn ‘Abbas radiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahawa bila saja Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam menyebutkan silsilahnya beliau tak pernah menyebut di atas Ma’add, ibn Adnan, dan akan berhenti, dengan mengatakan, “Para genealogis (ahli silsilah) telah berbohong.” Beliau akan mengulangi ucapannya itu dua atau tiga kali. Ibn ‘Abbas juga berkata, “Di antara Adnan dan Isma’il ada tiga puluh ayah yang tak diketahui [namanya, red.].”Ka’b al-Ahbaar radiyAllahu ‘anhu berkata, “Ketika cahaya Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam sampai pada Abdul Muttalib, dan dia telah mencapai usia kedewasaan, dia tidur suatu hari di halaman Ka’bah; ketika ia bangun, matanya terhiasi oleh kohl (celak), rambutnya terminyaki, tubuhnya terbalut dengan jubah yang indah . Ia terkejut, tak mengetahui siapa yang telah melakukan hal itu padanya. Ayahnya menggapai tangannya dan segera membawanya ke tukang ramal Quraisy; mereka menasihatinya untuk menikah, dan ia pun menikah. Bau dari misk terbaik biasa memancar keluar dari dirinya, dengan Nur (cahaya) dari Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam berkilauan dari dahinya. Bila saja terjadi kekeringan, kaum Quraisy biasa membawanya ke Gunung Tsabiir, dan berdoa kepada Allah melalui dirinya memohon Allah untuk menurunkan hujan. Allah akan menjawab doa mereka dan menurunkan hujan karana berkah dari Nur Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam.”Ketika Abrahah, raja Yaman datang untuk menghancurkan rumah suci (Ka’bah) dan kabar tentang ini sampai ke kaum Quraisy, Abd al-Muttalib berkata pada mereka, “Ia tak akan sampai ke Rumah ini, karana Rumah ini di bawah perlindungan Tuhannya.” Dalam perjalanannya ke Makkah, Abrahah menjarah unta-unta dan domba kaum Quraisy, di antaranya empat ratus unta betina milik Abd Al-Muttalib. Ia dan banyak dari kaum Quraisy pergi ke Gunung Tsabiir. Setelah mendaki gunung tersebut, cahaya dari Nabiyullah sall-Allahu ‘alaihi wasallam muncul dalam bentuk suatu lingkaran di dahinya seperti sebuah bulan sabit, dan sinarnya terpantulkan ke Rumah Suci Ka’bah. Ketika ‘Abdul Muttalib melihat hal itu, ia berkata, “Wahai, kaum Quraisy, engkau boleh kembali sekarang, sudah aman. Demi Allah, kini cahaya ini telah membentuk suatu lingkaran pada diriku, tak ada keraguan bahwa kemenangan menjadi milik kita.”Mereka kembali ke Makkah, di mana mereka bertemu seorang laki-laki yang diutus Abrahah. Saat melihat wajah ‘Abdul Muttalib, laki-laki tersebut tertegun, lidahnya tergagap-gagap. Ia pun pingsan, sambil melenguh seperti lembu jantan yang tengah disembelih. Ketika ia sadar kembali, ia pun jatuh bersujud kepada Abdul Muttalib, sambil berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Pemimpin Kaum Quraisy.”Telah diriwayatkan pula bahwa ketika Abdul Muttalib muncul di depan Abrahah, gajah putih yang besar dalam pasukannya melihat ke wajah Abdul Muttalib dan jatuh berlutut seperti seekor unta, dan jatuh bersujud. Allah membuat gajah tersebut berbicara, berkata, “Keselamatan bagi cahaya di sulbimu, wahai Abd al-Muttalib.” Ketika pasukan Abrahah mendekat untuk menghancurkan Ka’bah suci, gajah tadi berlutut kembali. Mereka memukulinya kepalanya dengan hebat untuk membuatnya berdiri, yang tak mau ia lakukan. Tetapi, ketika mereka memutarnya menuju Yaman, ia pun berdiri. Kemudian Allah mengirimkan untuk melawan mereka, armada-armada burung dari lautan, setiap ekor dari mereka membawa tiga batu: satu dalam paruhnya, dan satu dalam setiap cakar kakinya. Batu-batu itu memiliki ukuran seperti miju-miju, dan jika satu batu mengenai seorang prajurit, prajurit itu akan terbunuh. Pasukan Abrahah lari tunggang langgang. Abrahah sendiri terserang suatu penyakit. Ujung-ujung jarinya terlepas, satu demi satu. Tubuhnya mengeluarkan darah dan nanah, dan akhirnya jantungnya terbelah, dan ia pun tewas.Peristiwa inilah yang diacu oleh Allah ketika Ia berfirman pada Nabi-Nya sall-Allahu ‘alaihi wasallam, mengatakan, “Tahukah engkau bagaimana Tuhanmu memperlakukan Pasukan Gajah…” (QS Al-Fiil:1-5). Peristiwa ini adalah suatu tanda akan martabat dari junjungan kita, Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wasallam, dan suatu tanda akan kenabiannya, dan kedudukannya. Peristiwa ini juga menunjukkan kehormatan yang dikurniakan pada masyarakatnya, dan bagaimana mereka dilindungi, yang membuat kaum Arab menyerah pada mereka, dan percaya pada kemuliaan dan keunggulan mereka, kerana adanya perlindungan Allah atas diri mereka dan pembelaan-Nya pada mereka melawan plot dari Abrahah yang seakan-akan tak terkalahkan. (Disalin dari annafiz.wordpress.com)

Penjelasan Tentang Nur Muhammad

Penjelasan Tentang Nur Muhammad

      Rate ThisCukup banyak ulama-ulama yang menolak NUR MUHAMMAD namun banyak pula yang menerima dan meyakininya, letak permasalahannya adalah satu titik perbedaan, yaitu lemah (dlo’if) atau kuat (shohih) hadist-hadist yang berkenaan dengan masalah Nr Muhammad, karna hal ini adalah suatu ” ihktilaf” ( perbedaan pendapat) tentang masalah hadist-hadistnya maka tergantung setiap penuntut unruk dapat menerima atau tidak.Untuk jelasnya baiklah kita cantumkan sedikit hasil selidik Buya HAMKA tentang ajaran Al Hallaj dan Ibnu Araby mengenai NUR MUHAMMAD pada buku beliau yang berjudul TASAWWUF PERKEMBANGAN DAN PEMURNIAANNYA halaman 97/98, ” TENTANG NUR MUHAMMAD”. Beliaulah (Al Hallaj) yang mula-mula menyatakan bahwa sanya kejadian alam ini pada mulanya adalah dari pada HAKIKATUL MUHAMMADIYAH, atau NUR MUHAMMAD.” Nur Muhammad” itulah asal segala kejadian, Hampir sama perjalanan persamaannya dengan renungan ahli Filsafat yang menyatakan bahwa yang mula-mula diciptakan adalah ” AQAL PERTAMA”Menurut Al Hallaj, Nabi Muhammad itu terjadi dua rupa, Rupa yang qadim dan Azali. Dia telah terjadi sebelum terjadinya seluruh yang ada, dari padanya disauk atau mengalir sebagai sumber seluruh ilmu dan irfan.Kedua iyalah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Allah sebagai rupa manusia yang menempuh maut, tetapi rupa yang qadim tetap ada meliputi alam. Maka dari Nurnya yang qadim itulah diambil segala Nur untuk menciptakan semua Nabi-nabi dan Rasul-rasul serta Auliaya.Cahaya segala keNabian dari pada Nurnya, dan cahaya mereka adalah pancaran Nur dari Nur Muhammad. Tidak ada cahaya yang lebih bercahaya dan lebih nyata, lebih qadim dari cahayanya yang Qadim itu, yang mendahului segala kehendak, ujudNya mendahului Adam Nmanya mendahului Qalam itu sendiri, karena dia terjadi sebelum apapun terjadi.Segala yang manusia ketahui, ilmu pengetahuan dan segala ilmu yang ada di dunia ini hanya setetes dari Lautan Ilmunya. ibarat kata ” Diatasnya mega mengguruh, dibawahnya kilat menyinar dan memancar, menurunkan hujan dan memberi kesuburan” . Segala ilmu adalah setetes dari lautan ilmunya. segala hikmat hanyalah segelas dari sungainya, segala jaman hanyalah segelas dari Sungainya, satu jaman adalah masa yang singkat dari masanya.Dalam hal kejadian Dialah yang Awal, dalam hal kenabian dialah yang Akhir, Al Hallaj adalah bersamanya, dan dengan Dialah Hakikat, Dialah yang batin dalam hakikat dan dialah yang dhohir dalam Ma’rifat. Nur Muhammad adalah pusat kesatuan Alam, dan Pusat kesatuan Nubuwat segala Nabi, dan Nabi-nabi itu Nubuwatnya segala macam ilmu, hikmat dan Nubuwat adalah pancaran dari Nurnya ( Halaman 146/147).Menurut IBNU ARABY Allah adalah suatu dan satu, Dialah Wujud yang Mutlak. Maka Nur Allah itu sebagian dari pada dirinya, itulah dia Hakikat Muhammadiyah, itulah kenyataan pertama dalam uluhiyah.Daripadanyal tercipta alam dalam berbagai tingkatan, ALAM JABARUT, ALAM MALAKUT, ALAM MISTAL, ALAM AJSAM, dan ALAM ARWAH. Dia segenap kesempurnaan ilmu dan amal yang maujud pada Nabi sejak Adam sampai Muhammad, dan kepada Wali-wali dan segala tubuh INSAN KAMIL.Nur Muhammad atau Hakikat Muhammadiyah itu Qadim, sebab dia adalah sebagian dari Ahadiyat. Sebahagian dari satu dan satu, Dia tetap ada, hakikat Muhammadiyah itulah yang memenuhi tubuh Adam dan tubuh Muhammad, dan apabila Muhammad wafat sebagai tubuh, namun Nur Muhammad dan Hakikat Muhammadiyah tetap ada, Maka sesungguhnya Allah, Adam, dan Muhammad adalah satu, dan Insan Kamil adalah dia juga pada Hakikatnya.Demikianlah beberapa faham ini, bila kita selidiki ke dalam kitab-kitab Ibnu Araby sendiri , kita bisa ” Menangkap “beberapa kesimpulan dan juga ” jalan keluar “ yang telah tersedia berupa kata-kata, rumus dan isyarat.Demikian yang kita kutib dari dari buku susunan Buya HAMKA.Sepanjang kajian yang telah saya pelajari adalah sebagai berikut :NUR MUHAMMAD dari pada NUR DZAT adalaha dalam arti qadim pada Hidlrat/ martabat WAHDA yang nyata secara ” mujmal “ (menyeluruh).NUR MUHAMMAD atau NUR DZAT dalam arti ” tafshli “(terurai) adalah suatu asma pada hidlrat Wahidiyah.Sehubungan dengan Dzat Allah s.w.t, maka kata-kata NUR MUHAMMAD atau NUR DZAT atau NUR tidak boleh diartikan dengan arti ” cahaya “ dalam bahasa Indonesia, karena definisi cahaya adalah sebagai akibat balik dari sesuatu dan mempunyai ketergantungan dengan sesuatu itu.NUR adalah NUR, salah satu asma Allah (99 nama). Misalnya kalau ada seseorang bernama NUR HAYATI, menurut arti bahasa ” cahaya kehidupan ” maka tidak tidak benar jika kita memanggilnya dengan kata-kata ” hai cahaya hidup kemarilah, orang yang bernama NUR HAYATI itu sendiri tidak akan tahu, kalau yang dipanggil adalah dirinya.Dalam Pengajian Guru saya selalu berpesan  ” ingat “jangan Muhammad yang di Mekkah karna bisa menimbulkan kekafiran ( seperti orang kristen Menuhankan Isa).MUHAMMAD dalam pengertian bahasa berarti yang terpuji, maka kata-kata Nur Muhammad dalam iktikad keqadimannya, asma Allah Nur yang terpuji, sehingga jangan sampai tasawwur/berbaur dan mengartikannya sebagai Muhammad Rasulullah yang bermaqam di Madinah.Dan adalah kesalahan pengertian bila NUR MUHAMMAD dalam arti qadim, dinyatakan sebagai ” bagian dari ahadiyat Allah s.w.t” Maha Suci Allah dari pada terbagi-bagi.Banyak keterangan yang bisa diungkapkan untuk menjelaskan masalah ini, namun yang paling utama adalah jangan sekali-kali memegang pendapt bhwa Muhammad s.a.w, yang terbaring dimakamnya di Madinah itu adalah qadim. Dalam sebuah Hadist Rasulullah s.a.w. riwayat Imam Baihaqy :”  Qola Rasulullahi Shollallahu Alaihi Wasallama, Iqtarafa Adam Ul-khotiatha.  Qola Ya Rabbi, As’aluka Bihaqqi Muhammadin illa Ghafarta, Li Faqolal Lahu Ta’ala , ” Ya Adamu Kaifa ‘Arafta Muhammadan Walam Akhluqhu”. Qola Ya Rabbi Innaka Lamma Khalaqtani Rafa’tu Rasi, Fa ra’aitu Ala Qawa’imil ‘Arsyi Martuban Fi hi ” LA ILAHA ILLALLAHU MUHAMMADUR RASULULLAH “Artinya :Rasulullah s.a.w bersabda : Ketika Adam telah mengakui kesalahanya, dia berkata bermohon, Ya Tuhanku, hamba mohon kepada Engkau demi kebenaran Muhammad, melainkan Engkau mengampuniku. Lalu Allah berfirman kepada Adam : ” Hai Adam bagaimana Engkau bisa mengetahui tentang Muhammad padahal aku belum menjadikannya?”. Adampun menjawab : ” Ya Tuhanku, sesungguhnya ketika Engkau ciptakan aku, aku mengangkat kepala, kemudian terlihat olehku tulisan di tiang Arasy berbunyi ” LA ILAHA ILLALLAH, MUHAMMAD RASULULLAH. (Disalin dari annafiz.wordpress.com