Sunday 24 August 2014

Tauhid Zat Bukan Kunhi Zat

Tauhid Zat Bukan Kunhi Zat

      2 VotesPengertian tauhid zat adalah mengesakan Allah pada zat. Maqam tauhid zat merupakan maqam tertinggi dan merupakan puncak pengetahuan dan musyahadah orang yang Arif.Bagi Arifin yang telah sampai pada maqam ini, mereka merasakan kelezatan spiritual yang tiada tara. Dan maqam ini juga merupakan batas akhir pencarian (seluruh makhluk), dalam perjalanan menuju kepada-Nya.Batas PengetahuanTauhid Zat itu berbeda dengan Kunhi Zat. Karena itu, tidak ada seorang pun yang sampai pada maqam ini yaitu maqam Kunhi Zatullah  termasuk para Nabi Mursal dan Malaikat muqarrabin. Dalam firman Allah dijelaskan:وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ .“Dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. “ (Ali Imran: 30).Namun dalam ayat tersebut para ulama ahli hakikat memiliki penafsiran sebagai berikut “Yakni Allah memperingatkamu bahwa ma’rifahmu tidak akan sampai kepada Kunhi Zat-Nya.”Pendapat tersebut telah diperkuat dengan hadits Nabi Muhammad Saw.:كُلُّكُمْ فِى ذَاتِ اللهِ اَحْمَقُ .“Kamu semua tidak akan sampai pada Kunhi Zat Allah.”Dalam hal ini, Syekh Abdul Wahab as-Sya’rani qs. dalam kitabal-Jawahir wa al-Durar, menerjemahkan perkataan Syekhnya Sayyidi Ali al-Khawas ra. sebagai berikut: “Bahwa pengetahuan makhluk terhadap Allah tidak akan sampai kepada zat-Nya, karena Ia (Allah) bukan ’ain (wujud materi) yang dihukumkan oleh akal, dan bukan pula ’ain yang dihukumkan oleh syuhud dalam hati dan mata. Melainkan Ia dibalik semua itu. Dengan demikian, Allah bukan’ain yang dikenal oleh manusia dan bukan pula Ia ’ain yang tidak diketahui. Karena itu, bagi siapapun yang mengetahui hal itu, maka ia wajib menyembah kepada zat yang suci lagi gaib. Dan yang demikian itulah yang disebut ibadah yang paling sempurna”.Jadi, tidak ada yang sampai pada maqam ini (tauhid zat) kecuali Nabi kita Muhammad Saw. Dan para Anbiya’ dan Aulia’ yang berada di bawah bimbingan-Nya. Karena hanya Nabi Muhammad Saw. yang diciptakan dari Zat-Nya. sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ra.Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Jabir! Yang pertama kali diciptakan Allah adalah Cahaya Nabimu. Dari Cahaya itulah kemudian diciptakan segala sesuatu, termasuk engkau di dalam segala sesuatu itu.”Tauhid & CaranyaCara mengesakan Allah pada zat, adalah dengan memandang melalui mata kepala dan mata hati, bahwa tiada yang maujud di dalam wujud ini kecuali hanya Allah. Dengan kata lain, dalam maqam tauhid zat ini seorang hamba fana’ dari segala zat di bawah zat Allah. Tiada zat yang maujud melainkan wujudullah, sedangkan wujud makhluk adalah ma’dum (yang ditiadakan). Karena wujud selain Allah bukan wujud itu sendiri, melainkan ia wujud dengan Allah. Artinya, wujud makhluk berdiri dengan wujud Allah, dan tidak berdiri sendiri. Karena itu, wujud makhluk sebenarnya bersifat khayal (imajinatif) dan waham (menciptakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada).Dalam hal ini, Syekh Arif billah Maulana as-Syekh Shidiq bin Umar Khan ra. menjelaskan: “Segala wujud selain Allah bagaikan wujud yang kita lihat di dalam mimpi, yang segera sirna saat kita terjaga. Demikianlah gambaran tentang wujud gairullah (selain Allah).”Karenanya, untuk dapat merasakan pandangan bahwa tiada wujud di alam semesta ini kecuali wujud Allah, maka kita harus mematikan diri.Mati & MaknanyaMengenai mati, menurut ulama ahli tasawuf, dibagi menjadi dua, yakni Mati hissi yaitu berpisahnya ruh dari jasad. Dan Mati ma’nawi yaitu mati secara makna, yang berarti jasadnya masih hidup akan tetapi nafsunya mati.Ketika seseorang mati, baik secara hissi maupun ma’nawi maka hilanglah wujud gairullah. Karena saat itulah sesungguhnya kita baru betul-betul terjaga. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:النَّاسُ نِيَامٌ فَاِذَا مَاتُوْا إِنْتَبَهُوْ“Manusia dalam keadaan tidur maka apabila mereka mati maka mereka baru jaga (dari tidurnya).”Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. juga menjelaskan:مُوْتُوْا قَبْلَ اَنْ تَمُوْتُوْا وَمَنْ اَرَادَ اَنْ يَنْظُرَ اِلَى مَيِّتٍ يَمْشِى عَلَى وَجْهِ اْلاَرْضِ فَلْيَنْظُر اِلَى اَبِى بَكْرٍ“Matikanlah dirimu sebelum kamu mati dan barang siapa ingin melihat mayat berjalan di atas bumi maka lihatlah Abu Bakar.”Orang yang sampai pada tahap mati ma’nawi, seluruh nafsunya seperti nafsu ammarah, lawwamah dan sawwalat telah mengalami proses kematian. Sehingga dalam pandangannya meyakini bahwa segala wujud gairullah (selain Allah) fana’ dan hakikatnya tidak ada. Karena itu, Wujudullah adalah wujud yang sebenarnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:اَلاَ كُلُّ شَيْئٍ مَا خَلاَ اللهُ بَاطِلٌ .“Ingatlah ! Tiap-tiap sesuatu selain Allah adalah batil (adanya).” Adapun dalil yang memperkuat pendapat tersebut banyak sekali. Seperti firman Allah SWT.كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ .“Semua yang ada di bumi itu akan binasa Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 26-27)Para ulama ahli hakikat menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut: “Bermula tiap-tiap sesuatu baik semua hewan atau yang tersusun dari zat dan sifat semuanya binasa pada masa dahulu dan masa sekarang dan masa yang akan datang. Dan yang kekal hanya zat Tuhanmu, yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”Dalam ayat lain juga dijelaskan:كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ اِلاَّ وَجْهَهُ .“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (Al Qashash: 88)Ayat tersebut ditafsirkan oleh ulama ahli hakikat sebagai berikut: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, baik pada masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, kecuali Zat Allah yang tiada binasa.”Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. juga dijelaskan:كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْئٌ مَعَهُ .“Yang ada hanya Allah dan tidak ada sesuatu serta-Nya.”Selain itu, juga ada maqalah Ulama yang menambahkan:وَهُوَ اْلاَنَ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ كَانَ .“Dan Dia (Allah) pada masa sekarang ini adalah ada pada-Nya masa yang telah lampau..”Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. juga dijelaskan:وَالَّذِيْ نَفْسٌ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ اَنَّكُمْ دَلَيْتُمْ بِحَبْلٍ اِلَى اْلاَرْضِ لَهَبِطَ عَلَى اللهِ ثُمَّ قَرَأَ هُوَ اْلاَوَّلُ وَاْلاَخِرُ ……. اْلاَيَة“Demi Zat yang jiwa Muhammad ada pada Qudrat-Nya, jikalau kamu ulurkan tali dari langit ke bumi niscaya turun dari awal hingga akhirnya Wujudullah kemudian membaca “HUWAL AWWALU WAL AKHIRU…… (hingga akhir ayat 3 Surat Al Hadid).”Kesimpulannya adalah, bahwa segala wujud yang disandarkan kepada Wujudullah yang hakiki, itu hanya khayal (imajinatif), waham (ilustratif) dan majazi (metaforis). Karena wujudnya antara dua ’adam (tidak ada) sedangkan wujud di antara dua ’adam itu ’adam. Tidak ada wujud yang berdiri sendiri, kecuali dengan Wujudullah. Artinya, wujud alam semesta berdiri dengan Wujudullah. Karena itu, tidak ada wujud yang sesungguhnya, kecuali hanya wujud Allah SWT. (Dikutip dari annafiz.wordpress.com)

Alam dan Zat Allah s.w.t.

Alam dan Zat Allah s.w.t.Untuk pembahasan ini perlu rasanya dijelaskan istilah dan pengertian sekedarnya, meskipun penjelasan penjelasan yang ada sebenarnya sudah cukup memadai .Alam yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sesuatu yang lain daripada Allah, yang diadakan atau yang diciptakan, umumnya juga dikatakan dengan “aghyar”. Jadi jelas sekali bahwa “alam” bukanlah Zat Allah.Dari sinilah sebenarnya patokan kita untuk memahami setiap masalah yang menyangkut Tasawuf yang membicarakan tentang Ketuhanan.Didalam pembahasan ini ada kata kata sebagai berikut :Alam Nuskhatul Haqqi = Alam adalah naskah TuhanAlam Cermin Tuhan = Dalam istilah Alam Mir’atul Haqqi.Alam Mazhar Wujudullah = Alam,pembuktian ujud Allah.Alam Ainul Haqqi = Alam adalah kenyataan Tuhan.Kata-kata yang seperti ini tidak bisa hanya dilihat dan dibaca menurut bunyi kata-kata itu semata-mata (leterjik), sehingga aosiasi tertuju kepada arti dari kat-kata. Kata-kata dan ungkapan dari kalangan Sufi pada umumnya adalah berupa rumus-rumus, gambaran-gambran sebagai pelampisan kata hati dan perasaan.Sebagimana kita maklum, bahwa kata-kata adlah suatu alat komunikasi antara satu pihak dengan pihak yang lainsehingga terjadi hubungan pengertian dari kedua belah pihak.Dapat pula dimengerti, bahwa kata-kata itu sendiri dapat pula menimbulkan perkiraan yang salah terhadap mereka yang melahirkan kata-kata itu.Akan tetapi bila kita kembali kepada suatu ungkapan bahwa kata-kta hanyalah sekedar isyarat dan gambaran belaka, lebih lagi bila kata-kata itu ada hubungannya dengan perasaan, maka seharusnya tidaklah perlu ada prasangka buruk (negatif) terhadap mereka yang melahirkan kata-kata dan ucapan itu.Lebih ngeri lagi kalau kita bandingkan dngan sebuah sabda Rasulullah s.a.w.” Khalaqa Aadama Kashuuratihi ”    Artinya : Allah Ciptakan Adam seperti rupaNyaKata-kata demikian ini sukar untuk menolaknya, lebih bila di ingat datang dari lidah Rasullah sendiri yang di riwayatkan oleh Imam Hadist terkenal ketelitiannya dalam merawih hadist.Sabda Rasulullah itu tetap akan kita terima dan kita yakini, namun pasti ada pengertian yang lbih mendalam dibalik Lafaz dan kata-kata tersebut.Begitu pula Hadist Rasulullah berupa Hadist Kudsi yang mana Allah berfirman : ” Aku jadi penglihatannya, Aku jadi kakinya, Tangannya dan seterusnya dan sebagainya “Alangkah hebatnya kata-kata itu.Adakah yang bertanya dan membantah?Kenapa Allah mau jadi tangan dan kaki hamba?Dan kenapa jadi begitu?Tidak ada tanya dan bantah.Masya Allah hebat sekali. Kalau demikian,apakah salahnya Ahlul Arifin Billah melahirkan kata-kata gambaran diatas? Kalau mereka nyata-nyata tenggelam dalam lautan “rasa” akhirnya mereka tidak dapat berkata, bingung, nanar, dan ssar, apakah ini harus dipersalahkan pula?Apabila mereka berkata tak dapat lagi membedakan antra hamaba engan Tuhan, apakah tepat bila kita secara langsung menuduh mereka ” mempersamakan hamba dengan Tuhan?”Tuduhan demikian adalah keliru.Apakah sebabnya? Jawabnya mudah saja. Tidak aa seorang hambapun yang dahulunya dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan kecuali asalnya Allah sendiri. Para Rasulpun tidak. Para Rasul hanya menyampaikan apa-apa yang di firmankan Allah kepada mereka.Tidak ada seorang manusiapun tadinya yang mengetahui bahwa Allah itu hidup dan sebagainya, semua itu adalah pemberitahuan Allah.Setelah Allah memberi tahu semua itu melewati Para Rasul dan Nabi, barulah manusia ini tahu keadaan Allah s.w.t. dan barulah manusia dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan.Karena pembicaraan ini menyangkut masalah Hakekat dan yang sebenar benarnya, maka pantas kalau mereka berkata dengan kata-kata tersebut itu.Oleh sebab itu, maka diharapkan jangn sampai ada tuduhan yang mengerikan kepada mereka (Arif Billah) yang hanya dengan kata-kata nuskhatul haqqi, ainul haqqi, atau mir’atul haqqi lalu langsung menuduh mereka berfaham sesat atau dengan lain perkataan berupa gelar-gelar yang cukup menyinggung perasaan, malah hanya membawa perpecahan dan pemisahan yang tajam di dalam Ummat Islam sendiri.Untuk menjaga kemurnian dan kelanggengan ajaran Islam memang seharusnya kita berusaha mempertahankan kebenaran Islam. Menolak ajaran yang nyata kekafirannya, nyata pla kesesatannya, penolakan ini tergantung dengan kekuatan Da’wah sampai dimana kita bisa memikat dengan mengemukakan cara berfikir yang benar dan sehat sebagai yang dia jarkan oleh Allah sendiri :” Ud’u Ila Sabiili Rabbika Bil Hiikmati Wal Mau Iazhotil Haasanati Wajaadilhum Billatii Hia Aahsanu “Arinya :Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik dan bantalah keterangan mereka dengan cara yang baik.Metoda yang demikian saya kira tidaklah berarti merusakkan kerukunan beragama dalam Negar Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.Mengembalikan Tasawuf kepangkalnya, sebagaimana anjuranBuya Prof. Dr. Hamka pada pidato Dies Natalis PTAIN di Jogjakata tahun 1959 merupakan suatu anjuran yang beralasan, mengingat banyaknya gerakan kebatinan yang tumbuh laksana cendawan di musim hujan, tidak sedikit diantaranya yang lepas dari dasar-dasar Iman sepanjang ajaran Islam.Saya beranggapan dan berharap bahwa dengan penyempurnaan Tulisan ini, kita kaum Muslimin yang berpegang teguh pendirian Ahlus-Sunnah Wal Jamaah masih tetap mempunyai kekuatan dan senjata ampuh ialah “Doa” dan harap kepada Allah s.w.t. agar tetap memelihara keagungan Agama Islam dimanapun juga serta memelihara Agama Islam dan Kaum Muslimin dari segala cobaan-cobaan.Kita tetap menginginkan peratun bangsa dan keutuhan Negara Republik Indonesia yang kita intai ini sesuai engan azas Pancasila, dengan adanya suatu jaminan untuk tidak membiarkn tumbuhnya bermacam-macam kepercayaan dan iktikad yang memanggil-manggil orang-orang Muslim agar mengikuti ajaran mereka, dimana akhirnya selembar demi selembar daun-daun Muslim beterbangan dari pohonnya.Berpanjan kata tentang salah ini, hnya dengan suatu maksud agar Kaum Muslimin dan Ulama Islam yang ada kini, tidak begitu mudah melontarkan kata-kata, mengucilkan sesama umat yang bernabikan Muhammad s.a.w. dan berkitab sucikan Al Qur’an, umat yang masih percaya kepada hari kebangkitan, karena dengan demikian akan menghancurkan barisan Umat Islam sendiri pada akhirnya.Pengertian Kalimat “Nuskhatul Haqqi”Sebagaimana dijelaskan pada bagian muka naskah ketuhanan, karena alam ini adalah laksana naskah atau kitab yang semuanya dapat dibaca dan dipelajari untuk mencari kebenaran hakiki ialah Allah s.w.t.Allah banyak sekali berfirman dan berseru kepada manusia yang berakal agar membaca dan mempelajarinya, karena apapun yang terpampang dipermukaan alam ini adalah “ayat-ayat” yang harus difikirkan, Kumpulan ayat-ayat itu dapat pula dikatakan suatu naskah atau kitab.Ibnu Athoillah r.a mengungkapkan dalam rangka membaca semua ini, janganlah laksana seekor sapi yang bekerja menggiling padi di penggilingan, karena bagaimanapun tidak akan sampai kepada titik tujuan yang sebenarnya.Seorng manusia berfikir : Hidup perlu Kerja, Kerja perlu Makan, Makan untuk tambah Tenaga, Tenaga untuk dapat Kerja, Kerja Untuk Makan dan seterusnya… dan seterusnya…Akhirnya hanya laksana bulatan (sirkel) yang terus menerus berputar dalam lingkaran itu saja, tidak bedanya dengan se ekor sapi di penggilingan padi.Kapan waktunya dia mencari kebenaran hakiki? Kalau dia tetap disibukkan dalam suatu sirkulasi demikian, kenapa dia tidk mau membaca naskah berupa dirinya dalam alam ini?.Apabila seseorang mau menggunakan waktu untuk membaca naskah dirinya dan alam ini, dia pasti akan sampai kepada tujuan hidup yang sebenarnya, akan dapat mengenal dengan pengenalan sempurna kepada Maha Pencipta Naskah yang berupa dirinya dan Alam.Maka misal dan ungkapan bahwa alam ini adalah Naskah Ketuhanan sebenarnya dapat kita terima.Pengertian kata “Cermin Tuhan”Pada umumnya kita menyebut kata-kata cermin hanyalah dalam arti kanta pinjaman. Untuk mengenal keadaan tubuh kita, sudah rapi atau belum, apa dan bagaimana rupa dan bentuk mata, sipit ataukah tidak, kita ingin tahu lidah atau gigi, hal mana tidak dapat dilihat langsung oleh mata, umumnya semua itu kita pergunakan cermin.Tetapi mata yang terlihat dalam cermin, gigi dan lidah hanyalah sekedar bayangan, bukan keadaan yang sebenarnya.Tiap-tiap yang bernama bayangan tidak mungkin dapat dipegang, kiata hanya menemukan suatu permukaan yang rata dari kaca cermin.Alam adalah Cermin Tuhan, karena “diri” atau Kunhi Zat (keadaan Diri) Allah s.w.t. tidak bisa dilihat oleh mata kepala ini. Yang dapat dilihat engan mata kepala hanyalah Alam dan segala peristiwa yang terjadi di dalam Alam.Alam ini dapat dimisalkan Cermin Tuhan untuk setidak tidaknya dapat melihat “bayangan Tuhan di dalam cermin” namun apa yang terpampang di dalam cermin bukanlah dia Tuhan yang kita cari.Maha sucilah Allah dari pada mempunyai bayangan.Menurut ungkapan dikalangan Sufi, alam ini adalah dua macam. Pertama Alam Kabir dan kedua Alam Shoghir. Alam Kabir atau alam besar ialah alam semesta ini, sedangkan Alam Shoghir atau alam kecil adalah diri manusia ini sendiri.Kalangan Ahli Filsafat menyebutkan Mikro Kosmos (kecil) dan Makro Kosmos (besar) Alam kecil ini adalah sebagai bayangan Alam Besar karena hampir seluruh macam dan jenis Alam Besar tergambar dan terbayang pada diri manusia.Tanah, Air, Api dan Udara merupakan unsur-unsur yang ada pada alam besar yang smuanya terbayang pada diri manusia, tumbuh-tumbuhan, dan binatang, langit an bumi juga ada bayangannya dan gambarannya pada diri manusia kita ini. Tetapi yang jelas, diri manusia bukanlah alam semesta dan alam semesta bukanlah diri manusia. Ungkapan akal ini boleh dan dapat diterima menurut pendapat akal sehat.Diri manusia dikatakan oleh Allah adalah KhalifahNya di muka bumi, yang menurut arti bahasa adalah ” PenggantiNya” di muka bumi ini. Tapi haruslah di ingat bahwa manusia bukanlah Tuhan di muka Bumi.” Man ‘Arafa Nafsahu Faqad ‘Arafa Rabbahu”Artinya :” Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal TuhanNya”Hadist Rsulullah ini sebagai patokan dasar makrifat kepada Allah s.w.t.Dari ungkapan ini kita dapat merumuskan dengan suatu rangkain.Insan – Alam – Tuhan.Insan adalah bayangan dan cermin Alam, Alam juga merupakan bayangan dan cermin Tuhan. Tetapi Insan dan Alam adalah “Maujud” (diadakan) sedang Allah adalah Zat Wajibul Wujud.Insan dan Alam yang kita lihat bukanlah rupa dan bentuknya, tetapi kita melihat “adanya” Adanya Insan dan Alam adalah “fana” didalam lautan Wujudullah.Adanya Insan dan Alam hanyalah sekedar “majas” semata.“Wujud yang Hak adalah Wujud Allah”Akhirnya nyatalah dan kita dapat menerima ungkapan kata Alam Adalah Cermin Tuhan.Pengertian kata “Ainul Hak” (kenyataan Tuhan)Insan “ainul Hakki atau alam Ainul Hakki” kata-kata inilah yang menghebohkan, sehingga timbul tuduhan buruk kepada mereka. Sepanjang kita kaji, tidak ada yang berkata misalnya “al insan Huwallah” atau “Al alam Huwallah” (manusia atau alam itu Allah) atau kata-kata “Insan atau alam sama dengan Allah” tidak ada kata-kata demikian yang lahir dari mulut Sufi yang benar.Kalimat atau kata-kata yang nyata dari mereka ialah “Insan / Alam Ainul Hakki”Ibnu Araby berkata :” Al Abdu Rabbun, Warrabbu Abdun.Ya Laita Syi’ri, Manil Mukallaf ?Ya Laita Syi’ri, Manil Mukallaf ?In Qulta – Abdun Fadzaka Rabbun.Aw Qulta Rabbun – Anna Yukallaf ? “Artinya :” Hamba Adalah Tuhan, Tuhan Adalah Hamba, betapa syu’urku. Siapakah yang dibebani?, kalau anda berkata Hamba, maka itulah Tuhan, atau anda Tuhan, betapakah dia dibebani? “Maka rangkuman kata dari Ibnu Araby ini merupakan sajak/puisi. Puisi suatu ungkapan kata menggambarkan cetusa perasaan seorang pengarang. Diterima atau tidak oleh orang lain bukanlah soal yang penting, namun ia merasa puas dengan apa yang ia ungkapkan dalam bentuk pusi ini, yang mengambarkan kebingungannya sendiri (tahayyur)Oleh sajak itu terlihat jelas tentang rasa bingunggnya, apa dan bagaimana. Biarkanlah dia tenggelam dalam kebingunngan demikian, itu adalah urusannya sendiri.Ibnu Araby r.a. sebagai seorang Sufi besar pada zamannya, tercatat sebagai seorang yang taat melaksanakan perintah agama, apakah kita harus menuduhnya sebagai seorang yang kafir? Sedangkan rangkuman sajaknya adalah perasaannya, getaran hatinya sendiri, bukankah dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam cetusan perasaannya itu?Kalau Ibnu Araby r.a berada di zaman ini mungkin kita akan berkata padanya :” Silahkan tuan dengan serba bingung,Tuan puas dengan merenung,Aku diam seribu bahasa,Kelu lidahku tiada kata,Engkau adalah engkau,Aku adalah aku,Aku dan engkau datang dari satu rumpun,Kesanalah kita kembali. “Kesimpulan adalah, kata-kata “Alam ainul Hakki” atau “alam Mazhhar wujudullah” adalah dua kalimat yang sama maksud dan tujuannya.Allah bertahwil (berubah keadaan) dalam segala rupa.Salah seorang guru saya membuka masalah ini dengan kata-kata ” tidak mustahil bagi Allah mewujudkan sifatNya dalam rupa mahkluk, tetapi mustahil mahkluk sama dengan Allah “.Zat dan sifat Allah tidak pernah dan tidak kan berubah-rubah. Namun bertahwilnya Allah s.w.t. adalah urusan Allah sendiri dan kehendaknya sendiri.” Maa Sya’allahu Kaana Wamaa Lam Yasya’ Lam Yakun”Artinya :” Apa saja yang Allah kehendaki jadi, dan apa saja yang tidak dikehendaki Allah tak akan jadi “.Mungkin kata “Tahwil” ini yang diartikan oleh Buya Hamka dengan kata “jelma” dalam tulisan beliau yang menyangkut faham Ibnu Araby, halaman 146 Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya.Andai kata Allah itu bertahwil pada segala rupa dan keadaan sebagaimana akan terjadi di hari Kiamat, kemudian kita tidak mengkuinya sebagai Tuhan dengan ucapan ” A’udzubillahi Minka” (Aku berlindung kepada Allah dari pada engkau) maka hal tersebut tidaklah dipersalahkan. Yang tidak diterima itu adalah “rupa dan bentuknya” bukan ain wujudnya.“Dunia sebagai sesuatu ” sedikit dari yang sedikit, orang yang mengasyikinya adalah hina dari segala hina “Yang paling ramai dibicarakan golongan Sufi adalah masalah dunia dan sikap hidup terhadapnya. Hampir semufakat mereka untuk menolak dunia dan keduniaan ini dengan bermacam-macam cara dan laku, dengan riyadhoh dan latihan, uzlah dan zuhud, berhaus berlapar perut, bertongkat mata diwaktu malam.Apabila kita bertanya kepada mereka “kenapa anda berbuat emikian, berpayah-payah berlemas badan, cekung mata karena begadang, kapan lagi anda berjuang ?. Mereka menjawab dengan pandangan mata lurus kedepan “inilah namanya perjuangan payah kami ini, namun segar nyaman pasti mendatang – Inna ma’al usri yusran – dibalik kepayahan mengiringi kesenangan, lapar kami hari ini, besok kami akan kenyang, cekung mata hari ini, besok ia bertambah terang dan cemerlang, biarlah kami… biarlah kami..Menurut adat dan kebiasaan, dipandang dari segi lahir dan kenyataan, bagaimana nanti nasib umat jika mrek terus menerus demikian. Mana lagi orang berzakat, mana lagi kegiatan membangun masjid, mana lagi perjuangan, dan bermacam tanya yang diajukan.Ada yang mencela sikap mereka, dianggap hanya mengurus dirinya sendiri tidak lagi menghiraukan perjuangan dan kepentingan masyarakat banyak. Namun mereka tetap begitu dan terus begitu.Tapi ada yang ganjil dan istimewanya. Sepatah kata dari mereka yang keluar dari mulut mereka untuk membangun jiwa ummat, ternyata lebih berharga dari seribu ucapan dan pidato seribu pejabat negeri.Terdengar kabar dan berita, raja dan menteri datang bersujud dan sungkem kepada mereka memohon restu dan doa, apa katanya takut dilanggar, apa nasehatnya disimak dan didengar. Ini suatu kenyataan.Betapa pengaruhnya ucapan dan kata panggilan Yang Mulia Tuan Guru H.Anang ‘Ilmi Martapura terhadap gerombolan Ibnu Hajar, sewaktu beliau hidup, tanyakanlah kepada bekas pengikutnya Ibnu Hajar yang masih ada sekarang ini.Sebelum ada panggilan Tuan Guru, beribu kata dan himbauan, ratusan motir dan ribuan peluru yang dilepaskan, mereka tetap bertahan, Si Tuan Guru yang sederhana itu, berdoa dengan khusuk kepada Allah agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, Doa Yang Mulia Tuan Guru berhasil, kesatuan gerombolan datang berbondong-bondong kembali kekampung halaman dan keluarga.Tapi sayang sungguh sayang. Masih ada yang mencemoohkan, apalah artinya panggilan dari seorang sederhana demikian, memanggil dan beroa tidak menghabiskan sepiring nasi, yang berhasil itu hanyalah usaha lahir jua.Sekarang timbul pertanyaan pada diri, apakah harus mengikuti jejak mereka dengan cara dan latihan yang demikian beratnya – namun besar manfaatnya – ataukah ada suatu sistem lain dengan tidak meninggalkan prinsip bahwa kehidupan akhirat jauh lebih berharga dari pada kehidupan dunia ?Untuk menjawab pertanyaan itu, kita hendak melihat dahulu ciri-ciri khas ” hidup keduniaan ” dan ciri-ciri khas ” hidup keakhiratan atau kemalaikatan “. Laksana tanda tanda lalu lintas mana tanda yang harus kekanan, mana pula tanda yang harus kekiri, mana tanda boleh parkir kendaraan dan mana yang tidak.Sesuai dengan ajaan Rasulullah, bahwa selama hidup di dunia, banyak tuntutannya untuk dapat menerapkan kehidupan keakhiratan, bahkan prnah beliau berpesan kepada dua sahabat beliau tersayang ( S. Umar dan S. Ali r.anhuma) agar kelak menemui seorang yang bernama Uwais Al-Qarni, seorang yang diberi gelar oleh Rasulullah, seorang manusia penduduk langit.Arti pesan itu jelaslah bahwa ada jalan menempuh ” hidup keakhiratan ” selagi masih hidup dan di permukaan bumi ini.Hidup keakhiratan yang kita maksudkan dapat pula sidebutkan ” kehidupan alam malakut ” yang dengan sendirinya memperhatikan bagaimana hidupnya para malaikat.Ciri-ciri khas hidup keakhiratan/alam malakut.Selalu zikir, tasbih, tahmid dan takbir.Selalu taat terhadap perintah Allah.Tidak pernah makan dan minum.Tidak berumah tangga.Tidak pernah sakit atau berobat.Tidak pernah sibuk/disibukkan mencari dan mengeluarkan biaya hidup.Tidak pernah tidur dan beristirahat.Menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah untuk manusia.Dan lain-lain yang bersifat kerohanian.Ciri-ciri khas hidup keduniaan.Sibuk mancari dan mengeluarkan biaya hidup.Mementingkan dan mengutamakan kepentingan perut, pakaian dan perumahan.Sibuk dengan kepentingan jasani.Sibuk dengan urusan rumah tangga atau masyarakat yang semata-mata duniawi.Lebih mementingkan diri pribadi.Berusaha sekuatnya mempertahankan hidup.Memerlukan waktu istrahat dan tidur.Sering menunjukkan permusuhan.Dan lain-lain yang bersifat jasmaniah serupa hayawaniah.Sementara kalangan filsafat menyatakan pendapatnya, bahwa manusia ini adalah ” hayawanun – nathiq “ (binatang yang mampu berbicara dan berakal)Manusia menghimpun dua unsur yang berlawanan, yaitu unsur malakiyah(kemalaikatan) dan Hayawaniah(kebinatangan) atau juga disebut unsursamawi (langit) dan unsur ardli (bumi).Kedua unsur ini ada pada diri manusia saling tarik menarik siapa yang menang dalam pergulatan itu, maka si sanalah manusia ini akhirnya. Apabila dia tertarik oleh unsur malakiyah atau samawi maka beruntunglah manusia itu. Tetapi sebaliknya bila tarikan unsur hayawani atau ardli lebih kuat, maka rugilah manusia itu.Maka untuk menjawab pertanyaan diatas, ambillah contoh Nabi Sulaiman a.s. yang kaya raya tapi tidak tersangkut hati dengan kekayaan, hatinya bener-benar rumah Allah, selalu dzikir dan puji kepada Allah, kekayaan dan harta bukan tempatnya dihati.Ambillah pula contoh Nabi Yusuf a.s. berpangkat dan rebutan wanita, Tanda pangkat hanya sekeping perak atau tembaga atau sekedar emas sepuhan, bukan letaknya di hati, tetapi terletak di bahu kanan atau kiri, bisa dilepas bisa di pasang, tidak pula beliau trsangkut hati pada wanita dalam hatinya, karena hati ini mutlak sepenuhnya tempat zikir kepada Allah.Inilah jawaban atas pertanyaan diatas, suatu cara yang mudah, hati dan roh adalah unsur langit, janganlah dia dijatuhkan ke bumi menjadi makanan binatang, cara ini adalah cara yang selamat. Ikutilah ajaran Allah dan Rasul dan ikutilah jejak Arif Billah, sediakan hati sepenuhnya untuk Allah, karena allah dengan Allah dan dari pada Allah (dikutip dari annafiz.wordpress.com)

MENGENAL ALLAH

MENGENAL ALLAH

GALERI

      1 VoteMengenal Allah adalah pelajaran pertama yang seharusnya diajarkan oleh setiap orang tua kepada anaknya, karena mengenal tuhan dengan segala sifat yang menyertainya merupakan seutama-utamanya kelurusan tauhid yang harus dipahami dan diyakini oleh setiap manusia yang memilki rasa dan akal budiNah sekarang, jika kamu ditanya : Siapakah Tuhanmu ?. Maka, Katakanlah bahwa Tuhanku adalah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang menjadi sebab dari sekalian sebab dan Tuhan tempat bengantung segala sesuatu. Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.Itulah Allah, Tuhan, yang tidak ada yang berhak disembah selain Dia. Dia Tuhan yang tidak pernah tidur, kekal selama-lamanya dan terus menerus mengurus hambanya. Tidak mengantuk lagi pula tidak pernah tidur. Dia yang memiliki apa-apa yang ada di bumi dan apa-apa yang berada di langit. Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Jawaban tersebut tentunya bukan hanya sekedar jawaban yang terlahir dari lisan saja, tetapi merupakan ungkapan hati yang mengandung konsekuensi taat, tunduk dan patuh atas semua perintah yang telah diperintahkan-Nya, baik itu perintah untuk meninggalkan segala sesuatu ataupun perintah untuk mengerjakannya atau secara umum dikatakan, menghentikan semua larangan-Nya dan mengerjakan semua perintah-nya tanpa sebab yang lain selain dari sebab karena Dia. Itulah keyakinan tauhid yang benar lagi lurus.Lebih jauh, Asal dari kata  Allah  adalah kata  al-Ilah  yang berarti sesuatu yang disembah oleh sesuatu yang rendah dihadapanNya maka itu dikatakan dengan Ilah dengan bentuk pluralnya Alihah yang berarti tuhan-tuhan.Ini menurut pembahasan kaum nasarah yang ingin melakukan pembenaran, bahwa mereka juga berhak memakai nama Allah dengan sebutan Alah.padahal pada hakikatnya dalam pembahasan Nahwau, syarafah, mantiq, arodhi, Maa’ni dan Balaga. nama Allah jika dibagi tetap bermakna sama, Allah,Tanpa Alif menjadi Lillahi,tanpa Lam kedua menjadi Lahu,tanpa huruf Ha menjadi Illa,tanpa Alif dan Lam menjadi Huwa, dan terakhir menjadi Hu, (Hu) adalah Nama Allah sebelum ada mahkluk.Orang-orang kafir menamakan tuhan-tuhan mereka denganAlihah karena menurut keyakinan mereka berhala-berhala dan patung-patung itu adalah tuhan-tuhan mereka dan tuhan-tuhan itu berhak untuk disembah, sehingga penamaan Alihahbukan berasal dari makna yang dikandung nama tersebut tapi lebih berdasarkan keyakinan waktu itu. Ibnu Atsir menyatakan bahwa nama Ilah diambil dari kata Alihah. Jadi kata Ilahberarti sesuatu yang dianggap tuhan atau yang dipertuhankanPemakaian kata Allah sebagai nama bagi Tuhan SWT Yang Maha Esa dalam kosep pemahaman hukum islam bukan pemberian makhluk yang menyembahNya, tetapi merupakansebutan sendiri oleh Tuhan tentang diriNya, Tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang berhak memberikan nama untuk Tuhan SWT. Allah telah memperkenalkan diriNya sendiri dengan nama yang dipilihNya sendiri melalui ayat-ayat tauhid yang dimuat dalam isi kandungan Al-Quran dan Hadist Rasulullah Muhammad SAW yang dapat dilihat pada kajian-kajian berikutnya.” ALLAH ADALAH ISMU ZAT, JANGAN SAMPAI MATAHARI TERDINDING OLEH CAHAYA NYA, KARENA CAHAYA ADALAH SIFAT MATAHARI NYA, TAPI MATAHARI DAN CAHAYA NYA SESUATU YANG TAK TERPISAH, ADA NYA ZAT BERSAMAAN SIFAT ASMA AF’AL, MENGENAL CAHAYA NYA TAPI TIDAK MELIHAT BENTUK ZAT MATAHARI NYA, PENGENALAN YANG TAK SEMPURNA. ADA NYA ALLAH QIDAM ZAT SIFAT ASMA AF’AL, TIDAK SEPERTI MANUSIA SA’AT LAHIR SETELAH BEBERAPA HARI BARU MATA BISA TERBUKA, SETELAH BBRAPA BULAN BARU BISA MERANGKAK, KEMUDIAN BISA BERJALAN, DATANG NYA TIDAK BERSAMAAN. TAPI KALAU ALLAH ADA NYA BESERTA ZAT SIFAT ASMA AF’AL. MAHA BESAR ALLAH YANG TIADA PERUMPAMAAN YANG DAPAT MENYERUPAI NYA. TIADA HURUP TIADA SUARA, LAA TA’YUN LAISYAKAMISLIHII SAY’UN. KENALLAH TUHAN MU DENGAN KESEMPURNAAN, MINTA LAH HIDAYAH AGAR DIA MAU MEMPERKENAL KAN DIRI NYA, KARENA KITA MANUSIA TIDAK MAMPU MENGENAL TUHAN KECUALI ATAS PERKENALAN NYA JUA “ [ Al-Asma Al-Husna ] (Dikutip dari annafiz.wordpress.com)

TAUHIDUS SIFAT

TAUHIDUS SIFAT

      1 VoteTauhidus SifatKaifiyat Tauhidussifat memandang segala sifat yang berdiri pada dzat adalah sifat Allah. Tidak ada yang mendengar kecuali dengan mendengarnya Allah. Tidak ada bagi hamba sekalian itu mempunyai sifat, kecuali hanya sebagai madzhar sifat Allah. Mengesakan Allah ta’ala dalam segala sifat, sirna semua sifat mahluk di bawah sifat Allah. Sifat sifat 20 itu pada hakikatnya adalah yang dikehendaki dalam asma’ul husna. Pandang, syuhud, baik dengan mata kepala atau mata hati, i’tiqodkan hasil pandangan syuhud tersebut yakini bahwa segala sifat yang berdiri pada dzat yang madzhar pada mahluk seperti sifat qudroh irodah ilmun hayatun sama’ bashor kalam semua itu nyata terlihat dan dirasakan oleh kita bahkan oleh mahluk lain bahwa itu semua bersifat majazi (ja’iz/ ada tapi bukan milik.  Hakikatnya yang memiliki semua sifat itu adalah Allah. Orang yang mengakui yang bukan haknya itulah seburuk buruk orang dan itulah yang disebut bid’ah dzolalah. Sifat yang berdiri pada dzat Allah yang bisa kita ketahui adalah kuasa, berkehendak,Ilmu, hidup, mendengar, dan berkata (sifat maani) sifat sifat itu ada pada manusia yang kemudian menjadi sifat ma’nawiyah (subyek). berkuasa menjadi yang berkuasa, berkehendak menjadi yang berkehendak dll. Subyek yang ada pada mahluk itu menjadi madzhar nya Alloh sebagai sifat yang majazi. Yang terasa pada kita itu hakikatnya milik Allah, sebut saja itu adalah sekedar pinjaman. Diumpamakan seperti cahaya, itu adalah cahaya Allah. seperti bumi menjadi terang bukan karena bumi itu terang tetapi karena cahaya matahari yang menyinarinya. Jika sudah benar, tahqiq, cara pandang, cara syuhud, niscaya kita akan tenggelam.Wa Qolbuhu Ladzi Yuddzmiru biKaifiyat tajalli sifat engkau pandang bahwa hamba yang mendengar itu dengan Allah, hamba yang melihat itu dengan Allah, yang berkata kata itu dengan Allah yang berkehendak itu dengan Allah dst, maka lengkaplah keyakinan kita, inna sholati wa nusuki …..lillahi robbil alamin, li adalah milik bukan diartikan untuk.Syariat qouli wa thoriqotu fi’li wa haqiqotu haali wa ma’rifatul ro’sul maali. Tidak ada harta yang paling istimewa kecuali ilmu yang yuntafa’ ubih, ilmu itu bisa berupa ilmu lahir bisa berupa ilmu bathin, ilmu rahasia, ilmu yang menyinari (linuriyahu) yang rahmah dan berkah, rahmah berkaitan akherat berkah berkaitan dengan dunia. Ilmu sebagai kunci dunia dan kunci akherat. Ilmu adalah sifat Allah yang nyata nurnya pada kita.Ada beberapa cara para malaikat dan ruh (dalam suroh lailatul qodar) turun ke bumi(intholiqu ila abdi). Ruh itu adalah para auliya’. Malaikat kembali lagi ke langit tapi para auliya’ itu tidak langsung kembali. Kadang secara jasad barzakhi dan jasmani wujud menguji kita. Kadang hanya berupa jasad barzakhi dan meminjam jasmani seseorang di dekat kita (contoh anak) lalu menguji kita dengan polahnya jika kita nggak sabar lalu menyakitinya menamparnya, maka auliya’ itu lalu tertawa, ah segitu to sabarnya.Faidah tajalli memandang Allah dengan tadrij (sedikit demi sedikit). Tidak usah terburu buru yang penting apa yang diketahui maka amalkan. Jadikan laa ilaha illalloh menjadi pohon tauhid yang kuat dari hembusan nafsu. Benih itu tumbuh dengan tadrij. Pandang terus, meski satu menit dalam sehari. Usahakan di awal kesadaran yaitu bangun tidur dan diakhir kesadaran yaitu mau tidur. Sehingga paling tidak di awali ingat pada Allah dan diakhiri dengan ingat Allah meski di tengahnya bolong. Alhamdulillah ternyata saya masih dihidupkan, ternyata saya masih harus mengahadapi ujian, niscaya Allah akan menolong kita menghadapi semua.Seperti orang sholat diawali dengan qosd “Allahu akbar” meski setelahnya lupa lagi nanti diakhiri salam.Memang susah menerapkan tauhidussifat, karena ini memang maqom para ambiya dan aulia. Mulailah memandang sifat Allah satu persatu. Kita harus mengenal semua sifat dua puluh. Dilantunkan, difaham, ditanamkan. Fahami sifat nafsiah, yaitu wujud. Kemudian lima sifat salbiyah. Wujud itu artinya diri. Salbiyah itu mahkota wujud, keagungan wujud. selanjutnya tujuh sifat ma’ani. Ma’ani itu masdar akar kata, sumber, atau inti. dan tujuh sifat ma’nawiyah sebagai pengembangan sifat ma’ani. Qudroh artinya kuasa, pada saat nyata berkembanga menjadi qodirun, artinya yang kuasa.Ketika sudah berbentuk ma’nawiyah (maf’ul) maka mengandung makna pelaku dan ada kata kerjanya, dan mengandung pula objek.Dalam kajian tauhid sebetulnya penambahan kata maha itu tidak dibenarkan. karena artinya memberikan jarak antara Allah dengan mahluk.Ketika Rosululloh menerima wahyu, beliau menerima dengan lantaran jibril, dengan tabir, dengan suara keras, kecuali pada saat menerima perintah sholat. Kita tidak pernah melihat Allah. Melihat mahluk kita menemukan sifat kuasa. Maka munculah yang kuasa, maka yang kuasa itu pandang sedikit demi sedikit bahwa tidak ada yang kuasa kecuali Allah. Maka fana’lah perbuatan, nama, sifat pada mahluk kembali pada perbuatan, asma, sifat Allah. Tanam dalam hati yang kuat, dikunci jangan sampai goyah. Kembangkan sifat dari sifat sifat ma’ani sampai ke ma’nawiyah.Adam sebagai kholifah fil ardz. Yang namanya bapak jasmani disebut kholifah fil ardz, maka anak keturunannya juga diberi predikat kholifah fil ardz. Apa itu kholifah? Ilustrasinya adalah:Sebuah negara mengirimkan perwakilannya kepada yang lain namanya duta besar. Di kantor maupun di rumah dubes itu di pagar dengan rapat untuk membatasi hukum yang berlaku. Apapun yang dikata oleh dubes adalah mewakili negaranya. Apapun hukum yang dikata oleh dubes maka itu mewakili negara. Jika kita memaksa melompat pagar, maka kita terkena hukum negaranya.Contoh lagi adalah seorang mak comblang. Apapun yang dikata oleh si comblang maka seolah itu datang dari arjuna di telinga srikandi. Karena semua merasa terwakili.Bagaimana dengan kholifah Allah. Kita tidak pernah melihat Allah. Maka kholifah Allah itu yang mewakili di tengah tengah kita yang menyalurkan kita kepada Allah yang gho’ib. Man arofa nafsah arofa robbah. Barang siapa mengenali diri yang kholifah maka akan mengenal Allah.Kholifah adalah yang diutus Allah untuk menunaikan hukum hukumnya. Dia adalah orang yang sudah ma’rifat kepada Allah yang baginya nggak ada yang tersembunyi. Yang mencapai nafsu muthma’innah.Kholifah pertama di bumi adalah adam. adam secara bahasa adalah berarti dulu. Sebagai kholifah Adam telah diberi bekal mengetahui segala asma’. Tidak ada yang tersembunyi baik yang terkecil maupun yang terbesar.Huwa lladzi kholaqo samawati wal ardz….. dia mencipta. Dia siapa? dia insan kamil para arifin billah.Kepadanya dia dilimpahkan ilmu laduni. Dengan Ilmu laduni itu ialah yang sebenarnya yang dikatakan alim (alim robbany). Abu yazid bahkan mengatakan kepada ulama’ dhohir “Akhodztum Ilma Minal Mayyit ila Mayyit Wa Akhodzna Ilma Mina lladzi la yamut”. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)

TAUHIDUL ASMA

TAUHIDUL ASMA

      1 VoteTauhidul AsmaNama ada dua pengertian:1. Ismun Jami’ : menghimpun, memandang yang banyak pada yang satu.2. Ismun mani’ : mencegah, memandang yang satu pada yang banyak, mencegah selain Allah.Apabila melhat orang yang sabar maka hendaklah syuhud, bahwa sabar itu adalah nama Allah Assobuur.falillahi asma’ul husna fad’uhu biha. Allah ta’ala menentukan dirinya dengan nama bukan dengan sifat. Dan sesungguhnya yang kamu seru itu adalah dia yang mendengar (Sami’un).Kalau Allah itu bersifat berarti Allah itu majhul, karena yang butuh sifat adalah dzat yang tidak diketahui.Tauhidul asma’ adalah maqom kedua yang dianugerahkan kepada salik, maqom ini adalah natijah dari maqom pertama (tauhidul af’al), dan yang akan menyampaikan maqom selanjutnya (tauhidus sifat).Ismun jami’ syuhudul katsroh fil wahdah, sekalian alam ini adalah dari Allah yang satuIsmun mani’ syuhdul wahdah filkatsroh, dari Allah jua lah terbitnya alam semesta. Sekalian alam ini adalah madzharnya Allah.Kita kendatipun faham tentang ilmu tauhid tetapi tidak boleh meninggalkan etika, syariat. Oleh karena itu uraian tauhid tidak boleh meninggalkan syari’at. Simpan tauhid sebgai syuhud musyahadah, jalankan syariat dengan baik dan benar sesuai perintah, contoh nabi.Ismun jami’ menghimpun nama nama Allah dalam asmaul husna. Nama yang baik itu adalah predikat kita. Ismun mani’ adalah nama yang tak pantas. Nama buruk kita juga punya yaitu panggilan panggilan yang kita tak pantas menempatkan pada tempat sakral.Contoh: nama asli Jony, ada nama panggilan,meong, nggak mungkin nama panggilan ditempatkan pada ijazah, atau KTP.Simpan semua nama, ungkapkan yang baik pada Allah, ungkapkan yang buruk kepada hamba, meski hakikatnya semua milik  Allah.Tulkiyem itu hakikatnya nama Allah, tapi harus dicegah menjadi nama Allah dan biarkan menjadi nama hamba itu, tulkiyem itulah ismun mani’.Sami’un bashirun itu nama Allah, dan harus dikembalikan pada Allah, Apa bila kita mendengar dan melihat maka yang sami’un bashirun itu adalah Allah, sami’un bashirun itulah ismun jami’. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)