Tuesday 2 September 2014

Alam dan Zat Allah s.w.t

Alam dan Zat Allah s.w.t

      2 VotesAlam dan Zat Allah s.w.t.Untuk pembahasan ini perlu rasanya dijelaskan istilah dan pengertian sekedarnya, meskipun penjelasan penjelasan yang ada sebenarnya sudah cukup memadai .Alam yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sesuatu yang lain daripada Allah, yang diadakan atau yang diciptakan, umumnya juga dikatakan dengan “aghyar”. Jadi jelas sekali bahwa “alam” bukanlah Zat Allah.Dari sinilah sebenarnya patokan kita untuk memahami setiap masalah yang menyangkut Tasawuf yang membicarakan tentang Ketuhanan.Didalam pembahasan ini ada kata kata sebagai berikut :Alam Nuskhatul Haqqi = Alam adalah naskah TuhanAlam Cermin Tuhan = Dalam istilah Alam Mir’atul Haqqi.Alam Mazhar Wujudullah = Alam,pembuktian ujud Allah.Alam Ainul Haqqi = Alam adalah kenyataan Tuhan.Kata-kata yang seperti ini tidak bisa hanya dilihat dan dibaca menurut bunyi kata-kata itu semata-mata (leterjik), sehingga aosiasi tertuju kepada arti dari kat-kata. Kata-kata dan ungkapan dari kalangan Sufi pada umumnya adalah berupa rumus-rumus, gambaran-gambran sebagai pelampiasan kata hati dan perasaan.Sebagimana kita maklum, bahwa kata-kata adalah suatu alat komunikasi antara satu pihak dengan pihak yang lainsehingga terjadi hubungan pengertian dari kedua belah pihak.Dapat pula dimengerti, bahwa kata-kata itu sendiri dapat pula menimbulkan perkiraan yang salah terhadap mereka yang melahirkan kata-kata itu.Akan tetapi bila kita kembali kepada suatu ungkapan bahwa kata-kta hanyalah sekedar isyarat dan gambaran belaka, lebih lagi bila kata-kata itu ada hubungannya dengan perasaan, maka seharusnya tidaklah perlu ada prasangka buruk (negatif) terhadap mereka yang melahirkan kata-kata dan ucapan itu.Lebih ngeri lagi kalau kita bandingkan dngan sebuah sabda Rasulullah s.a.w.” Khalaqa Aadama Kashuuratihi “Artinya : Allah Ciptakan Adam seperti rupaNyaKata-kata demikian ini sukar untuk menolaknya, lebih bila di ingat datang dari lidah Rasullah sendiri yang di riwayatkan oleh Imam Hadist terkenal ketelitiannya dalam merawih hadist.Sabda Rasulullah itu tetap akan kita terima dan kita yakini, namun pasti ada pengertian yang lebih mendalam dibalik Lafaz dan kata-kata tersebut.Begitu pula Hadist Rasulullah berupa Hadist Kudsi yang mana Allah berfirman :” Aku jadi penglihatannya, Aku jadi kakinya, Tangannya dan seterusnya dan sebagainya “Alangkah hebatnya kata-kata itu.Adakah yang bertanya dan membantah?Kenapa Allah mau jadi tangan dan kaki hamba?Dan kenapa jadi begitu?Tidak ada tanya dan bantah.Masya Allah hebat sekali.Kalau demikian,apakah salahnya Ahlul Arifin Billah melahirkan kata-kata gambaran diatas? Kalau mereka nyata-nyata tenggelam dalam lautan “rasa” akhirnya mereka tidak dapat berkata, bingung, nanar, dan sasar, apakah ini harus dipersalahkan pula?Apabila mereka berkata tak dapat lagi membedakan antra hamba dengan Tuhan, apakah tepat bila kita secara langsung menuduh mereka ” mempersamakan hamba dengan Tuhan?”Tuduhan demikian adalah keliru.Apakah sebabnya? Jawabnya mudah saja. Tidak ada seorang hambapun yang dahulunya dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan kecuali asalnya Allah sendiri. Para Rasulpun tidak. Para Rasul hanya menyampaikan apa-apa yang di firmankan Allah kepada mereka.Tidak ada seorang manusiapun tadinya yang mengetahui bahwa Allah itu hidup dan sebagainya, semua itu adalah pemberitahuan Allah.Setelah Allah memberi tahu semua itu melewati Para Rasul dan Nabi, barulah manusia ini tahu keadaan Allah s.w.t. dan barulah manusia dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan.Karena pembicaraan ini menyangkut masalah Hakekat dan yang sebenar benarnya, maka pantas kalau mereka berkata dengan kata-kata tersebut itu.Oleh sebab itu, maka diharapkan jangn sampai ada tuduhan yang mengerikan kepada mereka (Arif Billah) yang hanya dengan kata-kata nuskhatul haqqi, ainul haqqi, atau mir’atul haqqi lalu langsung menuduh mereka berfaham sesat atau dengan lain perkataan berupa gelar-gelar yang cukup menyinggung perasaan, malah hanya membawa perpecahan dan pemisahan yang tajam di dalam Ummat Islam sendiri.Untuk menjaga kemurnian dan kelanggengan ajaran Islam memang seharusnya kita berusaha mempertahankan kebenaran Islam. Menolak ajaran yang nyata kekafirannya, nyata pula kesesatannya, penolakan ini tergantung dengan kekuatan Da’wah sampai dimana kita bisa memikat dengan mengemukakan cara berfikir yang benar dan sehat sebagai yang diajarkan oleh Allah sendiri :” Ud’u Ila Sabiili Rabbika Bil Hiikmati Wal Mau Iazhotil Haasanati Wajaadilhum Billatii Hia Aahsanu “Arinya :Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik dan bantalah keterangan mereka dengan cara yang baik.Metoda yang demikian saya kira tidaklah berarti merusakkan kerukunan beragama dalam Negar Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.Mengembalikan Tasawuf kepangkalnya, sebagaimana anjuranBuya Prof. Dr. Hamka pada pidato Dies Natalis PTAIN di Jogjakata tahun 1959 merupakan suatu anjuran yang beralasan, mengingat banyaknya gerakan kebatinan yang tumbuh laksana cendawan di musim hujan, tidak sedikit diantaranya yang lepas dari dasar-dasar Iman sepanjang ajaran Islam.Saya beranggapan dan berharap bahwa dengan penyempurnaan Tulisan ini, kita kaum Muslimin yang berpegang teguh pendirian Ahlus-Sunnah Wal Jamaah masih tetap mempunyai kekuatan dan senjata ampuh ialah “Doa” dan harap kepada Allah s.w.t. agar tetap memelihara keagungan Agama Islam dimanapun juga serta memelihara Agama Islam dan Kaum Muslimin dari segala cobaan-cobaan.Kita tetap menginginkan peratun bangsa dan keutuhan Negara Republik Indonesia yang kita intai ini sesuai engan azas Pancasila, dengan adanya suatu jaminan untuk tidak membiarkan tumbuhnya bermacam-macam kepercayaan dan iktikad yang memanggil-manggil orang-orang Muslim agar mengikuti ajaran mereka, dimana akhirnya selembar demi selembar daun-daun Muslim beterbangan dari pohonnya.Berpanjang kata tentang salah ini, hnya dengan suatu maksud agar Kaum Muslimin dan Ulama Islam yang ada kini, tidak begitu mudah melontarkan kata-kata, mengucilkan sesama umat yang bernabikan Muhammad s.a.w. dan berkitab sucikan Al Qur’an, umat yang masih percaya kepada hari kebangkitan, karena dengan demikian akan menghancurkan barisan Umat Islam sendiri pada akhirnya.Pengertian Kalimat “Nuskhatul Haqqi”Sebagaimana dijelaskan pada bagian muka naskah ketuhanan, karena alam ini adalah laksana naskah atau kitab yang semuanya dapat dibaca dan dipelajari untuk mencari kebenaran hakiki ialah Allah s.w.t.Allah banyak sekali berfirman dan berseru kepada manusia yang berakal agar membaca dan mempelajarinya, karena apapun yang terpampang dipermukaan alam ini adalah “ayat-ayat” yang harus difikirkan, Kumpulan ayat-ayat itu dapat pula dikatakan suatu naskah atau kitab.Ibnu Athoillah r.a mengungkapkan dalam rangka membaca semua ini, janganlah laksana seekor sapi yang bekerja menggiling padi di penggilingan, karena bagaimanapun tidak akan sampai kepada titik tujuan yang sebenarnya.Seorang manusia berfikir : Hidup perlu Kerja, Kerja perlu Makan, Makan untuk tambah Tenaga, Tenaga untuk dapat Kerja, Kerja Untuk Makan dan seterusnya… dan seterusnya… Atau saling menyalahkan dan membenarkan pendapat sendiri.. ini benar itu salah.. hadist ini doif itu shahih.. demikian seterusnya tidak berujung.. Akhirnya hanya laksana bulatan (sirkel) yang terus menerus berputar dalam lingkaran itu saja, tidak bedanya dengan se ekor sapi di penggilingan padi.Kapan waktunya dia mencari kebenaran hakiki? Kalau dia tetap disibukkan dalam suatu sirkulasi demikian, kenapa dia tidak mau membaca naskah berupa dirinya dalam alam ini?.Apabila seseorang mau menggunakan waktu untuk membaca naskah dirinya dan alam ini, dia pasti akan sampai kepada tujuan hidup yang sebenarnya, akan dapat mengenal dengan pengenalan sempurna kepada Maha Pencipta Naskah yang berupa dirinya dan Alam.Maka misal dan ungkapan bahwa alam ini adalah Naskah Ketuhanan sebenarnya dapat kita terima.Pengertian kata “Cermin Tuhan”Pada umumnya kita menyebut kata-kata cermin hanyalah dalam arti kata pinjaman. Untuk mengenal keadaan tubuh kita, sudah rapi atau belum, apa dan bagaimana rupa dan bentuk mata, sipit ataukah tidak, kita ingin tahu lidah atau gigi, hal mana tidak dapat dilihat langsung oleh mata, umumnya semua itu kita pergunakan cermin.Tetapi mata yang terlihat dalam cermin, gigi dan lidah hanyalah sekedar bayangan, bukan keadaan yang sebenarnya.Tiap-tiap yang bernama bayangan tidak mungkin dapat dipegang, kita hanya menemukan suatu permukaan yang rata dari kaca cermin.Alam adalah Cermin Tuhan, karena “diri” atau Kunhi Zat (keadaan Diri) Allah s.w.t. tidak bisa dilihat oleh mata kepala ini. Yang dapat dilihat dengan mata kepala hanyalah Alam dan segala peristiwa yang terjadi di dalam Alam.Alam ini dapat dimisalkan Cermin Tuhan untuk setidak tidaknya dapat melihat “bayangan Tuhan di dalam cermin” namun apa yang terpampang di dalam cermin bukanlah dia Tuhan yang kita cari.Maha sucilah Allah dari pada mempunyai bayangan.Menurut ungkapan dikalangan Sufi, alam ini adalah dua macam. Pertama Alam Kabir dan kedua Alam Shoghir. Alam Kabir atau alam besar ialah alam semesta ini, sedangkan Alam Shoghir atau alam kecil adalah diri manusia ini sendiri.Kalangan Ahli Filsafat menyebutkan Mikro Kosmos (kecil) dan Makro Kosmos (besar) Alam kecil ini adalah sebagai bayangan Alam Besar karena hampir seluruh macam dan jenis Alam Besar tergambar dan terbayang pada diri manusia.Tanah, Air, Api dan Udara merupakan unsur-unsur yang ada pada alam besar yang smuanya terbayang pada diri manusia, tumbuh-tumbuhan, dan binatang, langit an bumi juga ada bayangannya dan gambarannya pada diri manusia kita ini. Tetapi yang jelas, diri manusia bukanlah alam semesta dan alam semesta bukanlah diri manusia. Ungkapan akal ini boleh dan dapat diterima menurut pendapat akal sehat.Diri manusia dikatakan oleh Allah adalah KhalifahNya di muka bumi, yang menurut arti bahasa adalah ” PenggantiNya” di muka bumi ini. Tapi haruslah di ingat bahwa manusia bukanlah Tuhan di muka Bumi.” Man ‘Arafa Nafsahu Faqad ‘Arafa Rabbahu”Artinya :” Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal TuhanNya”Hadist Rasulullah ini sebagai patokan dasar makrifat kepada Allah s.w.t.Dari ungkapan ini kita dapat merumuskan dengan suatu rangkain.Insan – Alam – Tuhan.Insan adalah bayangan dan cermin Alam, Alam juga merupakan bayangan dan cermin Tuhan. Tetapi Insan dan Alam adalah “Maujud” (diadakan) sedang Allah adalah Zat Wajibul Wujud.Insan dan Alam yang kita lihat bukanlah rupa dan bentuknya, tetapi kita melihat “adanya” Adanya Insan dan Alam adalah “fana” didalam lautan Wujudullah.Adanya Insan dan Alam hanyalah sekedar “majas” semata.“Wujud yang Hak adalah Wujud Allah”Akhirnya nyatalah dan kita dapat menerima ungkapan kata Alam Adalah Cermin Tuhan.Pengertian kata “Ainul Hak” (kenyataan Tuhan)Insan “ainul Hakki atau alam Ainul Hakki” kata-kata inilah yang menghebohkan, sehingga timbul tuduhan buruk kepada mereka. Sepanjang kita kaji, tidak ada yang berkata misalnya “al insan Huwallah” atau “Al alam Huwallah” (manusia atau alam itu Allah) atau kata-kata “Insan atau alam sama dengan Allah” tidak ada kata-kata demikian yang lahir dari mulut Sufi yang benar.Kalimat atau kata-kata yang nyata dari mereka ialah “Insan / Alam Ainul Hakki”Ibnu Araby berkata :” Al Abdu Rabbun, Warrabbu Abdun.Ya Laita Syi’ri, Manil Mukallaf ?Ya Laita Syi’ri, Manil Mukallaf ?In Qulta – Abdun Fadzaka Rabbun.Aw Qulta Rabbun – Anna Yukallaf ? “Artinya :” Hamba Adalah Tuhan, Tuhan Adalah Hamba, betapa syu’urku. Siapakah yang dibebani?, kalau anda berkata Hamba, maka itulah Tuhan, atau anda Tuhan, betapakah dia dibebani? “Maka rangkuman kata dari Ibnu Araby ini merupakan sajak/puisi. Puisi suatu ungkapan kata menggambarkan cetusan perasaan seorang pengarang. Diterima atau tidak oleh orang lain bukanlah soal yang penting, namun ia merasa puas dengan apa yang ia ungkapkan dalam bentuk puisi ini, yang mengambarkan kebingungannya sendiri (tahayyur)Oleh sajak itu terlihat jelas tentang rasa bingungnya, apa dan bagaimana. Biarkanlah dia tenggelam dalam kebingunngan demikian, itu adalah urusannya sendiri.Ibnu Araby r.a. sebagai seorang Sufi besar pada zamannya, tercatat sebagai seorang yang taat melaksanakan perintah agama, seorang ahli syariat, seorang yang sangat ahli dalam Alquran dan Hadist, apakah kita harus menuduhnya sebagai seorang yang kafir? Sedangkan rangkuman sajaknya adalah perasaannya, getaran hatinya sendiri, bukankah dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam cetusan perasaannya itu?Kalau Ibnu Araby r.a berada di zaman ini mungkin kita akan berkata padanya :” Silahkan tuan dengan serba bingung,Tuan puas dengan merenung,Aku diam seribu bahasa,Kelu lidahku tiada kata,Engkau adalah engkau,Aku adalah aku,Aku dan engkau datang dari satu rumpun,Kesanalah kita kembali. “Kesimpulan adalah, kata-kata “Alam ainul Hakki” atau “alam Mazhhar wujudullah” adalah dua kalimat yang sama maksud dan tujuannya.Allah bertahwil (berubah keadaan) dalam segala rupa.Salah seorang guru saya membuka masalah ini dengan kata-kata ” tidak mustahil bagi Allah mewujudkan sifatNya dalam rupa mahkluk, tetapi mustahil mahkluk sama dengan Allah “.Zat dan sifat Allah tidak pernah dan tidak kan berubah-rubah. Namun bertahwilnya Allah s.w.t. adalah urusan Allah sendiri dan kehendaknya sendiri.” Maa Sya’allahu Kaana Wamaa Lam Yasya’ Lam Yakun”Artinya :” Apa saja yang Allah kehendaki jadi, dan apa saja yang tidak dikehendaki Allah tak akan jadi “.Mungkin kata “Tahwil” ini yang diartikan oleh Buya Hamka dengan kata “jelma” dalam tulisan beliau yang menyangkut faham Ibnu Araby, halaman 146 Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya.Andai kata Allah itu bertahwil pada segala rupa dan keadaan sebagaimana akan terjadi di hari Kiamat, kemudian kita tidak mengkuinya sebagai Tuhan dengan ucapan ” A’udzubillahi Minka” (Aku berlindung kepada Allah dari pada engkau) maka hal tersebut tidaklah dipersalahkan. Yang tidak diterima itu adalah “rupa dan bentuknya” bukan ain wujudnya.“Dunia sebagai sesuatu ” sedikit dari yang sedikit, orang yang mengasyikinya adalah hina dari segala hina “Yang paling ramai dibicarakan golongan Sufi adalah masalah dunia dan sikap hidup terhadapnya. Hampir semufakat mereka untuk menolak dunia dan keduniaan ini dengan bermacam-macam cara dan laku, dengan riyadhoh dan latihan, uzlah dan zuhud, berhaus berlapar perut, bertongkat mata diwaktu malam.Apabila kita bertanya kepada mereka “kenapa anda berbuat emikian, berpayah-payah berlemas badan, cekung mata karena begadang, kapan lagi anda berjuang ?. Mereka menjawab dengan pandangan mata lurus kedepan “inilah namanya perjuangan payah kami ini, namun segar nyaman pasti mendatang – Inna ma’al usri yusran – dibalik kepayahan mengiringi kesenangan, lapar kami hari ini, besok kami akan kenyang, cekung mata hari ini, besok ia bertambah terang dan cemerlang, biarlah kami… biarlah kami..Menurut adat dan kebiasaan, dipandang dari segi lahir dan kenyataan, bagaimana nanti nasib umat jika mereka terus menerus demikian. Mana lagi orang berzakat, mana lagi kegiatan membangun masjid, mana lagi perjuangan, dan bermacam tanya yang diajukan.Ada yang mencela sikap mereka, dianggap hanya mengurus dirinya sendiri tidak lagi menghiraukan perjuangan dan kepentingan masyarakat banyak. Namun mereka tetap begitu dan terus begitu.Tapi ada yang ganjil dan istimewanya. Sepatah kata dari mereka yang keluar dari mulut mereka untuk membangun jiwa ummat, ternyata lebih berharga dari seribu ucapan dan pidato seribu pejabat negeri.Terdengar kabar dan berita, raja dan menteri datang bersujud dan sungkem kepada mereka memohon restu dan doa, apa katanya takut dilanggar, apa nasehatnya disimak dan didengar. Ini suatu kenyataan.Betapa pengaruhnya ucapan dan kata panggilan Yang Mulia Tuan Guru H.Anang ‘Ilmi Martapura terhadap gerombolan Ibnu Hajar, sewaktu beliau hidup, tanyakanlah kepada bekas pengikutnya Ibnu Hajar yang masih ada sekarang ini.Sebelum ada panggilan Tuan Guru, beribu kata dan himbauan, ratusan motir dan ribuan peluru yang dilepaskan, mereka tetap bertahan, Si Tuan Guru yang sederhana itu, berdoa dengan khusuk kepada Allah agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, Doa Yang Mulia Tuan Guru berhasil, kesatuan gerombolan datang berbondong-bondong kembali kekampung halaman dan keluarga.Tapi sayang sungguh sayang. Masih ada yang mencemoohkan, apalah artinya panggilan dari seorang sederhana demikian, memanggil dan berdoa tidak menghabiskan sepiring nasi, yang berhasil itu hanyalah usaha lahir jua.Sekarang timbul pertanyaan pada diri, apakah harus mengikuti jejak mereka dengan cara dan latihan yang demikian beratnya – namun besar manfaatnya – ataukah ada suatu sistem lain dengan tidak meninggalkan prinsip bahwa kehidupan akhirat jauh lebih berharga dari pada kehidupan dunia ?Untuk menjawab pertanyaan itu, kita hendak melihat dahulu ciri-ciri khas ” hidup keduniaan ” dan ciri-ciri khas ” hidup keakhiratan atau kemalaikatan “. Laksana tanda tanda lalu lintas mana tanda yang harus kekanan, mana pula tanda yang harus kekiri, mana tanda boleh parkir kendaraan dan mana yang tidak.Sesuai dengan ajaan Rasulullah, bahwa selama hidup di dunia, banyak tuntutannya untuk dapat menerapkan kehidupan keakhiratan, bahkan pernah beliau berpesan kepada dua sahabat beliau tersayang ( S. Umar dan S. Ali r.anhuma) agar kelak menemui seorang yang bernama Uwais Al-Qarni, seorang yang diberi gelar oleh Rasulullah, seorang manusia penduduk langit.Arti pesan itu jelaslah bahwa ada jalan menempuh ” hidup keakhiratan ” selagi masih hidup dan di permukaan bumi ini.Hidup keakhiratan yang kita maksudkan dapat pula disebutkan ” kehidupan alam malakut ” yang dengan sendirinya memperhatikan bagaimana hidupnya para malaikat.Ciri-ciri khas hidup keakhiratan/alam malakut.Selalu zikir, tasbih, tahmid dan takbir.Selalu taat terhadap perintah Allah.Tidak pernah makan dan minum.Tidak berumah tangga.Tidak pernah sakit atau berobat.Tidak pernah sibuk/disibukkan mencari dan mengeluarkan biaya hidup.Tidak pernah tidur dan beristirahat.Menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah untuk manusia.Dan lain-lain yang bersifat kerohanian.Ciri-ciri khas hidup keduniaan.Sibuk mancari dan mengeluarkan biaya hidup.Mementingkan dan mengutamakan kepentingan perut, pakaian dan perumahan.Sibuk dengan kepentingan jasani.Sibuk dengan urusan rumah tangga atau masyarakat yang semata-mata duniawi.Lebih mementingkan diri pribadi.Berusaha sekuatnya mempertahankan hidup.Memerlukan waktu istrahat dan tidur.Sering menunjukkan permusuhan.Dan lain-lain yang bersifat jasmaniah serupa hayawaniah.Sementara kalangan filsafat menyatakan pendapatnya, bahwa manusia ini adalah ” hayawanun – nathiq “ (binatang yang mampu berbicara dan berakal)Manusia menghimpun dua unsur yang berlawanan, yaitu unsur malakiyah(kemalaikatan) dan Hayawaniah(kebinatangan) atau juga disebut unsursamawi (langit) dan unsur ardli (bumi).Kedua unsur ini ada pada diri manusia saling tarik menarik siapa yang menang dalam pergulatan itu, maka di sanalah manusia ini akhirnya. Apabila dia tertarik oleh unsur malakiyah atau samawi maka beruntunglah manusia itu. Tetapi sebaliknya bila tarikan unsur hayawani atau ardli lebih kuat, maka rugilah manusia itu.Maka untuk menjawab pertanyaan diatas, ambillah contoh Nabi Sulaiman a.s. yang kaya raya tapi tidak tersangkut hati dengan kekayaan, hatinya bener-benar rumah Allah, selalu dzikir dan puji kepada Allah, kekayaan dan harta bukan tempatnya dihati.Ambillah pula contoh Nabi Yusuf a.s. berpangkat dan rebutan wanita, Tanda pangkat hanya sekeping perak atau tembaga atau sekedar emas sepuhan, bukan letaknya di hati, tetapi terletak di bahu kanan atau kiri, bisa dilepas bisa di pasang, tidak pula beliau tersangkut hati pada wanita dalam hatinya, karena hati ini mutlak sepenuhnya tempat zikir kepada Allah.Inilah jawaban atas pertanyaan diatas, suatu cara yang mudah, hati dan roh adalah unsur langit, janganlah dia dijatuhkan ke bumi menjadi makanan binatang, cara ini adalah cara yang selamat. Ikutilah ajaran Allah dan Rasul dan ikutilah jejak Arif Billah, sediakan hati sepenuhnya untuk Allah, karena allah dengan Allah dan dari pada Allah (dikutif dari annafiz.wordpress.com)

Sunday 24 August 2014

Tauhid Zat Bukan Kunhi Zat

Tauhid Zat Bukan Kunhi Zat

      2 VotesPengertian tauhid zat adalah mengesakan Allah pada zat. Maqam tauhid zat merupakan maqam tertinggi dan merupakan puncak pengetahuan dan musyahadah orang yang Arif.Bagi Arifin yang telah sampai pada maqam ini, mereka merasakan kelezatan spiritual yang tiada tara. Dan maqam ini juga merupakan batas akhir pencarian (seluruh makhluk), dalam perjalanan menuju kepada-Nya.Batas PengetahuanTauhid Zat itu berbeda dengan Kunhi Zat. Karena itu, tidak ada seorang pun yang sampai pada maqam ini yaitu maqam Kunhi Zatullah  termasuk para Nabi Mursal dan Malaikat muqarrabin. Dalam firman Allah dijelaskan:وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ .“Dan Allah memperingatkan kamu terhadap siksa-Nya. “ (Ali Imran: 30).Namun dalam ayat tersebut para ulama ahli hakikat memiliki penafsiran sebagai berikut “Yakni Allah memperingatkamu bahwa ma’rifahmu tidak akan sampai kepada Kunhi Zat-Nya.”Pendapat tersebut telah diperkuat dengan hadits Nabi Muhammad Saw.:كُلُّكُمْ فِى ذَاتِ اللهِ اَحْمَقُ .“Kamu semua tidak akan sampai pada Kunhi Zat Allah.”Dalam hal ini, Syekh Abdul Wahab as-Sya’rani qs. dalam kitabal-Jawahir wa al-Durar, menerjemahkan perkataan Syekhnya Sayyidi Ali al-Khawas ra. sebagai berikut: “Bahwa pengetahuan makhluk terhadap Allah tidak akan sampai kepada zat-Nya, karena Ia (Allah) bukan ’ain (wujud materi) yang dihukumkan oleh akal, dan bukan pula ’ain yang dihukumkan oleh syuhud dalam hati dan mata. Melainkan Ia dibalik semua itu. Dengan demikian, Allah bukan’ain yang dikenal oleh manusia dan bukan pula Ia ’ain yang tidak diketahui. Karena itu, bagi siapapun yang mengetahui hal itu, maka ia wajib menyembah kepada zat yang suci lagi gaib. Dan yang demikian itulah yang disebut ibadah yang paling sempurna”.Jadi, tidak ada yang sampai pada maqam ini (tauhid zat) kecuali Nabi kita Muhammad Saw. Dan para Anbiya’ dan Aulia’ yang berada di bawah bimbingan-Nya. Karena hanya Nabi Muhammad Saw. yang diciptakan dari Zat-Nya. sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir ra.Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Jabir! Yang pertama kali diciptakan Allah adalah Cahaya Nabimu. Dari Cahaya itulah kemudian diciptakan segala sesuatu, termasuk engkau di dalam segala sesuatu itu.”Tauhid & CaranyaCara mengesakan Allah pada zat, adalah dengan memandang melalui mata kepala dan mata hati, bahwa tiada yang maujud di dalam wujud ini kecuali hanya Allah. Dengan kata lain, dalam maqam tauhid zat ini seorang hamba fana’ dari segala zat di bawah zat Allah. Tiada zat yang maujud melainkan wujudullah, sedangkan wujud makhluk adalah ma’dum (yang ditiadakan). Karena wujud selain Allah bukan wujud itu sendiri, melainkan ia wujud dengan Allah. Artinya, wujud makhluk berdiri dengan wujud Allah, dan tidak berdiri sendiri. Karena itu, wujud makhluk sebenarnya bersifat khayal (imajinatif) dan waham (menciptakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada).Dalam hal ini, Syekh Arif billah Maulana as-Syekh Shidiq bin Umar Khan ra. menjelaskan: “Segala wujud selain Allah bagaikan wujud yang kita lihat di dalam mimpi, yang segera sirna saat kita terjaga. Demikianlah gambaran tentang wujud gairullah (selain Allah).”Karenanya, untuk dapat merasakan pandangan bahwa tiada wujud di alam semesta ini kecuali wujud Allah, maka kita harus mematikan diri.Mati & MaknanyaMengenai mati, menurut ulama ahli tasawuf, dibagi menjadi dua, yakni Mati hissi yaitu berpisahnya ruh dari jasad. Dan Mati ma’nawi yaitu mati secara makna, yang berarti jasadnya masih hidup akan tetapi nafsunya mati.Ketika seseorang mati, baik secara hissi maupun ma’nawi maka hilanglah wujud gairullah. Karena saat itulah sesungguhnya kita baru betul-betul terjaga. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:النَّاسُ نِيَامٌ فَاِذَا مَاتُوْا إِنْتَبَهُوْ“Manusia dalam keadaan tidur maka apabila mereka mati maka mereka baru jaga (dari tidurnya).”Dalam hadis lain, Rasulullah Saw. juga menjelaskan:مُوْتُوْا قَبْلَ اَنْ تَمُوْتُوْا وَمَنْ اَرَادَ اَنْ يَنْظُرَ اِلَى مَيِّتٍ يَمْشِى عَلَى وَجْهِ اْلاَرْضِ فَلْيَنْظُر اِلَى اَبِى بَكْرٍ“Matikanlah dirimu sebelum kamu mati dan barang siapa ingin melihat mayat berjalan di atas bumi maka lihatlah Abu Bakar.”Orang yang sampai pada tahap mati ma’nawi, seluruh nafsunya seperti nafsu ammarah, lawwamah dan sawwalat telah mengalami proses kematian. Sehingga dalam pandangannya meyakini bahwa segala wujud gairullah (selain Allah) fana’ dan hakikatnya tidak ada. Karena itu, Wujudullah adalah wujud yang sebenarnya. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.:اَلاَ كُلُّ شَيْئٍ مَا خَلاَ اللهُ بَاطِلٌ .“Ingatlah ! Tiap-tiap sesuatu selain Allah adalah batil (adanya).” Adapun dalil yang memperkuat pendapat tersebut banyak sekali. Seperti firman Allah SWT.كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ .“Semua yang ada di bumi itu akan binasa Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 26-27)Para ulama ahli hakikat menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut: “Bermula tiap-tiap sesuatu baik semua hewan atau yang tersusun dari zat dan sifat semuanya binasa pada masa dahulu dan masa sekarang dan masa yang akan datang. Dan yang kekal hanya zat Tuhanmu, yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”Dalam ayat lain juga dijelaskan:كُلُّ شَيْئٍ هَالِكٌ اِلاَّ وَجْهَهُ .“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (Al Qashash: 88)Ayat tersebut ditafsirkan oleh ulama ahli hakikat sebagai berikut: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, baik pada masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, kecuali Zat Allah yang tiada binasa.”Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. juga dijelaskan:كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْئٌ مَعَهُ .“Yang ada hanya Allah dan tidak ada sesuatu serta-Nya.”Selain itu, juga ada maqalah Ulama yang menambahkan:وَهُوَ اْلاَنَ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ كَانَ .“Dan Dia (Allah) pada masa sekarang ini adalah ada pada-Nya masa yang telah lampau..”Dalam hadis Nabi Muhammad Saw. juga dijelaskan:وَالَّذِيْ نَفْسٌ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ اَنَّكُمْ دَلَيْتُمْ بِحَبْلٍ اِلَى اْلاَرْضِ لَهَبِطَ عَلَى اللهِ ثُمَّ قَرَأَ هُوَ اْلاَوَّلُ وَاْلاَخِرُ ……. اْلاَيَة“Demi Zat yang jiwa Muhammad ada pada Qudrat-Nya, jikalau kamu ulurkan tali dari langit ke bumi niscaya turun dari awal hingga akhirnya Wujudullah kemudian membaca “HUWAL AWWALU WAL AKHIRU…… (hingga akhir ayat 3 Surat Al Hadid).”Kesimpulannya adalah, bahwa segala wujud yang disandarkan kepada Wujudullah yang hakiki, itu hanya khayal (imajinatif), waham (ilustratif) dan majazi (metaforis). Karena wujudnya antara dua ’adam (tidak ada) sedangkan wujud di antara dua ’adam itu ’adam. Tidak ada wujud yang berdiri sendiri, kecuali dengan Wujudullah. Artinya, wujud alam semesta berdiri dengan Wujudullah. Karena itu, tidak ada wujud yang sesungguhnya, kecuali hanya wujud Allah SWT. (Dikutip dari annafiz.wordpress.com)

Alam dan Zat Allah s.w.t.

Alam dan Zat Allah s.w.t.Untuk pembahasan ini perlu rasanya dijelaskan istilah dan pengertian sekedarnya, meskipun penjelasan penjelasan yang ada sebenarnya sudah cukup memadai .Alam yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sesuatu yang lain daripada Allah, yang diadakan atau yang diciptakan, umumnya juga dikatakan dengan “aghyar”. Jadi jelas sekali bahwa “alam” bukanlah Zat Allah.Dari sinilah sebenarnya patokan kita untuk memahami setiap masalah yang menyangkut Tasawuf yang membicarakan tentang Ketuhanan.Didalam pembahasan ini ada kata kata sebagai berikut :Alam Nuskhatul Haqqi = Alam adalah naskah TuhanAlam Cermin Tuhan = Dalam istilah Alam Mir’atul Haqqi.Alam Mazhar Wujudullah = Alam,pembuktian ujud Allah.Alam Ainul Haqqi = Alam adalah kenyataan Tuhan.Kata-kata yang seperti ini tidak bisa hanya dilihat dan dibaca menurut bunyi kata-kata itu semata-mata (leterjik), sehingga aosiasi tertuju kepada arti dari kat-kata. Kata-kata dan ungkapan dari kalangan Sufi pada umumnya adalah berupa rumus-rumus, gambaran-gambran sebagai pelampisan kata hati dan perasaan.Sebagimana kita maklum, bahwa kata-kata adlah suatu alat komunikasi antara satu pihak dengan pihak yang lainsehingga terjadi hubungan pengertian dari kedua belah pihak.Dapat pula dimengerti, bahwa kata-kata itu sendiri dapat pula menimbulkan perkiraan yang salah terhadap mereka yang melahirkan kata-kata itu.Akan tetapi bila kita kembali kepada suatu ungkapan bahwa kata-kta hanyalah sekedar isyarat dan gambaran belaka, lebih lagi bila kata-kata itu ada hubungannya dengan perasaan, maka seharusnya tidaklah perlu ada prasangka buruk (negatif) terhadap mereka yang melahirkan kata-kata dan ucapan itu.Lebih ngeri lagi kalau kita bandingkan dngan sebuah sabda Rasulullah s.a.w.” Khalaqa Aadama Kashuuratihi ”    Artinya : Allah Ciptakan Adam seperti rupaNyaKata-kata demikian ini sukar untuk menolaknya, lebih bila di ingat datang dari lidah Rasullah sendiri yang di riwayatkan oleh Imam Hadist terkenal ketelitiannya dalam merawih hadist.Sabda Rasulullah itu tetap akan kita terima dan kita yakini, namun pasti ada pengertian yang lbih mendalam dibalik Lafaz dan kata-kata tersebut.Begitu pula Hadist Rasulullah berupa Hadist Kudsi yang mana Allah berfirman : ” Aku jadi penglihatannya, Aku jadi kakinya, Tangannya dan seterusnya dan sebagainya “Alangkah hebatnya kata-kata itu.Adakah yang bertanya dan membantah?Kenapa Allah mau jadi tangan dan kaki hamba?Dan kenapa jadi begitu?Tidak ada tanya dan bantah.Masya Allah hebat sekali. Kalau demikian,apakah salahnya Ahlul Arifin Billah melahirkan kata-kata gambaran diatas? Kalau mereka nyata-nyata tenggelam dalam lautan “rasa” akhirnya mereka tidak dapat berkata, bingung, nanar, dan ssar, apakah ini harus dipersalahkan pula?Apabila mereka berkata tak dapat lagi membedakan antra hamaba engan Tuhan, apakah tepat bila kita secara langsung menuduh mereka ” mempersamakan hamba dengan Tuhan?”Tuduhan demikian adalah keliru.Apakah sebabnya? Jawabnya mudah saja. Tidak aa seorang hambapun yang dahulunya dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan kecuali asalnya Allah sendiri. Para Rasulpun tidak. Para Rasul hanya menyampaikan apa-apa yang di firmankan Allah kepada mereka.Tidak ada seorang manusiapun tadinya yang mengetahui bahwa Allah itu hidup dan sebagainya, semua itu adalah pemberitahuan Allah.Setelah Allah memberi tahu semua itu melewati Para Rasul dan Nabi, barulah manusia ini tahu keadaan Allah s.w.t. dan barulah manusia dapat membedakan antara hamba dengan Tuhan.Karena pembicaraan ini menyangkut masalah Hakekat dan yang sebenar benarnya, maka pantas kalau mereka berkata dengan kata-kata tersebut itu.Oleh sebab itu, maka diharapkan jangn sampai ada tuduhan yang mengerikan kepada mereka (Arif Billah) yang hanya dengan kata-kata nuskhatul haqqi, ainul haqqi, atau mir’atul haqqi lalu langsung menuduh mereka berfaham sesat atau dengan lain perkataan berupa gelar-gelar yang cukup menyinggung perasaan, malah hanya membawa perpecahan dan pemisahan yang tajam di dalam Ummat Islam sendiri.Untuk menjaga kemurnian dan kelanggengan ajaran Islam memang seharusnya kita berusaha mempertahankan kebenaran Islam. Menolak ajaran yang nyata kekafirannya, nyata pla kesesatannya, penolakan ini tergantung dengan kekuatan Da’wah sampai dimana kita bisa memikat dengan mengemukakan cara berfikir yang benar dan sehat sebagai yang dia jarkan oleh Allah sendiri :” Ud’u Ila Sabiili Rabbika Bil Hiikmati Wal Mau Iazhotil Haasanati Wajaadilhum Billatii Hia Aahsanu “Arinya :Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik dan bantalah keterangan mereka dengan cara yang baik.Metoda yang demikian saya kira tidaklah berarti merusakkan kerukunan beragama dalam Negar Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.Mengembalikan Tasawuf kepangkalnya, sebagaimana anjuranBuya Prof. Dr. Hamka pada pidato Dies Natalis PTAIN di Jogjakata tahun 1959 merupakan suatu anjuran yang beralasan, mengingat banyaknya gerakan kebatinan yang tumbuh laksana cendawan di musim hujan, tidak sedikit diantaranya yang lepas dari dasar-dasar Iman sepanjang ajaran Islam.Saya beranggapan dan berharap bahwa dengan penyempurnaan Tulisan ini, kita kaum Muslimin yang berpegang teguh pendirian Ahlus-Sunnah Wal Jamaah masih tetap mempunyai kekuatan dan senjata ampuh ialah “Doa” dan harap kepada Allah s.w.t. agar tetap memelihara keagungan Agama Islam dimanapun juga serta memelihara Agama Islam dan Kaum Muslimin dari segala cobaan-cobaan.Kita tetap menginginkan peratun bangsa dan keutuhan Negara Republik Indonesia yang kita intai ini sesuai engan azas Pancasila, dengan adanya suatu jaminan untuk tidak membiarkn tumbuhnya bermacam-macam kepercayaan dan iktikad yang memanggil-manggil orang-orang Muslim agar mengikuti ajaran mereka, dimana akhirnya selembar demi selembar daun-daun Muslim beterbangan dari pohonnya.Berpanjan kata tentang salah ini, hnya dengan suatu maksud agar Kaum Muslimin dan Ulama Islam yang ada kini, tidak begitu mudah melontarkan kata-kata, mengucilkan sesama umat yang bernabikan Muhammad s.a.w. dan berkitab sucikan Al Qur’an, umat yang masih percaya kepada hari kebangkitan, karena dengan demikian akan menghancurkan barisan Umat Islam sendiri pada akhirnya.Pengertian Kalimat “Nuskhatul Haqqi”Sebagaimana dijelaskan pada bagian muka naskah ketuhanan, karena alam ini adalah laksana naskah atau kitab yang semuanya dapat dibaca dan dipelajari untuk mencari kebenaran hakiki ialah Allah s.w.t.Allah banyak sekali berfirman dan berseru kepada manusia yang berakal agar membaca dan mempelajarinya, karena apapun yang terpampang dipermukaan alam ini adalah “ayat-ayat” yang harus difikirkan, Kumpulan ayat-ayat itu dapat pula dikatakan suatu naskah atau kitab.Ibnu Athoillah r.a mengungkapkan dalam rangka membaca semua ini, janganlah laksana seekor sapi yang bekerja menggiling padi di penggilingan, karena bagaimanapun tidak akan sampai kepada titik tujuan yang sebenarnya.Seorng manusia berfikir : Hidup perlu Kerja, Kerja perlu Makan, Makan untuk tambah Tenaga, Tenaga untuk dapat Kerja, Kerja Untuk Makan dan seterusnya… dan seterusnya…Akhirnya hanya laksana bulatan (sirkel) yang terus menerus berputar dalam lingkaran itu saja, tidak bedanya dengan se ekor sapi di penggilingan padi.Kapan waktunya dia mencari kebenaran hakiki? Kalau dia tetap disibukkan dalam suatu sirkulasi demikian, kenapa dia tidk mau membaca naskah berupa dirinya dalam alam ini?.Apabila seseorang mau menggunakan waktu untuk membaca naskah dirinya dan alam ini, dia pasti akan sampai kepada tujuan hidup yang sebenarnya, akan dapat mengenal dengan pengenalan sempurna kepada Maha Pencipta Naskah yang berupa dirinya dan Alam.Maka misal dan ungkapan bahwa alam ini adalah Naskah Ketuhanan sebenarnya dapat kita terima.Pengertian kata “Cermin Tuhan”Pada umumnya kita menyebut kata-kata cermin hanyalah dalam arti kanta pinjaman. Untuk mengenal keadaan tubuh kita, sudah rapi atau belum, apa dan bagaimana rupa dan bentuk mata, sipit ataukah tidak, kita ingin tahu lidah atau gigi, hal mana tidak dapat dilihat langsung oleh mata, umumnya semua itu kita pergunakan cermin.Tetapi mata yang terlihat dalam cermin, gigi dan lidah hanyalah sekedar bayangan, bukan keadaan yang sebenarnya.Tiap-tiap yang bernama bayangan tidak mungkin dapat dipegang, kiata hanya menemukan suatu permukaan yang rata dari kaca cermin.Alam adalah Cermin Tuhan, karena “diri” atau Kunhi Zat (keadaan Diri) Allah s.w.t. tidak bisa dilihat oleh mata kepala ini. Yang dapat dilihat engan mata kepala hanyalah Alam dan segala peristiwa yang terjadi di dalam Alam.Alam ini dapat dimisalkan Cermin Tuhan untuk setidak tidaknya dapat melihat “bayangan Tuhan di dalam cermin” namun apa yang terpampang di dalam cermin bukanlah dia Tuhan yang kita cari.Maha sucilah Allah dari pada mempunyai bayangan.Menurut ungkapan dikalangan Sufi, alam ini adalah dua macam. Pertama Alam Kabir dan kedua Alam Shoghir. Alam Kabir atau alam besar ialah alam semesta ini, sedangkan Alam Shoghir atau alam kecil adalah diri manusia ini sendiri.Kalangan Ahli Filsafat menyebutkan Mikro Kosmos (kecil) dan Makro Kosmos (besar) Alam kecil ini adalah sebagai bayangan Alam Besar karena hampir seluruh macam dan jenis Alam Besar tergambar dan terbayang pada diri manusia.Tanah, Air, Api dan Udara merupakan unsur-unsur yang ada pada alam besar yang smuanya terbayang pada diri manusia, tumbuh-tumbuhan, dan binatang, langit an bumi juga ada bayangannya dan gambarannya pada diri manusia kita ini. Tetapi yang jelas, diri manusia bukanlah alam semesta dan alam semesta bukanlah diri manusia. Ungkapan akal ini boleh dan dapat diterima menurut pendapat akal sehat.Diri manusia dikatakan oleh Allah adalah KhalifahNya di muka bumi, yang menurut arti bahasa adalah ” PenggantiNya” di muka bumi ini. Tapi haruslah di ingat bahwa manusia bukanlah Tuhan di muka Bumi.” Man ‘Arafa Nafsahu Faqad ‘Arafa Rabbahu”Artinya :” Siapa yang mengenal dirinya, pasti dia dapat mengenal TuhanNya”Hadist Rsulullah ini sebagai patokan dasar makrifat kepada Allah s.w.t.Dari ungkapan ini kita dapat merumuskan dengan suatu rangkain.Insan – Alam – Tuhan.Insan adalah bayangan dan cermin Alam, Alam juga merupakan bayangan dan cermin Tuhan. Tetapi Insan dan Alam adalah “Maujud” (diadakan) sedang Allah adalah Zat Wajibul Wujud.Insan dan Alam yang kita lihat bukanlah rupa dan bentuknya, tetapi kita melihat “adanya” Adanya Insan dan Alam adalah “fana” didalam lautan Wujudullah.Adanya Insan dan Alam hanyalah sekedar “majas” semata.“Wujud yang Hak adalah Wujud Allah”Akhirnya nyatalah dan kita dapat menerima ungkapan kata Alam Adalah Cermin Tuhan.Pengertian kata “Ainul Hak” (kenyataan Tuhan)Insan “ainul Hakki atau alam Ainul Hakki” kata-kata inilah yang menghebohkan, sehingga timbul tuduhan buruk kepada mereka. Sepanjang kita kaji, tidak ada yang berkata misalnya “al insan Huwallah” atau “Al alam Huwallah” (manusia atau alam itu Allah) atau kata-kata “Insan atau alam sama dengan Allah” tidak ada kata-kata demikian yang lahir dari mulut Sufi yang benar.Kalimat atau kata-kata yang nyata dari mereka ialah “Insan / Alam Ainul Hakki”Ibnu Araby berkata :” Al Abdu Rabbun, Warrabbu Abdun.Ya Laita Syi’ri, Manil Mukallaf ?Ya Laita Syi’ri, Manil Mukallaf ?In Qulta – Abdun Fadzaka Rabbun.Aw Qulta Rabbun – Anna Yukallaf ? “Artinya :” Hamba Adalah Tuhan, Tuhan Adalah Hamba, betapa syu’urku. Siapakah yang dibebani?, kalau anda berkata Hamba, maka itulah Tuhan, atau anda Tuhan, betapakah dia dibebani? “Maka rangkuman kata dari Ibnu Araby ini merupakan sajak/puisi. Puisi suatu ungkapan kata menggambarkan cetusa perasaan seorang pengarang. Diterima atau tidak oleh orang lain bukanlah soal yang penting, namun ia merasa puas dengan apa yang ia ungkapkan dalam bentuk pusi ini, yang mengambarkan kebingungannya sendiri (tahayyur)Oleh sajak itu terlihat jelas tentang rasa bingunggnya, apa dan bagaimana. Biarkanlah dia tenggelam dalam kebingunngan demikian, itu adalah urusannya sendiri.Ibnu Araby r.a. sebagai seorang Sufi besar pada zamannya, tercatat sebagai seorang yang taat melaksanakan perintah agama, apakah kita harus menuduhnya sebagai seorang yang kafir? Sedangkan rangkuman sajaknya adalah perasaannya, getaran hatinya sendiri, bukankah dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam cetusan perasaannya itu?Kalau Ibnu Araby r.a berada di zaman ini mungkin kita akan berkata padanya :” Silahkan tuan dengan serba bingung,Tuan puas dengan merenung,Aku diam seribu bahasa,Kelu lidahku tiada kata,Engkau adalah engkau,Aku adalah aku,Aku dan engkau datang dari satu rumpun,Kesanalah kita kembali. “Kesimpulan adalah, kata-kata “Alam ainul Hakki” atau “alam Mazhhar wujudullah” adalah dua kalimat yang sama maksud dan tujuannya.Allah bertahwil (berubah keadaan) dalam segala rupa.Salah seorang guru saya membuka masalah ini dengan kata-kata ” tidak mustahil bagi Allah mewujudkan sifatNya dalam rupa mahkluk, tetapi mustahil mahkluk sama dengan Allah “.Zat dan sifat Allah tidak pernah dan tidak kan berubah-rubah. Namun bertahwilnya Allah s.w.t. adalah urusan Allah sendiri dan kehendaknya sendiri.” Maa Sya’allahu Kaana Wamaa Lam Yasya’ Lam Yakun”Artinya :” Apa saja yang Allah kehendaki jadi, dan apa saja yang tidak dikehendaki Allah tak akan jadi “.Mungkin kata “Tahwil” ini yang diartikan oleh Buya Hamka dengan kata “jelma” dalam tulisan beliau yang menyangkut faham Ibnu Araby, halaman 146 Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya.Andai kata Allah itu bertahwil pada segala rupa dan keadaan sebagaimana akan terjadi di hari Kiamat, kemudian kita tidak mengkuinya sebagai Tuhan dengan ucapan ” A’udzubillahi Minka” (Aku berlindung kepada Allah dari pada engkau) maka hal tersebut tidaklah dipersalahkan. Yang tidak diterima itu adalah “rupa dan bentuknya” bukan ain wujudnya.“Dunia sebagai sesuatu ” sedikit dari yang sedikit, orang yang mengasyikinya adalah hina dari segala hina “Yang paling ramai dibicarakan golongan Sufi adalah masalah dunia dan sikap hidup terhadapnya. Hampir semufakat mereka untuk menolak dunia dan keduniaan ini dengan bermacam-macam cara dan laku, dengan riyadhoh dan latihan, uzlah dan zuhud, berhaus berlapar perut, bertongkat mata diwaktu malam.Apabila kita bertanya kepada mereka “kenapa anda berbuat emikian, berpayah-payah berlemas badan, cekung mata karena begadang, kapan lagi anda berjuang ?. Mereka menjawab dengan pandangan mata lurus kedepan “inilah namanya perjuangan payah kami ini, namun segar nyaman pasti mendatang – Inna ma’al usri yusran – dibalik kepayahan mengiringi kesenangan, lapar kami hari ini, besok kami akan kenyang, cekung mata hari ini, besok ia bertambah terang dan cemerlang, biarlah kami… biarlah kami..Menurut adat dan kebiasaan, dipandang dari segi lahir dan kenyataan, bagaimana nanti nasib umat jika mrek terus menerus demikian. Mana lagi orang berzakat, mana lagi kegiatan membangun masjid, mana lagi perjuangan, dan bermacam tanya yang diajukan.Ada yang mencela sikap mereka, dianggap hanya mengurus dirinya sendiri tidak lagi menghiraukan perjuangan dan kepentingan masyarakat banyak. Namun mereka tetap begitu dan terus begitu.Tapi ada yang ganjil dan istimewanya. Sepatah kata dari mereka yang keluar dari mulut mereka untuk membangun jiwa ummat, ternyata lebih berharga dari seribu ucapan dan pidato seribu pejabat negeri.Terdengar kabar dan berita, raja dan menteri datang bersujud dan sungkem kepada mereka memohon restu dan doa, apa katanya takut dilanggar, apa nasehatnya disimak dan didengar. Ini suatu kenyataan.Betapa pengaruhnya ucapan dan kata panggilan Yang Mulia Tuan Guru H.Anang ‘Ilmi Martapura terhadap gerombolan Ibnu Hajar, sewaktu beliau hidup, tanyakanlah kepada bekas pengikutnya Ibnu Hajar yang masih ada sekarang ini.Sebelum ada panggilan Tuan Guru, beribu kata dan himbauan, ratusan motir dan ribuan peluru yang dilepaskan, mereka tetap bertahan, Si Tuan Guru yang sederhana itu, berdoa dengan khusuk kepada Allah agar mereka kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, Doa Yang Mulia Tuan Guru berhasil, kesatuan gerombolan datang berbondong-bondong kembali kekampung halaman dan keluarga.Tapi sayang sungguh sayang. Masih ada yang mencemoohkan, apalah artinya panggilan dari seorang sederhana demikian, memanggil dan beroa tidak menghabiskan sepiring nasi, yang berhasil itu hanyalah usaha lahir jua.Sekarang timbul pertanyaan pada diri, apakah harus mengikuti jejak mereka dengan cara dan latihan yang demikian beratnya – namun besar manfaatnya – ataukah ada suatu sistem lain dengan tidak meninggalkan prinsip bahwa kehidupan akhirat jauh lebih berharga dari pada kehidupan dunia ?Untuk menjawab pertanyaan itu, kita hendak melihat dahulu ciri-ciri khas ” hidup keduniaan ” dan ciri-ciri khas ” hidup keakhiratan atau kemalaikatan “. Laksana tanda tanda lalu lintas mana tanda yang harus kekanan, mana pula tanda yang harus kekiri, mana tanda boleh parkir kendaraan dan mana yang tidak.Sesuai dengan ajaan Rasulullah, bahwa selama hidup di dunia, banyak tuntutannya untuk dapat menerapkan kehidupan keakhiratan, bahkan prnah beliau berpesan kepada dua sahabat beliau tersayang ( S. Umar dan S. Ali r.anhuma) agar kelak menemui seorang yang bernama Uwais Al-Qarni, seorang yang diberi gelar oleh Rasulullah, seorang manusia penduduk langit.Arti pesan itu jelaslah bahwa ada jalan menempuh ” hidup keakhiratan ” selagi masih hidup dan di permukaan bumi ini.Hidup keakhiratan yang kita maksudkan dapat pula sidebutkan ” kehidupan alam malakut ” yang dengan sendirinya memperhatikan bagaimana hidupnya para malaikat.Ciri-ciri khas hidup keakhiratan/alam malakut.Selalu zikir, tasbih, tahmid dan takbir.Selalu taat terhadap perintah Allah.Tidak pernah makan dan minum.Tidak berumah tangga.Tidak pernah sakit atau berobat.Tidak pernah sibuk/disibukkan mencari dan mengeluarkan biaya hidup.Tidak pernah tidur dan beristirahat.Menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah untuk manusia.Dan lain-lain yang bersifat kerohanian.Ciri-ciri khas hidup keduniaan.Sibuk mancari dan mengeluarkan biaya hidup.Mementingkan dan mengutamakan kepentingan perut, pakaian dan perumahan.Sibuk dengan kepentingan jasani.Sibuk dengan urusan rumah tangga atau masyarakat yang semata-mata duniawi.Lebih mementingkan diri pribadi.Berusaha sekuatnya mempertahankan hidup.Memerlukan waktu istrahat dan tidur.Sering menunjukkan permusuhan.Dan lain-lain yang bersifat jasmaniah serupa hayawaniah.Sementara kalangan filsafat menyatakan pendapatnya, bahwa manusia ini adalah ” hayawanun – nathiq “ (binatang yang mampu berbicara dan berakal)Manusia menghimpun dua unsur yang berlawanan, yaitu unsur malakiyah(kemalaikatan) dan Hayawaniah(kebinatangan) atau juga disebut unsursamawi (langit) dan unsur ardli (bumi).Kedua unsur ini ada pada diri manusia saling tarik menarik siapa yang menang dalam pergulatan itu, maka si sanalah manusia ini akhirnya. Apabila dia tertarik oleh unsur malakiyah atau samawi maka beruntunglah manusia itu. Tetapi sebaliknya bila tarikan unsur hayawani atau ardli lebih kuat, maka rugilah manusia itu.Maka untuk menjawab pertanyaan diatas, ambillah contoh Nabi Sulaiman a.s. yang kaya raya tapi tidak tersangkut hati dengan kekayaan, hatinya bener-benar rumah Allah, selalu dzikir dan puji kepada Allah, kekayaan dan harta bukan tempatnya dihati.Ambillah pula contoh Nabi Yusuf a.s. berpangkat dan rebutan wanita, Tanda pangkat hanya sekeping perak atau tembaga atau sekedar emas sepuhan, bukan letaknya di hati, tetapi terletak di bahu kanan atau kiri, bisa dilepas bisa di pasang, tidak pula beliau trsangkut hati pada wanita dalam hatinya, karena hati ini mutlak sepenuhnya tempat zikir kepada Allah.Inilah jawaban atas pertanyaan diatas, suatu cara yang mudah, hati dan roh adalah unsur langit, janganlah dia dijatuhkan ke bumi menjadi makanan binatang, cara ini adalah cara yang selamat. Ikutilah ajaran Allah dan Rasul dan ikutilah jejak Arif Billah, sediakan hati sepenuhnya untuk Allah, karena allah dengan Allah dan dari pada Allah (dikutip dari annafiz.wordpress.com)

MENGENAL ALLAH

MENGENAL ALLAH

GALERI

      1 VoteMengenal Allah adalah pelajaran pertama yang seharusnya diajarkan oleh setiap orang tua kepada anaknya, karena mengenal tuhan dengan segala sifat yang menyertainya merupakan seutama-utamanya kelurusan tauhid yang harus dipahami dan diyakini oleh setiap manusia yang memilki rasa dan akal budiNah sekarang, jika kamu ditanya : Siapakah Tuhanmu ?. Maka, Katakanlah bahwa Tuhanku adalah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan yang menjadi sebab dari sekalian sebab dan Tuhan tempat bengantung segala sesuatu. Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia.Itulah Allah, Tuhan, yang tidak ada yang berhak disembah selain Dia. Dia Tuhan yang tidak pernah tidur, kekal selama-lamanya dan terus menerus mengurus hambanya. Tidak mengantuk lagi pula tidak pernah tidur. Dia yang memiliki apa-apa yang ada di bumi dan apa-apa yang berada di langit. Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Jawaban tersebut tentunya bukan hanya sekedar jawaban yang terlahir dari lisan saja, tetapi merupakan ungkapan hati yang mengandung konsekuensi taat, tunduk dan patuh atas semua perintah yang telah diperintahkan-Nya, baik itu perintah untuk meninggalkan segala sesuatu ataupun perintah untuk mengerjakannya atau secara umum dikatakan, menghentikan semua larangan-Nya dan mengerjakan semua perintah-nya tanpa sebab yang lain selain dari sebab karena Dia. Itulah keyakinan tauhid yang benar lagi lurus.Lebih jauh, Asal dari kata  Allah  adalah kata  al-Ilah  yang berarti sesuatu yang disembah oleh sesuatu yang rendah dihadapanNya maka itu dikatakan dengan Ilah dengan bentuk pluralnya Alihah yang berarti tuhan-tuhan.Ini menurut pembahasan kaum nasarah yang ingin melakukan pembenaran, bahwa mereka juga berhak memakai nama Allah dengan sebutan Alah.padahal pada hakikatnya dalam pembahasan Nahwau, syarafah, mantiq, arodhi, Maa’ni dan Balaga. nama Allah jika dibagi tetap bermakna sama, Allah,Tanpa Alif menjadi Lillahi,tanpa Lam kedua menjadi Lahu,tanpa huruf Ha menjadi Illa,tanpa Alif dan Lam menjadi Huwa, dan terakhir menjadi Hu, (Hu) adalah Nama Allah sebelum ada mahkluk.Orang-orang kafir menamakan tuhan-tuhan mereka denganAlihah karena menurut keyakinan mereka berhala-berhala dan patung-patung itu adalah tuhan-tuhan mereka dan tuhan-tuhan itu berhak untuk disembah, sehingga penamaan Alihahbukan berasal dari makna yang dikandung nama tersebut tapi lebih berdasarkan keyakinan waktu itu. Ibnu Atsir menyatakan bahwa nama Ilah diambil dari kata Alihah. Jadi kata Ilahberarti sesuatu yang dianggap tuhan atau yang dipertuhankanPemakaian kata Allah sebagai nama bagi Tuhan SWT Yang Maha Esa dalam kosep pemahaman hukum islam bukan pemberian makhluk yang menyembahNya, tetapi merupakansebutan sendiri oleh Tuhan tentang diriNya, Tidak ada satu makhluk pun di dunia ini yang berhak memberikan nama untuk Tuhan SWT. Allah telah memperkenalkan diriNya sendiri dengan nama yang dipilihNya sendiri melalui ayat-ayat tauhid yang dimuat dalam isi kandungan Al-Quran dan Hadist Rasulullah Muhammad SAW yang dapat dilihat pada kajian-kajian berikutnya.” ALLAH ADALAH ISMU ZAT, JANGAN SAMPAI MATAHARI TERDINDING OLEH CAHAYA NYA, KARENA CAHAYA ADALAH SIFAT MATAHARI NYA, TAPI MATAHARI DAN CAHAYA NYA SESUATU YANG TAK TERPISAH, ADA NYA ZAT BERSAMAAN SIFAT ASMA AF’AL, MENGENAL CAHAYA NYA TAPI TIDAK MELIHAT BENTUK ZAT MATAHARI NYA, PENGENALAN YANG TAK SEMPURNA. ADA NYA ALLAH QIDAM ZAT SIFAT ASMA AF’AL, TIDAK SEPERTI MANUSIA SA’AT LAHIR SETELAH BEBERAPA HARI BARU MATA BISA TERBUKA, SETELAH BBRAPA BULAN BARU BISA MERANGKAK, KEMUDIAN BISA BERJALAN, DATANG NYA TIDAK BERSAMAAN. TAPI KALAU ALLAH ADA NYA BESERTA ZAT SIFAT ASMA AF’AL. MAHA BESAR ALLAH YANG TIADA PERUMPAMAAN YANG DAPAT MENYERUPAI NYA. TIADA HURUP TIADA SUARA, LAA TA’YUN LAISYAKAMISLIHII SAY’UN. KENALLAH TUHAN MU DENGAN KESEMPURNAAN, MINTA LAH HIDAYAH AGAR DIA MAU MEMPERKENAL KAN DIRI NYA, KARENA KITA MANUSIA TIDAK MAMPU MENGENAL TUHAN KECUALI ATAS PERKENALAN NYA JUA “ [ Al-Asma Al-Husna ] (Dikutip dari annafiz.wordpress.com)

TAUHIDUS SIFAT

TAUHIDUS SIFAT

      1 VoteTauhidus SifatKaifiyat Tauhidussifat memandang segala sifat yang berdiri pada dzat adalah sifat Allah. Tidak ada yang mendengar kecuali dengan mendengarnya Allah. Tidak ada bagi hamba sekalian itu mempunyai sifat, kecuali hanya sebagai madzhar sifat Allah. Mengesakan Allah ta’ala dalam segala sifat, sirna semua sifat mahluk di bawah sifat Allah. Sifat sifat 20 itu pada hakikatnya adalah yang dikehendaki dalam asma’ul husna. Pandang, syuhud, baik dengan mata kepala atau mata hati, i’tiqodkan hasil pandangan syuhud tersebut yakini bahwa segala sifat yang berdiri pada dzat yang madzhar pada mahluk seperti sifat qudroh irodah ilmun hayatun sama’ bashor kalam semua itu nyata terlihat dan dirasakan oleh kita bahkan oleh mahluk lain bahwa itu semua bersifat majazi (ja’iz/ ada tapi bukan milik.  Hakikatnya yang memiliki semua sifat itu adalah Allah. Orang yang mengakui yang bukan haknya itulah seburuk buruk orang dan itulah yang disebut bid’ah dzolalah. Sifat yang berdiri pada dzat Allah yang bisa kita ketahui adalah kuasa, berkehendak,Ilmu, hidup, mendengar, dan berkata (sifat maani) sifat sifat itu ada pada manusia yang kemudian menjadi sifat ma’nawiyah (subyek). berkuasa menjadi yang berkuasa, berkehendak menjadi yang berkehendak dll. Subyek yang ada pada mahluk itu menjadi madzhar nya Alloh sebagai sifat yang majazi. Yang terasa pada kita itu hakikatnya milik Allah, sebut saja itu adalah sekedar pinjaman. Diumpamakan seperti cahaya, itu adalah cahaya Allah. seperti bumi menjadi terang bukan karena bumi itu terang tetapi karena cahaya matahari yang menyinarinya. Jika sudah benar, tahqiq, cara pandang, cara syuhud, niscaya kita akan tenggelam.Wa Qolbuhu Ladzi Yuddzmiru biKaifiyat tajalli sifat engkau pandang bahwa hamba yang mendengar itu dengan Allah, hamba yang melihat itu dengan Allah, yang berkata kata itu dengan Allah yang berkehendak itu dengan Allah dst, maka lengkaplah keyakinan kita, inna sholati wa nusuki …..lillahi robbil alamin, li adalah milik bukan diartikan untuk.Syariat qouli wa thoriqotu fi’li wa haqiqotu haali wa ma’rifatul ro’sul maali. Tidak ada harta yang paling istimewa kecuali ilmu yang yuntafa’ ubih, ilmu itu bisa berupa ilmu lahir bisa berupa ilmu bathin, ilmu rahasia, ilmu yang menyinari (linuriyahu) yang rahmah dan berkah, rahmah berkaitan akherat berkah berkaitan dengan dunia. Ilmu sebagai kunci dunia dan kunci akherat. Ilmu adalah sifat Allah yang nyata nurnya pada kita.Ada beberapa cara para malaikat dan ruh (dalam suroh lailatul qodar) turun ke bumi(intholiqu ila abdi). Ruh itu adalah para auliya’. Malaikat kembali lagi ke langit tapi para auliya’ itu tidak langsung kembali. Kadang secara jasad barzakhi dan jasmani wujud menguji kita. Kadang hanya berupa jasad barzakhi dan meminjam jasmani seseorang di dekat kita (contoh anak) lalu menguji kita dengan polahnya jika kita nggak sabar lalu menyakitinya menamparnya, maka auliya’ itu lalu tertawa, ah segitu to sabarnya.Faidah tajalli memandang Allah dengan tadrij (sedikit demi sedikit). Tidak usah terburu buru yang penting apa yang diketahui maka amalkan. Jadikan laa ilaha illalloh menjadi pohon tauhid yang kuat dari hembusan nafsu. Benih itu tumbuh dengan tadrij. Pandang terus, meski satu menit dalam sehari. Usahakan di awal kesadaran yaitu bangun tidur dan diakhir kesadaran yaitu mau tidur. Sehingga paling tidak di awali ingat pada Allah dan diakhiri dengan ingat Allah meski di tengahnya bolong. Alhamdulillah ternyata saya masih dihidupkan, ternyata saya masih harus mengahadapi ujian, niscaya Allah akan menolong kita menghadapi semua.Seperti orang sholat diawali dengan qosd “Allahu akbar” meski setelahnya lupa lagi nanti diakhiri salam.Memang susah menerapkan tauhidussifat, karena ini memang maqom para ambiya dan aulia. Mulailah memandang sifat Allah satu persatu. Kita harus mengenal semua sifat dua puluh. Dilantunkan, difaham, ditanamkan. Fahami sifat nafsiah, yaitu wujud. Kemudian lima sifat salbiyah. Wujud itu artinya diri. Salbiyah itu mahkota wujud, keagungan wujud. selanjutnya tujuh sifat ma’ani. Ma’ani itu masdar akar kata, sumber, atau inti. dan tujuh sifat ma’nawiyah sebagai pengembangan sifat ma’ani. Qudroh artinya kuasa, pada saat nyata berkembanga menjadi qodirun, artinya yang kuasa.Ketika sudah berbentuk ma’nawiyah (maf’ul) maka mengandung makna pelaku dan ada kata kerjanya, dan mengandung pula objek.Dalam kajian tauhid sebetulnya penambahan kata maha itu tidak dibenarkan. karena artinya memberikan jarak antara Allah dengan mahluk.Ketika Rosululloh menerima wahyu, beliau menerima dengan lantaran jibril, dengan tabir, dengan suara keras, kecuali pada saat menerima perintah sholat. Kita tidak pernah melihat Allah. Melihat mahluk kita menemukan sifat kuasa. Maka munculah yang kuasa, maka yang kuasa itu pandang sedikit demi sedikit bahwa tidak ada yang kuasa kecuali Allah. Maka fana’lah perbuatan, nama, sifat pada mahluk kembali pada perbuatan, asma, sifat Allah. Tanam dalam hati yang kuat, dikunci jangan sampai goyah. Kembangkan sifat dari sifat sifat ma’ani sampai ke ma’nawiyah.Adam sebagai kholifah fil ardz. Yang namanya bapak jasmani disebut kholifah fil ardz, maka anak keturunannya juga diberi predikat kholifah fil ardz. Apa itu kholifah? Ilustrasinya adalah:Sebuah negara mengirimkan perwakilannya kepada yang lain namanya duta besar. Di kantor maupun di rumah dubes itu di pagar dengan rapat untuk membatasi hukum yang berlaku. Apapun yang dikata oleh dubes adalah mewakili negaranya. Apapun hukum yang dikata oleh dubes maka itu mewakili negara. Jika kita memaksa melompat pagar, maka kita terkena hukum negaranya.Contoh lagi adalah seorang mak comblang. Apapun yang dikata oleh si comblang maka seolah itu datang dari arjuna di telinga srikandi. Karena semua merasa terwakili.Bagaimana dengan kholifah Allah. Kita tidak pernah melihat Allah. Maka kholifah Allah itu yang mewakili di tengah tengah kita yang menyalurkan kita kepada Allah yang gho’ib. Man arofa nafsah arofa robbah. Barang siapa mengenali diri yang kholifah maka akan mengenal Allah.Kholifah adalah yang diutus Allah untuk menunaikan hukum hukumnya. Dia adalah orang yang sudah ma’rifat kepada Allah yang baginya nggak ada yang tersembunyi. Yang mencapai nafsu muthma’innah.Kholifah pertama di bumi adalah adam. adam secara bahasa adalah berarti dulu. Sebagai kholifah Adam telah diberi bekal mengetahui segala asma’. Tidak ada yang tersembunyi baik yang terkecil maupun yang terbesar.Huwa lladzi kholaqo samawati wal ardz….. dia mencipta. Dia siapa? dia insan kamil para arifin billah.Kepadanya dia dilimpahkan ilmu laduni. Dengan Ilmu laduni itu ialah yang sebenarnya yang dikatakan alim (alim robbany). Abu yazid bahkan mengatakan kepada ulama’ dhohir “Akhodztum Ilma Minal Mayyit ila Mayyit Wa Akhodzna Ilma Mina lladzi la yamut”. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)

TAUHIDUL ASMA

TAUHIDUL ASMA

      1 VoteTauhidul AsmaNama ada dua pengertian:1. Ismun Jami’ : menghimpun, memandang yang banyak pada yang satu.2. Ismun mani’ : mencegah, memandang yang satu pada yang banyak, mencegah selain Allah.Apabila melhat orang yang sabar maka hendaklah syuhud, bahwa sabar itu adalah nama Allah Assobuur.falillahi asma’ul husna fad’uhu biha. Allah ta’ala menentukan dirinya dengan nama bukan dengan sifat. Dan sesungguhnya yang kamu seru itu adalah dia yang mendengar (Sami’un).Kalau Allah itu bersifat berarti Allah itu majhul, karena yang butuh sifat adalah dzat yang tidak diketahui.Tauhidul asma’ adalah maqom kedua yang dianugerahkan kepada salik, maqom ini adalah natijah dari maqom pertama (tauhidul af’al), dan yang akan menyampaikan maqom selanjutnya (tauhidus sifat).Ismun jami’ syuhudul katsroh fil wahdah, sekalian alam ini adalah dari Allah yang satuIsmun mani’ syuhdul wahdah filkatsroh, dari Allah jua lah terbitnya alam semesta. Sekalian alam ini adalah madzharnya Allah.Kita kendatipun faham tentang ilmu tauhid tetapi tidak boleh meninggalkan etika, syariat. Oleh karena itu uraian tauhid tidak boleh meninggalkan syari’at. Simpan tauhid sebgai syuhud musyahadah, jalankan syariat dengan baik dan benar sesuai perintah, contoh nabi.Ismun jami’ menghimpun nama nama Allah dalam asmaul husna. Nama yang baik itu adalah predikat kita. Ismun mani’ adalah nama yang tak pantas. Nama buruk kita juga punya yaitu panggilan panggilan yang kita tak pantas menempatkan pada tempat sakral.Contoh: nama asli Jony, ada nama panggilan,meong, nggak mungkin nama panggilan ditempatkan pada ijazah, atau KTP.Simpan semua nama, ungkapkan yang baik pada Allah, ungkapkan yang buruk kepada hamba, meski hakikatnya semua milik  Allah.Tulkiyem itu hakikatnya nama Allah, tapi harus dicegah menjadi nama Allah dan biarkan menjadi nama hamba itu, tulkiyem itulah ismun mani’.Sami’un bashirun itu nama Allah, dan harus dikembalikan pada Allah, Apa bila kita mendengar dan melihat maka yang sami’un bashirun itu adalah Allah, sami’un bashirun itulah ismun jami’. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)

Saturday 23 August 2014

TAUHIDUL AF’AL

TAUHIDUL AF’AL

      3 VotesTauhidul Af’al“ Segala Puji bagi Allah semata yang telah memuliakan Anak cucu Adam (Manusia) dan memilih dari jumlah manusia itu sejumlah Ulama-ulama. Dan Allah memilih pula dari golongan itu mereka yang zahid. Para Ahli Hikmat dan Para Ahli Karomah.”            Allah utamakan dari golongn-glongan tersebut mereka yang Arifin (Ahli Ma’rifat ) kepda Allah, sifat-sifatNya serta asmaNya. Allah rasakan pula buat mereka kelezatan cinta kasih dan Allah tunjukkan pula untuk mereka hakekat segala sesuatu di bumi dan di langit. Sholawat dan salam terhadap junjungan kita Muhammad s.a.w  penutup segala Nabi-nabi yang Ia ciptakan NUR MUHAMMAD itu dari ZAT-NYA dan Ia ciptakan pula segala sesuatu itu daripada NUR MUHAMMAD itu. Salawat dan salam pula untuk seluruh Sahabat Beliau sebagai Pimpinan Para Auliya. Demikian juga selanjutnya solawat dan salam untuk para Tabi’in dan Tabi’ittabi’in semoga kebaikan selalu buat mereka sampai Hari Pembalasan.”Menjelaska Hal-hal yang Bisa Merusakkan dan Menggagalkan Seseorang Sampai Kepada Allah S.W.THendaklah anda ketahui, bahwa yang terpenting, anda harus memelihara diri anda agar jangan sampai jatuh ke lembah maksiat, maupun maksiat lahir ataupun batin.Begitu juga hendaknya anda dpat melepaskan diri anada dari hal-hal yang dapt merusakkan perjalanan cita-cita menuju keredaan Allah, atau yang dapat menggagalkan maksud anda kearah yang dimaksud.Hal-hal yang dapat “merusakkan” perjalanan menuju Allah s.w.t. itu banyak sekali, diantaranya :a)      KASAL (Malas), malas untuk mengerjakan ibadat kepada Allah s.w.t. padahal sebenarnya anda dapat dan sanggup  untuk melakukan ibadat tersebut.b)     FUTUR (Bimbang/lemah pendirian), tidak memiliki tekad yang kuat karena terpengaruh oleh kehidupan duniawi.c)      MALAL (Pembosan), cepat merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan ibadah karena merasa terlalu sering dilakukan, padahal tujuan belum juga tercapai.Timbulnya hal-hl tersebut di atas adalah disebabkan kurang kuatnya rasa keimanan, kurang mantapnya keyakinan, dan banyk terpengaruh oleh hawanafsunya sendiri.Selanjutnya hala yang mengakibatkan “Gagalnya” untuk mencapai tujuan, antara lain SYIRIK KHOFI (syirik tersembunyi) atau dengan kata lain timbul suatu tanggapan dalam hatinya, bahwa golongannyalah yang paling benar yang paling diterima ibadahnya, golongan lain di luar golongannya itu semua salah dan menyalahkan semua hukum dan akidah yang tidak sesuai dengan golongannya, padahal mereka tidak berpegang pada satu mas’af pun, dan beranggapan bahwa semua amal ibadah yang dia lakukan adalah sepenuhnya dari kemampuannya sendiri, tidak dirasakannya  dan diyakininya, bahwa apa yang dilakukannya itu semua, pada Hakekatnyadari pada Allah s.w.t.Segala sesuatu yang Allah ciptakan ini (Mahkluk) pada dasarnya/hakikatnya adalah seakan-akan alat belaka dari Allah, namun Mahasuci Allah daripada memerlukan alat.Hal-hal yang tergolong dalam syirik-khofi antara lain adalah sebagai berikut :RIA’ (Memamerkan) Sengaja mempertontonkan, menampak-nampakkan ibadah atau amalnya kepada orang lain atau ada suatu maksud tertentu “yang lain daripada Allah”  misalnya beramal semata-mata mengharapkan Sorga.SUM’AH (Memperdengar-dengarkan) Sengaja menceritakan tentang amal ibadahnya kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ihklas karena Allah dengan suatu maksud agar orang lain memberikan pujian dan sanjungan kepadanya.UJUB (Membanggakan diri) Rasa Hebat sendiri yang timbul dari dalam hatinya karena banyak amal ibadahnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu adalah semata-mata karena karunia dan Rahmat Allah s.w.t.ﺳﻘﻃ۱ۅله  ۅقوڧﻣﻊ۱ﻟﻌﺒﺎدة( Suqut awwaluhu wuquf ma’al-ibadah)“Gugur permulaannya karena terhenti pada ibadahnya semata-mata”HAJBUN (Hijab/Dinding)Dinding yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya (syuhudnya) kepada kekaguman itu semata-mata, atau dengan kata lain, terpengaruh kepada keindahan amal ibadahnya sendiri, tidak dirasakannya bahwa semua itu adalah karunia Allah s.w.t.Oleh sebab itu, agar anda dapat terlepas dari hal-hal/penyakit tersebut-hal mana dapat membahayakan perjalanan anada,maka tidak ada jalan lain, kecuali memantapkan pandangn batin (musyahadah) dengan penuh keyakinan, bahwa “segala apapun yang terjadi pada hakekatnya/dasarnya adalah dari Allah s.w.t.” sebagaimana yang akan diuraikan pada bagian berikut ini.Tauhidul Af’al(Ke-Esaan perbuatan)Hendaklah anda ketahui bahwa segala apapun juga yang terjadi didalam alam ini pada hakekatnya adalah AF’AL (Perbuatan ) Allah s.w.t.Yang terjadi didalam alam ini dapat digolongkan pada 2 (dua) golongan :a)      Baik pada bentuk (rupa) dan isi (hakekatnya) seperti Iman dan Taat.b)      Jelek pada bentuk (rupa) namun baik pada pengertian isi (hakekat) seperti KUPUR dan MAKSIAT. Dikatakan ini    jelek pada bentuk karena adanya ketentuan hukum/syara yang mengatakan demikian. Dikatakan baik pada pengertian isi (hakekat) karena hal itu adalah suatu ketentuan dan perbuatan dari Allah Yang Maha Baik.Maka “Kaifiyat” (cara) untuk melakukan pandangan (Syuhud/musyahadah) sebagaimana dimaksudkan di atas ialah :“Setiap apapun yang disaksikan oleh mata hendaklah di tanggapi oleh hati, bahwa semua itu adalah AF’AL (perbuatan) dari pada Allah s.w.t.”Bila ada sementara anggapan tentang ikut sertanya “ yang lain pada Allah” di dalam proses kejadian sesuatu, maka hal tersebut tidak lain hanya dalam pengertian majazi (bayangan) bukan menurut pengertian hakiki.Catatan :            Misalnya si A bekerja untuk mencari makan dan/atau memberi makan anak-anaknya. Maka si A tergolong dalam pengertian “yang lain dari pada Allah” dan juga dapat dianggap “ikut serta dalam proses” memberi makan anaknya. Fungsi si A dalam keterlibatannya ini hanya majaz (Bayangan) saja, bukan dalam arti hakiki. Karena menurut pengertian hakiki yang memberi makan dan minum pada hakekatnya ialah Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an S. As-Syu’ara ayat 79.“DIALAH ALLAH YANG MEMBERI MAKAN DAN MINUM KEPADAKU”Segala macam “perbuatan” (sikap atau laku) apakah perbuatan diri sendiri ataupun perbuatn yang terjadi diluar dirinya, adalah termasuk dalam 2 macam pengertian. Pengertian Pertama dinamakan MUBASYARAH dan pengertian ke dua dinamakan TAWALLUD. Kedua macam pengertian ini tidak terpisah satu sama lain.Contohnya adalah sebagai berikut :a)      Gerakan Pena ditangan seorang penulis, ini dinamakanMUBASYARAH (terpadu) karena adanya “perpaduan” dua kemampuan kodrati yaitu kemampuan kodrati gerak tangan dan kemampuan kodrati gerak pena.b)      Gerakan batu yang lepas dari tangan pelempar. Hal ini dinamakan TAWALLUD (terlahir) karena lahirnya gerakan batu yang dilemparkan itu adalah kemampuan kodrati gerak tangan.Namun pada hakekatnya kedua macam pengertian itu (Mubasyarah dan Tawallud) adalah af’al Allah s.w.t., didasarkan kepada dalil/nas Al Qur’an :وﷲﺧﻠﻘﻜﻢوﻣﺎﺗﻌﻤﻠﯣن(Wallahu Kholaqakum wa maa ta’maluun)Artinya : Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu lakukan            Syekh Sulaiman Al Jazuli r.a. menyebutkan dalam syarah/penjelasan Kitab Dala-ilul Khairat bahwa apapun juga yang dilakukan oleh hamba, perkataan, tingkah laku, gerak dan diam, namun semua itu sudah lebih dahulu pada Ilmu, Qodo dan Qodar/Takdir Allah s.w.t.Firman Allah di dalam Al Quran :وﻣﺎرﻣﻴﺖإذ رﻣﻴﺖ وﻟﻜن ﷲرﱉ(Wa ma ramaita idz ramaita walaakunnallahu ramaa)Artinya : Tidaklah Engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi Allah-lah yang melemparkan ketika Engkau melemparﻻﺣول وﻻﻗوۃ١ﻻﺑﺎﷲ١ﻟﻌﻠﻲ١ﻟﻌﻆﻴﻢ (La haula wa la quwwata illaa Billahil’aliyyil azhiem)Artinya : Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan) Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agungﻻﺗﺘﺤﺮك ذرۃإﻻﺑﺎءذنﷲHadist Rasulullah s.a.w.(La Tataharru dzarratun illaa bi idznillaahi)Artinya : Tidak bergerak satu zarrah juapun melainkan atas izin Allah.Penjelasan :”  “ﻻ”  Lam AlifDalam Ayat dan Hadist Rasullah tersebut diatas terdapat Alif Lam yang dinamakan Alif Lam “Istigraqil Jinsiyah” yang artinya “La” (Tidak) atau (ketidak mampuan) mahluk dalam pengertian yang sebenar-benarnya, bukan pengertian majas yang bisa berubah ataupun diberi pengertian yang berbeda. Alif lam tersebut  (Qadim) mutlak adalah hanya Allah yang Maha berkehendak, Maha memberi Gerak, Maha Berkuasa atas apapun, dalam artian, manusia atau mahluk tak dapat melakukan apapun, kecuali atas kehendak Allah atas mahluknya, jadi gerak dan diamnya seluruh mahluk dan alam semesta ini terlebih dahulu telah berada pada ketentuan Qadar/Qadanya Allah, maka sesungguhnya yang di maksud usaha ataupun ihktiar pada mahluk (manusia) tak lain adalah datangnya dari ketentuan Allah juga, bukan atas kehendak mahluk (manusia) nya itu sendiri.Atas pandangan tersebut (musyahadah) inilah, maka Rasulullah s.a.w. tidak mendoakan kehancuran bagi kaumnya yang telah menyakiti Beliau.Catatan :Bermacam macam hinaan, cacian, bahkan siksaan yang dilancarkan oleh golongan Jahiliyah kepada Rasullullah s.a.w. namun beliau balas dengan doaﻟﻠﻬﻢ۱ﻫﺪﻗﻮﻣﻲٳﻧﻬﻢﻻﯾﻌﻠﻤﻮن(Allahummah diiqaumi innahum la ya’lamuun)Artinya : “Ya Allah, Tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui”            Apabila anda tetap selalu atas pandangan (Musyahadah) Tauhidul Af’al dengan penuh yakin (Tahkik) maka terlepaslah anda dari pada penyakit dan bahaya Syirik Khofi sebagaimana tersebut diatas.Sehingga akhirnya anda dapat menyaksikan dengan jelas bahwa ygang berupa UJUD MAJASI (Ujud bayangan) ini lenyap dan hilang sirna, dengan nyatanya NUR UJUDULLAH yang hakiki.Catatan :Apalah artinya cahaya pelita yang dinyalakan disiang hari, dibandingkan dengan cahaya mentari yang cerah memancar.Apabila secara terus menerus anda melati dengan pandangan/musyahadah demikian sedikit demi sedikit dengan tidak tercampur baur antara pandangan lahir dan pandangan batin, maka sampailah anda pada suatu “Maqom (Tingkatan)” yang dinamakan MAQOM WIHDATUL AF’AL.Pada tingkatan ini, berarti Fana (lenyap) segala perbuatan mahluk-perbuatana anda sendiri ataupun perbuatan yang lain dari anda –  karena “nyatanya” perbuatan Allah Yang Maha Hebat.Jahat/jelek ataupun baik pada hakekatnya dari pada Allah.Sebagaimana Saya kemukakan di atas berkali kali bahwa segala macam perbuatan, kejadian, peristiwa apapun yang terjadi pada hakekatnya adalah perbuatan Allah s.w.t., yang jahat ataupun yang baik.Dapat dikatakan demikian, karena didasarkan atas keterangan Hadis Rasulullah s.a.w. di dalam doa Beliau :١ﻟﻟﻬﻢٳﻧﻲ١ءﻮذڊﻚﻣﻨك(Allahumma Inni A’udzubika minka) “Ya Allah, Hamba berlindung kepadaMu dari segala kejahatan yang datang dari padaMu”Catatan :Dalam Hadis lain ada pula isti’adzah (permohonan berlindung diri) yang diajakarkan oleh Rasulullah s.a.w. “Allahumma inni a’udzubika min syarri ma kholakta” artinya : Ya Allah hamba berlindung kepadaMu dari segala kejahatan yang Engkau ciptakan.Kalau sekiranya kejahatan/kejelekan itu bukan dari pada Allah pada hakekatnya, maka tidak mungkin Beliau mengucapkan doa demikian.Allah berfirman : ﻗﻞﻛﻞﻣﻦﻋﻨﺪﷲ(Qul Kullun Min Indillahi)“Katakanlah olehmu (hai Muhammad) segala-galanya adalah dari sisi Allah”Sebagian dari Arif Billah memberikan sebuah maisal (contoh) untuk sekedar mendekatkan paham- namun bukan berarti tepat demikian hubungan hamba dengan Allah, Ialah :“Laksana wayang yang dimainkan oleh dalang dengan bermacam gerak dan laku”Namun semua gerak dan laku si wayang itu adlah suatu “kenyataan” (mashhar) dari pada perbuatan dan laku pak dalang semata-mata, bukanlah gerak dan laku dari wayang itu sendiri.Meskipun demikian bahwa segala macam perbuatan, peristiwa, kejadian dan sebagainya dalam arti hakiki adalah Af’al Allah- tapi janganlah anda tafsirkan “gugur taklif syara” artinya hilang bagi anda kewajiban hukum. Jangan pula hendaknya di itikadkan, lalu melepaskan Syariat Muhammad (ketentuan hukum Islam)Apabila sekiranya anda sampai berkeyakinan/beritikad, gugur taklif syara (atau tidak perlu bersyariat lagi) maka jatuhlah anda kedalam golongan yang dinamakan Kafir Zindik(na’udzubillahi min dzalik).Oleh sebab itu pegang teguhlah Syariat Muhammad tetap dan terus menerus musyahadah Af’al sehingga anda selamat dalam arti yang sebenarnya.Bila mana tidak dengan musyahadah Af’al, meskipun anda sudah lepas dari pada Syirik Jali (Syirik yang nyata) namun belum tentu ana lepas dari pada syirik khofi.Allah berfirman :ﻮﻣﺎﻳﺆﻣﻦ۱ﻛﺜﺮﻫﻢﻮﻫﻢﻣﺸﺮﻛﻮن ( Wa maa yu’minu akstarahum wa hum musyrikun)“Sebagian besar antara mereka masih tidak beriman kepada Allah, malah berlaku syirik”Sayyid Umar bin Al Farid r.a. berkata dengan dua bait syairnya:ﻮﻟﺆﺧﻂﺮٺﱄﰱﺳﻮ۱ك۱ر۱دۃﲈﻰﺧﺎطريﺳﻬواﻗﻀﻴﺖﺑردﺗﻰ        (Wa lau khothorat lii fi siwaaka iraadatun alaa khotirii sahwan qodloitu bi riddatii)‘Andaikata terlintas kilas khatarku, getaran hati di dalam dada, suatu kehendak yang selain padaMu Ya Tuhan,disadari ataupun tidak. Wahai celakanya diri ini remuk hancur dilumpur murtad.Dengan pandangan, tanggapan dan anggapan yang keliru itu, menyebabkan anda tidak termasuk dalam golongan Mukmin yang sempurna.Tetapi bila Musyahadah anda benar.“Tidak ada yang berbuat pada hakikatnya melainkan Allah, tidak ada yang hidup pada hakikatnya melainkan Allah dan tidak ada yang Maujud pada hakikatnya melainkan Allah”Maka  dengan demikian, termasuklah anda dalam golonganAhli Tauhid Yang Benar, suatu golongan yang dijanjikan Allah dengan 2 surga, surga yang pertama adalah surgaMakrifatullah di dunia, dan surga kedua adalah Surga Akhiratyang sudah di kenal berdasarkan dalil dan nas.Syeikhuna ‘Alimul Allamah Al-Bahru ‘arieq Abdullah ibnu Hijazi As-syarqowi al- Mishrie r.a. telah berkata : “siapa yang memasuki surga makrifatullah di dunia, niscaya tidak berhasrat dia kepada surga akhirat yang berupa bidadari, istana, pakaian, makanan dan lain-lain. Hasratnya hanyalah ingin sedekat-dekatnya pada Hadirat Allah dengan Rukyatullah (Melihat Allah dengan nyata) di akhirat kelak”.Nikamat yang paling tinggi di akhirat adalah Ru’yatullah. Jauh sekali beda nilai antara nikmat itu dibandingkan dengan nikmat surga dalam pengertian yang sering dikemukakan.Demikin juga dengan kenyatan melihat Allah dalam artian Makrifatullah di dunia ini yang telah terbuka pada hati orang yang telah Arifbillah, hanya sebagian kecil saja dibandingkan dengan Rukyatullah di akhirat kelak, namun mereka akan mendapatkannya karena mereka telah memuliakanya. Bermusyahadahlah Wihdatul Af’al yang memungkinkan anda untuk dapat memandang keindahan Dzat Wajibal Ujud.Penjelasan penting :Berkata Syekh Abdul Wahab Sya’rani qaddasallahu sirahu dalam kitab Jawahiru wad-Durar beliau memetik ucapan Syehk Mahyudi ibnu Araby r.a. :bahwa Syekh Ibnu Araby telah mencantumkan dalam kitab beliau yang benama Futuhatul Makkiya  pda bab 422 dimana beliau menjelaskan apa yang dimaksud segala perbuatan dari pada Allah dan hamba sebagai sandaran perbuatanNya, karena memng si hamba inilah yang menanggung beban siksa dan pahala.Bila sekiranya kita terhenti pada suatu dakwan (perkiraan) bahwa segala amal perbuatan itu pada hakikatnya dari pada perbuatan kita sendiri, maka berarti Allah telah menyandarkan (meletakkan) dakwan demikian terhadap diri kita sebagai suatu cobaan allah.Catatan :Berdoalah kita semoga dakwan demikian jangan sampai datang kepada kita karena berarti suatu kerugian yang amat besar.Namun demikian bila sekiranya Allah hendak memasukkan kita kedalam Hidrat Ihsan (Maksudnya : beribadat seakan akan melihat Tuhan) maka berarti tipislah hijab (dinding) itu dan kita saksikan selanjutnya bahwa segala amal pada hakikatnya adalah dari pada Allah, sedang kita sendiri tidak mempunyai amal apa apa.Demikian selanjutnya bila Musyahadah menurut mestinya niscaya akan timbul rasa takut kita, kalau kalau tergelincir“Qidam” (Pendirian) kita.Sebagian dari kesempurnaan adab (ahlak/tertib hukum) untuk menyatakan bahwa suatu amal dari kita sendiri sepanjang apa yang kita ketahui, hanya  sekedar untuk mengamalkan apa yang difirmankan Allah s.w.t. :( Ma Ashobaka Min Hasanatin Faminallah, Wa maa Ashobaka Min Salatin Famin Nafsika )Artinya : “apa saja yang menimpa dirimu dari pada yang baik, adalah dari pada Allah, dan apa saja yang menimpa dirimu dari pada yang jelek (buruk) maka hal itu datang dari dirimu sendiri”Syekhuna Al-Allamah Maulana Syekh Yusuf Abu Zarrah Al Mishrie , berkata, ketika Beliau memberikan pelajaran di Masjidil Haram; “Tidak seharusnya berkata bahwa kejahatan itu dari Allah, kecuali dalam waktu dan tingkat belajar/mengajar (maqom ta’lim) dalam jurusan ilmu ini (Tasawwuf).Catatan :Kata-kata “perbuatan dari pada Allah” adalah khusus dalam pengertian hakekat yang seharusnya hanya ada pada suara batin. Tetapi boleh diucapkan dalam saat-saat belajar/mengajar.Syekhuna Ibnu Hajar r.a.  dalam syarah Arba’in, menjelaskan perkataan Nabi s.a.w. yang tercantum pada bagian doa iftitah yang berbunyi “wassyaru laisa ilaik” (kejelekan/kejahatan bukan untukMu) tidak lain maksudnya, ialah untuk mengajar/mendidik adab, karena tidak seharusnya berkata dalam bentuk dan arti yang menghina terhadap Allah, seperti perkataan “ Ya allah yang menjadikan anjing” atau “Ya Allah yang menjadikan babi” meskipun sebenarnya diakui dengan pasti bahwa anjing dan babi itu adalah makhluk (yang dijadikan) Allah. Pengertian dimaksud sehubungan pula dengan Firman Allah tersebut diatas.Syehk abdul Wahab Sya’rani q.s. pernah mengajukan pertanyaan kepada Guru beliau. Syehk Ali Al Khawwas.Tanya : Apa maksud yang sebenarnya pengertian “usaha/Ihktiar” yang dinyatakan oleh Imam Asy’ari (Asy’ariyah)?.Jawab :  Yang dimaksud dengan pengertian “usaha/Ihktiar” adalah ta’alluq iradat mumkin (hubungan kehendak simahkluk) dengan segala kejadian/peristiwa yang dalam hal itu sesuai dengan Takdir Ilahi (Ketentuan Tuhan) . Manakala terjadi “Ta’alluq iradat” (hubungan kehendak) dengan takdir Tuhan, mereka sebutkan itu dengan Usaha/ihktiar bagi mumkin/mahkluk, pada ma’na, sedang mengambil manfaat dari usaha ihktiar itu sendiri, adalah sudah ada pada takdir.Selanjutnya Syekh Abdul Wahab Sya’rani q.s. berkata: “aku pernah mendengar perkataan guruku Syekh Ali Al-Khawwas,kata beliau : semestinya setiap orang harus sudah mengerti“perbuatan mahkluk tidak memberi bekas” (menentukan) itu, adalah sepanjang keadaan (takwin) menurut hukum semata mata.Maka untuk itu hendaklah anda pahami dengan benar karena pada umumnya masih banyak yang belum mengerti perbedaan antara Hukum dan Astar (bekas/kekuatan).“Allah s.w.t. berkeinginan untuk mengadakan harkat (gerak) atau ma’na (arti/nilai) terhadap pekerjaan apapun, tidak bisa terjadi itu (tidak sah wujudnya) kecuali pada “maddahnya”(materi pekerjaan itu sendiri). Karena mustahil pekerjaan itu akan terjadi dengan sendirinya, pasti pada Mahallun (objek) yang dapat menimbulkan takwin (keadaan/peristiwa).Objek (mahallun) yang dimaksud adalah Hamba yang mana dapat pula diartikan “si Mumkin” yang melakukannya, namun sebenarnya apa yang dilakukan oleh si mumkin tadi tidak sekali kali memberi bekas (menentukan), semoga anda bisa memahaminya, karna ini sangat rumit.Syekh Abdul Wahab Sya’rani q.s. berkata lagi : “Aku mendengar saudaraku Afdaluddin Rahimahullah berkata : Bagi mumkin ini sama sekali tidak memiliki kodrat tetapi hanya sekedar menerima Astar Ilahi (bekas/ketentuan Tuhan). Karena sifat Kodrat itu sebenarnya adalah suatu sifat yang tidak pernah terpisah-cerai (infikak) dengan sifat-sifat Ketuhanan. Oleh sebab itu menetapkan adanya “kodrat bagi mumkin” adalah suatu dakwan yang tidak berdasar/dalil.Catatan : salah satu guru saya berkata, bahwa hamba ini sebenarnya hanya mustanir (menerima cahaya). Inilah yang dimaksud dengan kata “hanya sekedar menerima astar Ilahi” seperti yang tersebut diatas.  (Dikutif dari annafiz.wordpress.com

TAUHIDU DZAT

TAUHIDU DZAT

      3 VotesTauhidu ZatKetika semua makhluk belum ada, bumi dan langit belum diciptakan, surga dan neraka belum ada. Kondisi itu oleh kalangan para ahli tasawuf di dikenal dengan sebutan “ Alam Sunyi“.Pada keadaan  Alam Sunyi tersebutlah Zat berdiri  dengan nur-Nya dan dengan Nur-Nya itu Zat berdiri dengan sendirinya , tanpa sebab yang menyebabkannya.Tahap selanjutnya dari Nur-Nya timbullah sifat Ujud dari Zat yang berarti Ada, Dan mulai saat itu Zat tersebut menjadi ada dengan sifat Ujudnya atau Adanya Zat tersebut dengan sifat ujud-Nya tersebut. Sehingga tanpa sifat ujud itu, Zat hanyalah Zat semata-mata karena belum ada sifat yang menyebabkan adanya. Dengan telah adanya sifat Ujud yang berarti Ada, Ada-Nya Zat itu dimulai dengan terpancarnya Nur dari Zat, sehingga Nur  yang terpancar dari Zat adalah sesuatu yang membuktikan Adanya Zat. Tanpa Nur yang memancar dari Zat, sifat Ujud dari Zat tidak boleh dibuktikan.Ini merupakan pemahaman yang sangat penting, karena sebagai makhluk, kita tidak diberi hak atau kita tidak diberi kuasa ilmu untuk membicarakan tentang Zat Tuhan. Sebagai makhluk, kita hanya diberi wewenang sebatas kajian tentang Perbuatan Tuhan ( Zat ) saja. iaitu sesuatu yang sudah diciptakan dan atau dilahirkan oleh Tuhan ( Zat ) atau sesuatu yang sudah ada dan diadakan, sehingga apabila sesuatu itu telah ada, kita boleh dan diberi hak untuk melakukan kajian dan pembahasan sesuai dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki.Kembali kepada pancaran Nur yang menjadi bukti dari Adanya Zat yang sebelumnya Zat berdiri sendiri dengan Nur-Nya, maka selanjutnya Nur tersebutlah yang melahirkan sifat-sifat dari Zat secara keseluruhan.Nur yang memancar dari Zat itulah yang kemudian difahami sebagai Nur Muhammad.Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak ( pula yang ) dibiarkannya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu Cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan  (n QS : 005.  : Al Maa-idah : Ayat : 015 ]Cahaya Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dan Kitab Maksudnya: Al Quran.Jabir ibn `Abd Allah r.a. berkata kepada Rasullullah s.a.w:“Wahai Rasullullah, biarkan kedua ibu bapa ku dikorban untuk mu, khabarkan perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua benda.” Baginda berkata: “Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan ialah cahaya Rasulmu daripada cahaya-Nya, dan cahaya itu tetap seperti itu di dalam Kekuasaan-Nya selama Kehendak-Nya, dan tiada apa, pada masa itu  ( Hr : al-Tilimsani, Qastallani, Zarqani ) `Abd al-Haqq al-Dihlawi mengatkan bahwa hadist ini sahihKemudian dari Nur Muhammad terciptalah Lauh, Arasy , Qalam. Qalam kemudian diperintah untuk menulis ‘la ilaha illa’Allah Muhammadun Rasulullah’ selanjutnya Qalammelanjutkan penulisan penciptaan seperti bumi dan langit, surga dan neraka, malaikat dan iblis serta semua makhluk lainnya termasuk manusia dan Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul serta umatnya yang tunduk dan umat yang durhaka sampai hari kiamat kelak yang kemudia dikenal dengan Qadha dan Qadar serta dari Nur Muhammad itu jugalah kemudian terciptaAdam AS.“ Bila Tuhan menjadikan Adam, Dia menurunkan aku dalam dirinya ( Adam ). Dia meletakkan aku dalam Nuh semasa di dalam bahtera dan mencampakkan aku ke dalam api dalam diri Ibrahim. Kemudian meletakkan aku dalam diri yang mulia-mulia dan memasukkan aku ke dalam rahim yang suci sehingga Dia mengeluarkan aku dari kedua ibu-bapa ku. Tiada pun dari mereka yang terkeluar “. ( HR  : Hakim, Ibn Abi `Umar al-`Adani )Dari pemahaman yang singkat di atas, dapat kita membuat suatu kesimpulan dengan pemahaman bahwa, sebelum Allah di sebut Tuhan, maka yang ada pada saat itu hanyalah Zat semata-mata yang terdiri dengan sendirinya, dengan Nur-Nya dan  Allah baru menyatakan dirinya sebagai Tuhan setelah Allah melahirkan sifat-sifatnya melalui Nurnya tersebut. Nur Allah itu kemudian dinyatakan sebagai Nur Muhammad, sehingga melalui Nur Muhammad tersebutlah Allah melahirkan sifat-sifat ketuhanan pada makhluk-Nya.Selanjutnya melalui risalah yang singkat ini, dapatlah kiranya dipahami sedikit lebih tentang tentang konsep pemahaman yang menyatakan bahwa “ Zat pada Allah, Sifat Pada Muhammad, Rupa pada Adam dan Rahasia pada Diri Kita “Sebagai catatan dari risalah ini perlu disampikan bahwa kalimat “ Zat berdiri dengan Nur-Nya “ bukan difahami dengan kosep “ Zat “ dan “ Nur “ yang terpisah. Pemisahan dilakukan hanyalah semata-mata untuk membangun pengertian dan pemahaman tentang Kelahiran Sifat dari Zat. Terakhir, saya berharap semoga kajian ini boleh menambah konsep pemahaman kita dan sebagai tambahan bahan dalam diskusi pada majelis masing-masing.Allah SWT adalah wajibul-wujud bagi zatNya, dan sifat wujud Allah SWT adalah wajib dan lazim dalam zatNya.Oleh karena itu wujud zat Allah tidak boleh terhalang oleh tidak ada.Allah wujud karena zatNya dan bukan karena yang lain.Wajibul-wujud Allah adalah wajibul-wujud bagi zatNya yang tidak membutuhkan sesuatu pun selain Allah.Sebaliknya, wujudnya sesuatu selain Allah membutuhkan kepada wujud zat Allah.Dengan demikian, zat Allah adalah Esa, dan tidak ada yang menyerupainya.Allah adalah Zat yang bersifat Ujud  (Wujud)  yang berarti ada. Allah ada dengan sendirinya. Tidak disebabkan oleh sesuatu sebab dan tidak diakibatkan oleh suatu akibat. Dialah Tuhan yang awal dan yang akhir dan daripada-Nya tersebab adanya segala sesuatu. Sehingga dengan tersebab karena Allahadanya segala sesuatu itu, maka tidak ada segala sesuatu itu yang tidak berasal dari pada Allah. Dan tidak ada segala sesuatu itu melainkan hanya Allah yang wajib Wujud saja.Wujud adalah sifat yang utama yang dilahir dari Zat sebagai bukti keber-ada-an-Nya. Dari sifat Ujud tersebutlah dilahirkan sekalian sifat yang dikandung oleh Sifat Zat, karena mustahilZat itu mempunyai sifat Kuasa dan atau Maha Kuasa apabila Zat itu tidak bersifat Wujud.Sehingga ketika lenyap sifat Wujud tersebut pada diri makhluk karena hanya Allah saja yang wajib Wujud, maka lenyap pulalah seluruh sifat yang diakibatkan oleh sifat Wujud tersebut pada diri makhluk. Yang tinggal hanyalah Sifat Zatsemata-mata, yaitu Allah. Dengan memahami terminologi bahasa bahwa, sifat adalah sesuatu yang menjadi pertanda dari keberadaan suatu zat, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan suatu zat dapat dirasakan dengan merasakan keberadaan sifatnya, Dimana ada zat, maka disanalah juga berada sifatnya. panas di utara apabila apinya ada di selatan. Apabila panasnya terasa diutara, maka apinya pasti ada di utara , Dimana ada Sifat disitulah Zat berada. Tidak mungkin kita merasakan juga. ” Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. “. ( QS : 02. Al Baqarah : Ayat : 186 ).” dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya “, ( QS : 50. Qaaf : Ayat : 16 )Mungkin hanya sampai disini saya bisa menjelaskan tentang ,Hakikat Tuhan , dalam Blog Kajian Hakikat Tauhid ini, karenaapabila tanpa didasari dengan kekuatan ibadah lahir dan ibadah batin yang sempurna, maka pemahaman ini justru bisa dimanfaatkan oleh iblis untuk menyesatkan aqidah, sebagaimana yang telah terjadi pada faham  Wahdatul Ujud yang memahami bahwa Makhluk bisa bersatu dengan Tuhannya. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)

4 MAQAM MUSYAHADAH

4 MAQAM MUSYAHADAH

      5 Votes“ Segala Puji bagi Allah semata yang telah memuliakan Anak cucu Adam (Manusia) dan memilih dari jumlah manusia itu sejumlah Ulama-ulama. Dan Allah memilih pula dari golongan itu mereka yang zahid. Para AhliHikmat dan Para Ahli Karomah.            Allah utamakan dari golongn-glongan tersebut mereka yang Arifin (Ahli Ma’rifat ) kepda Allah, sifat-sifatNya serta asmaNya. Allah rasakan pula buat mereka kelezatan cinta kasih dan Allah tunjukkan pula untuk mereka hakekat segala sesuatu di bumi dan di langit. Solawat dan salam terhadap junjungan kita Muhammad s.a.w  penutup segala Nabi-nabi yang Ia ciptakan NUR MUHAMMAD itu dari ZAT-NYA dan Ia ciptakan pula segala sesuatu itu daripada NUR MUHAMMAD itu. Salawat dan salam pula untuk seluruh Sahabat Beliau sebagai Pimpinan Para Auliya. Demikian juga selanjutnya solawat dan salam untuk para Tabi’in dan Tabi’ittabi’in semoga kebaikan selalu buat mereka sampai Hari Pembalasan.”MENJELASKAN TENTANG HAL-HAL YANG BISA MERUSAKKAN DAN MENGGAGALKAN SESEORANG SAMPAI KEPADA ALLAH S.W.T            Hendaklah anda ketahui, bahwa yang terpenting, anda harus memelihara diri anda agar jangan sampai jatuh ke lembah maksiat, maupun maksiat lahir ataupun batinBegitu juga hendaknya anda dpat melepaskan diri anada dari hal-hal yang dapt merusakkan perjalanan cita-cita menuju keredaan Allah, atau yang dapat menggagalkan maksud anda kearah yang dimaksud.Hal-hal yang dapat “merusakkan” perjalanan menuju Allah s.w.t. itu banyak sekali, diantaranya :a)      KASAL(Malas), malas untuk mengerjakan ibadat kepada Allah s.w.t. padahal sebenarnya anda dapat dan sanggup untuk melakukan ibadat tersebut.b)     FUTUR(Bimbang/lemah pendirian), tidak memiliki tekad yang kuat karena terpengaruh oleh kehidupan duniawi.c)      MALAL(Pembosan), cepat merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan ibadah karena merasa terlalu sering dilakukan, padahal tujuan belum juga tercapai.Timbulnya hal-hl tersebut di atas adalah disebabkan kurang kuatnya rasa keimanan, kurang mantapnya keyakinan, dan banyk terpengaruh oleh hawanafsunya sendiri.Selanjutnya hala yang mengakibatkan “Gagalnya” untuk mencapai tujuan, antara lain SYIRIK KHOFI (syirik tersembunyi) atau dengan kata lain timbul suatu tanggapan dalam hatinya, bahwa golongannyalah yang paling benar yang paling diterima ibadahnya, golongan lain di luar golongannya itu semua salah dan menyalahkan semua hukum dan akidah yang tidak sesuai dengan golongannya, padahal mereka tidak berpegang pada satu mas’af pun, dan beranggapan bahwa semua amal ibadah yang dia lakukan adalah sepenuhnya dari kemampuannya sendiri, tidak dirasakannya  dan diyakininya, bahwa apa yang dilakukannya itu semua, pada Hakekatnyadari pada Allah s.w.t.Segala sesuatu yang Allah ciptakan ini (Mahkluk) pada dasarnya/hakikatnya adalah seakan-akan alat belaka dari Allah, namun Mahasuci Allah daripada memerlukan alat.Hal-hal yang tergolong dalam syirik-khofi antara lain adalah sebagai berikut :RIA’ (Memamerkan)Sengaja mempertontonkan, menampak-nampakkan ibadah atau amalnya kepada orang lain atau ada suatu maksud tertentu “yang lain daripada Allah”  misalnya beramal semata-mata mengharapkan Sorga.SUM’AH (Memperdengar-dengarkan)Sengaja menceritakan tentang amal ibadahnya kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ihklas karena Allah dengan suatu maksud agar orang lain memberikan pujian dan sanjungan kepadanya.UJUB (Membanggakan diri)Rasa Hebat sendiri yang timbul dari dalam hatinya karena banyak amal ibadahnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu adalah semata-mata karena karunia dan Rahmat Allah s.w.t.ﺳﻘﻃ۱ۅله  ۅقوڧﻣﻊ۱ﻟﻌﺒﺎدة( Suqut awwaluhu wuquf ma’al-ibadah)“Gugur permulaannya karena terhenti pada ibadahnya semata-mata”HAJBUN (Hijab/Dinding)Dinding yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya (syuhudnya) kepada kekaguman itu semata-mata, atau dengan kata lain, terpengaruh kepada keindahan amal ibadahnya sendiri, tidak dirasakannya bahwa semua itu adalah karunia Allah s.w.t.Oleh sebab itu, agar anda dapat terlepas dari hal-hal/penyakit tersebut-hal mana dapat membahayakan perjalanan anada,maka tidak ada jalan lain, kecuali memantapkan pandangn batin (musyahadah) dengan penuh keyakinan, bahwa “segala apapun yang terjadi pada hakekatnya/dasarnya adalah dari Allah s.w.t.” sebagaimana yang akan diuraikan pada bagian berikut ini.TAUHIDUL AF’AL(Ke-Esaan perbuatan)Hendaklah anda ketahui bahwa segala apapun juga yang terjadi didalam alam ini pada hakekatnya adalah AF’AL (Perbuatan ) Allah s.w.t.Yang terjadi didalam alam ini dapat digolongkan pada 2 (dua) golongan :a)      Baik pada bentuk (rupa) dan isi (hakekatnya) seperti Iman dan Taat.b)      Jelek pada bentuk (rupa) namun baik pada pengertian isi (hakekat) seperti KUPUR dan MAKSIAT. Dikatakan ini jelek pada bentuk karena adanya ketentuan hukum/syara yang mengatakan demikian. Dikatakan baik pada pengertian isi (hakekat) karena hal itu adalah suatu ketentuan dan perbuatan dari Allah Yang Maha Baik.Maka “Kaifiyat” (cara) untuk melakukan pandangan (Syuhud/musyahadah) sebagaimana dimaksudkan di atas ialah :“Setiap apapun yang disaksikan oleh mata hendaklah di tanggapi oleh hati, bahwa semua itu adalah AF’AL (perbuatan) dari pada Allah s.w.t.”Bila ada sementara anggapan tentang ikut sertanya “ yang lain pada Allah” di dalam proses kejadian sesuatu, maka hal tersebut tidak lain hanya dalam pengertian majazi (bayangan) bukan menurut pengertian hakiki.Catatan :            Misalnya si A bekerja untuk mencari makan dan/atau memberi makan anak-anaknya. Maka si A tergolong dalam pengertian “yang lain dari pada Allah” dan juga dapat dianggap “ikut serta dalam proses” memberi makan anaknya. Fungsi si A dalam keterlibatannya ini hanya majaz (Bayangan) saja, bukan dalam arti hakiki. Karena menurut pengertian hakiki yang memberi makan dan minum pada hakekatnya ialah Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an S. As-Syu’ara ayat 79.“DIALAH ALLAH YANG MEMBERI MAKAN DAN MINUM KEPADAKU”Segala macam “perbuatan” (sikap atau laku) apakah perbuatan diri sendiri ataupun perbuatn yang terjadi diluar dirinya, adalah termasuk dalam 2 macam pengertian. Pengertian Pertama dinamakan MUBASYARAH dan pengertian ke dua dinamakan TAWALLUD. Kedua macam pengertian ini tidak terpisah satu sama lain.Contohnya adalah sebagai berikut :a)      Gerakan Pena ditangan seorang penulis, ini dinamakanMUBASYARAH (terpadu) karena adanya “perpaduan” dua kemampuan kodrati yaitu kemampuan kodrati gerak tangan dan kemampuan kodrati gerak pena.b)      Gerakan batu yang lepas dari tangan pelempar. Hal ini dinamakan TAWALLUD (terlahir) karena lahirnya gerakan batu yang dilemparkan itu adalah kemampuan kodrati gerak tangan.Namun pada hakekatnya kedua macam pengertian itu (Mubasyarah dan Tawallud) adalah af’al Allah s.w.t., didasarkan kepada dalil/nas Al Qur’an :وﷲﺧﻠﻘﻜﻢوﻣﺎﺗﻌﻤﻠﯣن(Wallahu Kholaqakum wa maa ta’maluun)Artinya : Allah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu lakukan            Syekh Sulaiman Al Jazuli r.a. menyebutkan dalam syarah/penjelasan Kitab Dala-ilul Khairat bahwa apapun juga yang dilakukan oleh hamba, perkataan, tingkah laku, gerak dan diam, namun semua itu sudah lebih dahulu pada Ilmu, Qodo dan Qodar/Takdir Allah s.w.t.Firman Allah di dalam Al Quran :وﻣﺎرﻣﻴﺖ إذ رﻣﻴﺖ وﻟﻜنﷲ رﱉ(Wa ma ramaita idz ramaita walaakunnallahu ramaa)Artinya : Tidaklah Engkau yang melempar (Hai Muhammad) tetapi Allah-lah yang melemparkan ketika Engkau melemparﻻﺣول وﻻﻗوۃ١ﻻﺑﺎﷲ١ﻟﻌﻠﻲ١ﻟﻌﻆﻴﻢ (La haula wa la quwwata illaa Billahil’aliyyil azhiem)Artinya : Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan (daya dan kekuatan) Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agungﻻﺗﺘﺤﺮك ذرۃإﻻﺑﺎءذنﷲHadist Rasulullah s.a.w.(La Tataharru dzarratun illaa bi idznillaahi)Artinya : Tidak bergerak satu zarrah juapun melainkan atas izin Allah.Penjelasan :”  ﻻ ”    Lam lifADalam Ayat dan Hadist Rasullah tersebut diatas terdapat Alif Lam yang dinamakan Alif Lam “Istigraqil Jinsiyah” yang artinya “La” (Tidak) atau (ketidak mampuan) mahluk dalam pengertian yang sebenar-benarnya, bukan pengertian majas yang bisa berubah ataupun diberi pengertian yang berbeda. Alif lam tersebut  (Qadim) mutlak adalah hanya Allah yang Maha berkehendak, Maha memberi Gerak, Maha Berkuasa atas apapun, dalam artian, manusia atau mahluk tak dapat melakukan apapun, kecuali atas kehendak Allah atas mahluknya, jadi gerak dan diamnya seluruh mahluk dan alam semesta ini terlebih dahulu telah berada pada ketentuan Qadar/Qadanya Allah, maka sesungguhnya yang di maksud usaha ataupun ihktiar pada mahluk (manusia) tak lain adalah datangnya dari ketentuan Allah juga, bukan atas kehendak mahluk (manusia) nya itu sendiri.Atas pandangan tersebut (musyahadah) inilah, maka Rasulullah s.a.w. tidak mendoakan kehancuran bagi kaumnya yang telah menyakiti Beliau.Catatan :Bermacam macam hinaan, cacian, bahkan siksaan yang dilancarkan oleh golongan Jahiliyah kepada Rasullullah s.a.w. namun beliau balas dengan doa :۱ﻟﻠﻬﻢ۱ﻫﺪﻗﻮﻣﻲٳﻧﻬﻢﻻﯾﻌﻠﻤﻮن(Allahummah diiqaumi innahum la ya’lamuun)Artinya : “Ya Allah, Tunjukilah kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui”Apabila anda tetap selalu atas pandangan (Musyahadah) Tauhidul Af’al dengan penuh yakin (Tahkik) maka terlepaslah anda dari pada penyakit dan bahaya Syirik Khofi sebagaimana tersebut diatas.Sehingga akhirnya anda dapat menyaksikan dengan jelas bahwa ygang berupa UJUD MAJASI (Ujud bayangan) ini lenyap dan hilang sirna, dengan nyatanya NUR UJUDULLAH yang hakiki.Catatan :Apalah artinya cahaya pelita yang dinyalakan disiang hari, dibandingkan dengan cahaya mentari yang cerah memancar.Apabila secara terus menerus anda melati dengan pandangan/musyahadah demikian sedikit demi sedikit dengan tidak tercampur baur antara pandngan lahir dan pandangan batin, maka sampailah anda pad suatu “Maqom (Tingkatan)” yang dinamakan MAQOM WIHDATUL AF’AL.Pada tingkatan ini, berarti Fana (lenyap) segala perbuatan mahluk-perbuatana anda sendiri ataupun perbuatan yang lain dari anda –  karena “nyatanya” perbuatan Allah Yang Maha Hebat. (Dikutif dari annafiz.wordpress.com)